Ilustrasi timesindonesia |
Oleh Ketua Muhammadiyyah Batu Malang
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Batu, Malang Nurbani Yusuf
menulis artikel yang berisi pujian setinggi langit terhadap Nahdlatul Ulama
(NU).
Artikel tersebut diposting di akun Facebook Nurbani yang
diberi judul “All NU Final : Siapapun Pemenangnya Adalah NU”.
Berikut artikel Nurbani:
------------
All NU Final: Siapapun Pemenangnya Adalah NU
Bukan NU kalau tidak mengejutkan. Berpikir di luar kotak
(out The box) dan terus tidak lelah membangun paradigma, layaknya sebagai
sebuah gerbong dengan muatan penuh, NU tetap lincah bergerak dan genit.
NU tak bisa ditarik dalam definisi yang rigid, sebaliknya NU
selalu inklusif dan kenyal dengan berbagai kondisi.
Kader NU juga di kenal sangat loyal dengan para kiai nya
tanpa banyak tanya.
Yang tak suka NU, menyebutnya taqlid, padahal itu
dibutuhkan, sebab banyak tanya juga kerap kontra produktif, apalagi dilanjutkan
dengan menjudge pemimpinnya dengan stigma negatif hanya kebetulan tidak
sehaluan.
Dalam kurun dua tahun terakhir, setidaknya NU telah berhasil membuat Islam tetap eksis dan
diperhitungkan lawan.
Kader-kadernya berserak di semua lini, mulai pengusaha,
politisi, teknisi, militer dan terakhir kader-kader NU berhasil memenangi
sejumlah pilihan gubernur dan kepala daerah bahkan Calon Presiden dan Wakil
Presiden lahir dari rahim NU, mereka para petarung yang gesit dan ulet.
::::
Setelah gagasan Islam Nusantara yang penuh kontroversi
karena definisi yang belum selesai, jagat politik dikejutkan dengan terpilihnya
Rois Syuriah Kiai Ma'ruf Amin menjadi cawapres mendampingi petahana, pada
pilihan politik yang riuh penuh ghirah.
Dan terakhir pemberian Karta-NU untuk capres Prabowo dan
Sandi. Lengkap sudah semua diambil.
Berbeda dengan kunjungan Prabowo-Sandi sebelumnya yang
formal.
Di kantor PBNU isinya hanya guyon dan tertawa ringan, lantas
diakhiri dengan pemberian kartu anggota NU.
Inilah cerdiknya dan sekali lagi, ini gaya Wali Songo dalam
berdakwah meng-Islamkan raja-raja nusantara. Singkat, padat dan dapat banyak.
:::::::
Nakamura (2001) dalam paper-nya yang berjudul The Radical
Transformation of Nahdlatul Ulama in Indonesia, menyebut perilaku politik NU
pada 1970-hingga 1990 an kerap melawan arus dari kecenderungan umum, membangun
relasi antara organisasi kemasyarakatan dan pemerintah.
NU adalah ormas terbuka bagi siapapun. Longgar dan
fleksibel.
Tidak ribet untuk menjadi warga NU. Jamaah tahlilan adalah NU, jamaah Yasinan
adalah NU, baca qunut saat shalat shubuh adalah NU, mereka semua bisa
diakomodir sebagai jam'iyah tanpa harus ribet setor pas foto, atau pembagian
sertifikat setelah lulus pengkaderan.
Bahkan konon ada yang merengek mengaku sebagai anggota
sebuah perkumpulan tetap saja tidak diakui, hanya karena kerudungnya kurang
rapat dan warnanya kebetulan berbeda.
Bukannya kartu anggota yang di dapat malah caci dan serapah.
Padahal toh sama-sama tidak ada keuntungan yang didapat
sebab menjadi anggota, tidak mendapat jaminan atau kemudahan saat masuk sekolah
atau sekedar keringanan beli obat saat sakit.
Jadi kenapa harus dipersulit untuk menjadi jam'iyah, adalah
tidak penting berideologi apa atau berasal dari partai apa yang penting NU.
Tradisi politik NU tidak melulu mengikuti textbook.
Meminjam analogi Robin Bush (1999), NU pintar bermain dansa,
sehingga susah dijerat atau dipaku pada posisi tertentu.
:::::
Hanya dengan Karta-NU, NU tak perlu bersusah-payah
meng-kader seseorang untuk menjadi Presiden.
Prabowo-Sandi, Jokowi-Amin telah menjadi bagian dari
jam'iyah NU. Itulah manuver cerdas gaya Sunan Kalijaga.
Lazimnya ijtihad, semua ada kelebihan dan ada kekurangan dan
itulah dahsyatnya ushul fiqh yang dipegang kukuh: yang biasanya diramu dalam
kaidah ushul fiqh: dar'u al-mafasid muqaddam 'ala jalb al-mashalih
(menghindarkan keburukan jauh lebih diutamakan daripada meraih kebaikan).
Para pengamat gampang sekali bilang bahwa NU uportunis,
in-konsisten atau lebih mengutamakan tujuan jangka pendek, tapi bukan NU kalau
tidak bisa memberi alasan telogis.
Dan hasilnya memang luar biasa.
@nurbaniyusuf
Guru di Univ. Muhammadiyah Malang dan Penggiat Komunitas
Padhang Makhsyar.
--------------
Orang yang tidak paham dengan NU tentu akan menghujat
habis-habisan kebijakan tidak populer yang diambil NU dalam menghadapi setiap
persoalan.
Jangankan, orang di luar NU, orang NU sendiri banyak yang
masih belum paham terhadap sikap NU yang seringkali dianggap keluar jalur.
Lebih-lebih belakangan ini dimana, di media sosial, NU kerap
menjadi sasaran serangan kelompok-kelompok yang menginginkan NU rusak.
Dan parahnya, orang NU yang tidak mengerti NU, ikut-ikutan
menghujat sikap NU.
Semoga melalui tulisan Nurbani diatas, kita bisa sedikit
tahu tentang NU dari sudut pandang yang lain.
Tambahkan Komentar