Judul: Jejak Darah: Kumpulan Cerpen
ISBN: 978-623-7590-61-3
Cetakan: I, Februari 2020
Tebal: 14 x 21 cm,  x + 161 Halaman
Penulis:  Sesilius Kegou
Editor: Dian Marta Wijayanti   
Desain Sampul : Linus Degei
Lukis Ilustrasi : Belandina Yeimo
Diterbitkan: CV. Pilar Nusantara
Harga: Rp 50.000 (Belum ongkir)
HP: 08562674799

Bicara tentang Sastra adalah bicara singkungan kepribadian. Kini Sastra tak asing lagi seantero manusia di negeri Papua. Sastra di Indonesia lahir dari angkatan Punjaga lama. Kemudian sejak angkatan Sastra Melayu lama, karya-karya sastra Indonesia yang diproduksi antara tahun 1870-1942 yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatera, seperti buku Langkat Tapanuli, Minangkabau. Ada juga sebuah karya Hamka dengan judul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, yang menceritakan tentang cinta dan perjuangan, dan beberapa karya lain kala itu.

Karya-karya sastra masa Melayu tersebut menjadi bahan pembelajaran dan menanam keinginan untuk menulis oleh anak-anak Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa pulau lain, juga Papua. Ketika lahirnya beberapa Penulis sastra Melayu mulai lahir  pengemar sastra semakin bertambah.

Jelas, isi sastra masih dalam bentuk syair, hikayat, dan juga terjemahan novel barat. Beberapa karya sastra yang ada pada periode ini adalah; Robinson Crouse (Terjemahan), Nyai Dasima, oleh G. Francis (Indonesia) juga ada Bunga Rumpai oleh AF Van Dewal.

Berjalannya waktu, pada angkatan 10 di tahun 2000-an ada beberapa karya anak Indonesia  adalah; Habibburahmana EL Sirzy, ada juga Novel tentang Ayat-Ayat Cinta (2004), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), lagi-lagi  penulis terbaik di Indonesia, Andrea Hirata menulis beberapa buku Fiksi, salah satunya adalah Laskar Pelangi (2005) kemudian difilmkan (2008) pada 26 September.

Lagi-lagi di beberapa tahun kebelakangan ini, perkembangan sastra anak Papua semakin pesat dan langkah. Kali ini Penulis mengajak para Pembaca untuk amati dan belajar menulis; baik bentuk puisi, hikayat, antologi cerpen, novel dan lain-lain.

Buku ini penulis mulai menulis sejak 2018, kala itu saya angkat masalah pengaruh di kalangan remaja yang tidak paham perjuangan lantaran gagal dan miskin, kemudian juga muat realita Papua yang hiasi dengan darah dan air mata. Dengan ini realita anak Papua semakin tidak akrab dengan menulis dan minat baca, sesuai dengan data yang telah simpulkan di Dikti, di Indonesia peminat baca hanya 00,02%. Bagaimana dengan kita (anak Papua) yang sama-sama menempuh pendidikan dengan pulau-pulau lain?

Mari kita menggali identitas dan jati diri Papua melalui membaca dan menulis (literasi) anak Papua.
Bagikan :

Tambahkan Komentar