Oleh : Ratna Sari
Di halaman sekolah yang rindang, tepat di bawah pohon kenanga yang harum bunganya, duduk dua anak perempuan yang tak terpisahkan: Lila dan Sari. Sejak kelas satu SD, mereka selalu bersama. Bahkan para guru dan teman-temannya pun sudah biasa menyebut mereka “kembar beda orang tua.”
Lila adalah gadis ceria, penuh semangat, dan suka bercerita. Sedangkan Sari lebih pendiam, tenang, dan penyuka buku. Meskipun berbeda, mereka justru saling melengkapi. Setiap istirahat, mereka selalu duduk di bangku kayu tua di bawah pohon kenanga itu, saling berbagi cerita—tentang guru yang galak, mimpi-mimpi masa depan, atau rahasia kecil yang hanya mereka berdua tahu.
Namun, semuanya berubah ketika kelas lima dimulai. Seorang murid baru bernama Nita datang. Nita pandai, cantik, dan cepat akrab dengan siapa saja. Tanpa disangka, Lila mulai sering bermain dengan Nita. Ia tertawa-tawa di kelas tanpa mengajak Sari. Bangku di bawah pohon kenanga pun jadi kosong. Sari duduk sendiri, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
Beberapa hari kemudian, Sari memberanikan diri bertanya pada Lila, “Kamu marah sama aku?”
Lila menggeleng cepat. “Nggak, kenapa?”
“Tapi kamu nggak pernah lagi duduk sama aku di bawah kenanga...” suara Sari lirih.
Lila terdiam. Matanya memandang ke arah Nita yang sedang bermain lompat tali. “Aku cuma pengin coba berteman sama yang lain juga...” jawabnya pelan.
Sari mengangguk, meski hatinya terasa berat. Malam itu ia menulis di buku hariannya, “Mungkin aku bukan sahabat yang cukup menyenangkan.” Tapi beberapa hari kemudian, saat hujan deras mengguyur dan semua anak berlarian ke kelas, Sari tetap duduk di bangku bawah kenanga, melamun. Lila mendekat, memegang payung, lalu duduk di sampingnya.
“Aku kangen cerita-cerita kita,” kata Lila pelan.
Sari tersenyum, “Aku juga. Kamu masih ingat dongeng putri kenanga yang kita karang sendiri?”
“Masih! Dan aku tahu, cuma kamu yang bisa bikin akhir cerita itu jadi bahagia,” jawab Lila sambil tertawa.
Sejak hari itu, mereka kembali seperti dulu. Lila tetap berteman dengan Nita, tetapi pohon kenanga tetap menjadi tempat istimewa yang hanya milik mereka berdua. Sebab persahabatan sejati bukan tentang selalu bersama setiap saat, tapi tentang tetap kembali—meski sempat menjauh.
Tambahkan Komentar