Semarang, TABAYUNA.com – Lembaga Pendidikan Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah bekerjasama dengan Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama RI menggelar Seminar Kerukunan Pelajar/Mahasiswa Lintas Agama bertajuk "Harmoni dalam Keberagaman" yang digelar di Ruang Teater Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Wahid Hasyim Semarang, Sabtu (7/12/2024).
Dalam sambutannya, Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma'arif NU PWNU Jawa
Tengah Dr. Muhammad Ahsanul Husna mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan
atas kerjasama LP. Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah dengan Pusat Kerukunan Umat
Beragama Kementerian Agama RI.
“Program strategis banyak kita lakukan salah satunya bermitra dengan
Unwahas. Kemarin kita selama seminggu di China mencarikan beasiswa. Sebenarnya
tidak rumit syaratnya, yang paling penting adalah bisa Bahasa Mandarin,"
lanjut dia.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa banyak program diinisiasi oleh Ma'arif
Jateng termasuk kemitraan dengan IM Japan yang mengantarkan pelajar jenjang SMA
kerja di luar negeri yang di dalamnya ada pelajar non-muslim. "Hal ini
membuktikan bahwa Ma'arif NU sudah menggaungkan moderasi beragama," beber
dia.
Rektor Unwahas Prof. Dr. KH. Mudzakkir Ali, MA mengatakan Indonesia
yang multikultur, multietnis itu memang anugerah dari Tuhan. Maka banyak negara
ingin belajar dengan Indonesia. "Nilai-nilai Aswaja seperti tasamuh, tawazun,
i'tidal, itu semua bisa diterima di dunia," katanya.
Dalam berinteraksi, saat ini kita bisa menerapkan Cabe Digital. “C itu
cakap berdigital, A adalah aman berdigital, B adalah budaya digital, E adalah
etika digital,” katanya.
Guru besar Ilmu Pendidikan Islam UIN Walisongo Prof. Dr. H. Syamsul Ma’arif
dalam paparannya menjelaskan bahwa orang yang menggaungkan keberagaman adalah
orang yang keren. “Menjaga keberagaman itu keren, inklusif itu keren, karena
orang seperti ini berjiwa besar, karena sudah selesai dengan dirinya sendiri,”
tegas Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah tersebut.
Penyebaran radikalisme yang kini bermetamorfosif atau berkamuflase melalui
Internet of Things (IoT), WhatsApp, perangkat digital lainnya, harus dibentung
melalui counter ideology karena sudah menyasar perempuan, remaja, generasi muda
dan anak. Pihaknya berpesan, agar toleransi diperkuat, karena toleransi akan
melahirkan pengetahuan, saling memahami dan kasih sayang.
Narsumber kedua, Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Wahid
Hasyim (Unwahas) Semarang dan Pengasuh Majelis Istighotsah Al-Fadlilah Dr. Iman
Fadhilah, S.H.I., M.S.I., mengatakan bahwa toleransi harus diperkuat dengan
komunikasi dan saling mengenal satu sama lain.
Dalam materinya bertajuk “Toleransi dan Kedewasaan Bergama”, pihaknya
menegaskan bahwa manusia secara kodrat adalah berbeda, banyak perbedaan. “Selain
berpotensi toleransi yang tinggi, potensi konflik juga tinggi,” kata Iman dalam
seminar yang dimoderatori Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) Plus LP.
Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah Dr. Hamidulloh Ibda tersebut.
Pihaknya berpesan, untuk menguatkan toleransi dibutuhkan empat aspek.
Pertama, mengenal kenyataan yang berbeda-beda. Kedua, memahami kenyataan yang
berbeda-beda. Ketiga, berinteraksi dengan pihak-pihak beragam. Keempat, keteladanan.
Narasumber ketiga, dosen UIN Walisongo Semarang & Wakil Sekretaris
PW Muslimat NU Jateng Inanah SPd MPd., mengatakan bahwa perempuan memiliki peran
strategis dalam mencetak generasi moderat. “Orang moderat sangat ditentukan dan
dilahirkan dari orang yang moderat pula, utamanya adalah ibu di dalam keluarga,”
bebernya dalam paparan materi bertajuk “Peran Perempuan dalam Membangun Harmoni
Lintas Agama untuk Indonesia Damai” tersebut.
Al-ummu madrasatul ula, katanya, adalah ungkapan dalam bahasa Arab yang
artinya “ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya”. Oleh karena itu, pihaknya
berharap agar semua peserta bisa memaksimalkan perempuan dalam membangun
generasi moderat.
“Karakter dibentuk oleh lingkungan, karakter dibentuk oleh organisasi. Maka
pilihlah lingkungan yang moderat, organisasi yang baik agar karakter kita juga
baik,” tegasnya.
Perempuan yang baik, katanya, akan melahirkan generasi yang baik pula. “Tolok
ukur kesuksesan rumah tangga dan keluarga adalah perempuan,” lanjutnya.
Usai paparan dari ketiga narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan
diskusi dan tanya jawab. Para peserta berdikusi menanyakan banyak hal termasuk
isu-isu digital dan solusinya dalam rangka mewujudkan harmoni dalam
keberagaman. (*)