Temanggung, TABAYUNA.com
– Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah, Dr. Hamidulloh Ibda, memberikan studium generale bertema "Pelajar Santri di Era Disrupsi: Menjaga Nilai, Meraih Prestasi" di SMP dan MA Mu’allimin Temanggung, Senin (14/7/2025). Acara ini diikuti oleh ratusan pelajar dan guru, serta mendapat antusiasme tinggi dari para peserta.


Dalam pemaparannya, Dr. Ibda menjelaskan bahwa saat ini para pelajar dan santri dihadapkan pada era disrupsi—yakni perubahan besar dan cepat dalam berbagai aspek kehidupan yang dipicu oleh kemajuan teknologi seperti digitalisasi, kecerdasan buatan (AI), augmented reality, dan globalisasi. “Disrupsi ini telah mengubah tatanan yang mapan dalam pendidikan, sosial, hingga nilai-nilai keagamaan,” ujar Wakil Rektor I INISNU Temanggung tersebut.


Ia mengulas tentang 10 tanda kehancuran bangsa menurut Thomas Lickona, seorang pakar pendidikan karakter asal Amerika Serikat. Tanda-tanda tersebut antara lain meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, krisis etika, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, penggunaan bahasa yang kasar, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, serta membudayanya ketidakjujuran dan hilangnya tanggung jawab sosial.


Selain itu, Dr. Ibda juga mengaitkan kehancuran tersebut dengan perspektif Al-Qur’an, khususnya dalam surat Ar-Rum ayat 41, yang menyebutkan bahwa kerusakan di darat dan laut terjadi akibat ulah tangan manusia. Ia menafsirkan bahwa dalam Islam, kehancuran atau fasad bisa bersumber dari kerusakan akal (al-jahiliyyah), kerusakan moral (al-fasad), hingga kegelapan berpikir dan spiritual (al-zhulumat). “Ini menunjukkan bahwa kehancuran suatu bangsa bisa terjadi bukan hanya karena faktor eksternal, tetapi juga dari degradasi moral dan akhlak internal masyarakat,” tegasnya.


Dalam sesi utama, Dr. Ibda memaparkan berbagai strategi menjadi pelajar-santri yang berkualitas, seperti menjaga nilai-nilai adab sebelum ilmu, memperkuat integritas, meningkatkan literasi digital dan teknologi, aktif dalam kompetisi, hingga penguasaan bahasa asing. Ia juga menekankan pentingnya peran santri sebagai agen perubahan, pemimpin masa depan, dan kontributor peradaban dunia.


Lebih jauh, ia mengenalkan konsep AI in Education (AIEd) dan manfaat kecerdasan buatan dalam proses pembelajaran. Teknologi ini menurutnya bisa menjadi peluang untuk meningkatkan efisiensi, personalisasi pembelajaran, dan penguatan keterampilan abad ke-21, namun juga membawa ancaman seperti kelelahan digital, dehumanisasi pendidikan, hingga krisis interaksi sosial.


Acara ditutup dengan pesan penting bagi para pelajar dan santri untuk tetap menjaga jati diri, tidak kehilangan arah di tengah derasnya arus informasi, serta terus menumbuhkan semangat belajar dan berkarya. “Santri Mu’allimin harus menjadi insan yang bukan hanya taat secara spiritual, tetapi juga cerdas secara intelektual dan adaptif terhadap zaman,” pungkas Dr. Ibda.


Acara ini menghadirkan pula Ketua Karang Taruna Kabupaten Temanggung dan pengurus LTN NU Temanggung, Yoki Mistoyo Syamsuddin sebagai narasumber. Acara secara resmi dibuka oleh Ketua Yayasan Mua’llimin Abdul Hadi Temanggung, Dr. KH. Muhammad Syakur, M.H. (Gus Syakur). (*)


‎Temanggung, TABAYUNA.com
– Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Temanggung menggelar kegiatan Ansor Camp sekaligus Musyawarah Kerja Anak Cabang (Muskerancab) pada Sabtu–Ahad 12-13 Juli 2025 bertempat di kawasan wisata Rowo Gembongan, Tegowanuh, Kaloran, Temanggung.

‎Kegiatan ini diikuti oleh 100 peserta, yang terdiri dari jajaran pengurus harian PAC GP Ansor Temanggung, jajaran Satkoryon Banser Temanggung, serta kader Ansor–Banser dari seluruh ranting di lingkungan PAC Kecamatan Temanggung.

‎Ansor Camp diinisiasi sebagai wahana konsolidasi, pembinaan, serta penyusunan langkah-langkah strategis organisasi dalam menghadapi tantangan zaman.

‎Ketua PAC GP Ansor Temanggung, Faiz Syauqy, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk inovasi kegiatan organisasi dalam membangun soliditas, loyalitas, dan kekompakan kader.

‎“Dengan mengusung tema 'Bersama dalam Barisan, Kuat dalam Pengabdian', Ansor Camp ini menjadi ruang untuk mempererat ukhuwah serta merumuskan program kerja yang responsif terhadap dinamika masyarakat dan kebutuhan kader di akar rumput,” ujarnya.

‎Acara dibuka dengan apel pembukaan, dilanjutkan pemaparan materi dari Kepala Kesbangpol Kabupaten Temanggung, Djoko Prasetyono, S.Sos, yang membawakan materi seputar wawasan kebangsaan, dinamika politik-sosial, serta peran pemuda dalam masyarakat.

‎Hadir dalam pembukaan Musyawarah Kerja Anak Cabang, Sahabat Isro’ Agus Pamungkas, S.Sos, selaku Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Kabupaten Temanggung dan mandataris Konferensi Cabang ke-10.

‎Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan Ansor Camp.

‎“Inovasi atau terobosan seperti ini penting sebagai suasana baru dalam organisasi. Ini akan menumbuhkan semangat dan kekompakan kader yang menjadi modal utama untuk melaksanakan program kerja secara nyata dan berkelanjutan,” ungkapnya.

‎Malam harinya, kegiatan dilanjutkan dengan Musyawarah Kerja Anak Cabang (Muskerancab) yang menjadi forum penting untuk merumuskan dan menetapkan arah program kerja PAC GP Ansor Temanggung masa khidmat 2025–2028.

‎Muskerancab berlangsung dinamis, dengan diskusi terbuka, masukan dari para kader, serta semangat kolektif dalam menyusun agenda organisasi yang lebih progresif dan kontekstual.

‎Kegiatan Ansor Camp ditutup dengan apel kader, sebagai simbol kebulatan tekad para kader Ansor dan Banser untuk terus mengabdi dalam barisan organisasi GP Ansor, membawa semangat perubahan dan nilai perjuangan, khidmat kepada Nahdlatul Ulama juga ke tengah masyarakat.


Oleh : Ratna Sari

Di halaman sekolah yang rindang, tepat di bawah pohon kenanga yang harum bunganya, duduk dua anak perempuan yang tak terpisahkan: Lila dan Sari. Sejak kelas satu SD, mereka selalu bersama. Bahkan para guru dan teman-temannya pun sudah biasa menyebut mereka “kembar beda orang tua.”


Lila adalah gadis ceria, penuh semangat, dan suka bercerita. Sedangkan Sari lebih pendiam, tenang, dan penyuka buku. Meskipun berbeda, mereka justru saling melengkapi. Setiap istirahat, mereka selalu duduk di bangku kayu tua di bawah pohon kenanga itu, saling berbagi cerita—tentang guru yang galak, mimpi-mimpi masa depan, atau rahasia kecil yang hanya mereka berdua tahu.


Namun, semuanya berubah ketika kelas lima dimulai. Seorang murid baru bernama Nita datang. Nita pandai, cantik, dan cepat akrab dengan siapa saja. Tanpa disangka, Lila mulai sering bermain dengan Nita. Ia tertawa-tawa di kelas tanpa mengajak Sari. Bangku di bawah pohon kenanga pun jadi kosong. Sari duduk sendiri, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.


Beberapa hari kemudian, Sari memberanikan diri bertanya pada Lila, “Kamu marah sama aku?”

Lila menggeleng cepat. “Nggak, kenapa?”

“Tapi kamu nggak pernah lagi duduk sama aku di bawah kenanga...” suara Sari lirih.

Lila terdiam. Matanya memandang ke arah Nita yang sedang bermain lompat tali. “Aku cuma pengin coba berteman sama yang lain juga...” jawabnya pelan.


Sari mengangguk, meski hatinya terasa berat. Malam itu ia menulis di buku hariannya, “Mungkin aku bukan sahabat yang cukup menyenangkan.” Tapi beberapa hari kemudian, saat hujan deras mengguyur dan semua anak berlarian ke kelas, Sari tetap duduk di bangku bawah kenanga, melamun. Lila mendekat, memegang payung, lalu duduk di sampingnya.


“Aku kangen cerita-cerita kita,” kata Lila pelan.

Sari tersenyum, “Aku juga. Kamu masih ingat dongeng putri kenanga yang kita karang sendiri?”

“Masih! Dan aku tahu, cuma kamu yang bisa bikin akhir cerita itu jadi bahagia,” jawab Lila sambil tertawa.


Sejak hari itu, mereka kembali seperti dulu. Lila tetap berteman dengan Nita, tetapi pohon kenanga tetap menjadi tempat istimewa yang hanya milik mereka berdua. Sebab persahabatan sejati bukan tentang selalu bersama setiap saat, tapi tentang tetap kembali—meski sempat menjauh.


Oleh: Faizal adyanto

Banyak orang bermimpi menjadi versi terbaik dari dirinya, tapi tak semua tahu harus mulai dari mana. Ketika melihat pencapaian orang lain, kita sering merasa kecil dan tertinggal jauh. Padahal, rahasia perubahan besar sering kali tersembunyi dalam langkah-langkah kecil yang dilakukan secara konsisten. Inilah yang disebut dengan prinsip naik level 1 persen setiap hari.


Apa Arti Naik Level 1 Persen?

Naik level 1 persen bukan berarti Anda harus langsung jadi luar biasa dalam sehari. Bukan juga tentang melakukan perubahan drastis. Tapi ini tentang menjadi sedikit lebih baik dari kemarin, sedikit lebih disiplin, sedikit lebih fokus, sedikit lebih sabar.


Contohnya:


Jika hari ini kamu membaca 10 halaman buku, besok tambahkan jadi 11 halaman.


Jika hari ini kamu olahraga 10 menit, besok coba tambah 1 menit lagi.


Jika hari ini kamu hanya mengeluh, besok coba gantikan satu keluhan itu dengan rasa syukur.


Kecil Tapi Konsisten

Banyak orang gagal karena ingin hasil instan. Padahal, perubahan besar butuh waktu dan proses. Jika kamu naik 1 persen setiap hari, dalam waktu 1 tahun kamu akan tumbuh lebih dari 37 kali lipat! Ini bukan teori semata, tapi kekuatan dari kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten.


Kenapa 1 Persen Itu Penting?

Karena 1 persen itu mudah dilakukan, tapi juga mudah diabaikan. Justru karena kecil, banyak yang menganggapnya tidak penting. Padahal, saat kamu memilih untuk tidak melakukannya hari ini, kamu juga kehilangan kesempatan untuk bertumbuh.


Naik 1 persen setiap hari adalah bentuk penghargaan terhadap dirimu sendiri. Kamu menunjukkan bahwa kamu layak untuk diperbaiki, layak untuk dibangun, dan pantas untuk sukses—meski pelan, asal pasti.


Fokus pada Progres, Bukan Hasil

Naik level 1 persen berarti kamu fokus pada proses, bukan hasil akhir. Tidak apa-apa kalau belum sampai tujuan besar hari ini. Yang penting, kamu bergerak ke arah yang benar, meski hanya satu langkah kecil.


Hidup bukan lomba lari cepat, tapi maraton panjang. Mereka yang konsisten, akan lebih jauh melampaui mereka yang hanya semangat di awal.


Naik level 1 persen setiap hari bukan sekadar teori, tapi cara hidup. Ini tentang memaafkan diri yang belum sempurna, tapi tetap berkomitmen untuk bertumbuh. Tidak ada perubahan besar tanpa dimulai dari langkah kecil. Jadi, mulai hari ini, tanyakan pada dirimu: Apa yang bisa aku tingkatkan 1 persen saja dari diriku kemarin?


Kecil. Tapi jika terus dilakukan, kamu akan melihat hasilnya—bukan dalam seminggu, tapi dalam perjalanan hidupmu.