Jakarta, TABAYUNA.com - Bertempat di studio TVNU lantai 5 kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dosen Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung Hamidulloh Ibda bersama peneliti senior Balai Litbang Agama Semarang Dr. H. Aji Sofanudin didaulat menjadi narasumber Podcast pada Jumat (12/11/2021). Kegiatan itu merupakan kerjasama Puslitbang Kemenag RI dengan TVNU yang mengkaji tema terkait Kuttab.
Dalam kesempatan itu, Aji Sofanudin mengatakan bahwa banyak masyarakat yang belum paham apa itu kuttab. Dari sisi etimologi, kuttab berasal dari bahasa Arab, ka-ta-ba yang artinya menulis. Kuttab atau maktab adalah tempat untuk belajar menulis. “Dari sisi praktik, Kuttab di Indonesia merupakan lembaga pendidikan dasar, anak berusia SD/MI dengan tawaran sistem pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Kuttab merupakan kritik terhadap praktik pendidikan Islam yang selama ini ada pesantren, madrasah, dan sekolah Islam. Kuttab bisa dikatakan sebagai lembaga baru pendidikan Islam di Indonesia,” katanya.
Pemerintah tidak memiliki data kuttab, lanjut dia, karena faktual perizinan kuttab beragam. Selama ini, ada yang memiliki izin operasional (1) sebagai Pusat Kegiatan Belajar Mayarakat (PKBM) di bawah Dinas Pendidikan; (2) sebagai pendidikan kesetaraan tingkat ula di bawah Kementerian Agama; (3) menginduk pada PKBM lain; dan (4) tidak/belum memiliki izin operasional.
Dijelaskan dia, perizinan kuttab pada dinas pendidikan secara substansi tidak tepat. Kuttab lebih mirip pendidikan keagamaan Islam karena kurikulum yang digunakan 100 % agama. Demikian juga, perizinan ke PKBM pun kurang kurang pas dilihat dari karakteristik PKBM. Santri (warga belajar) Kuttab adalah anak usia emas, 5-12 tahun, pembelajaran pun pagi hari, terstrukur, dengan sistem yang jelas, ada persiapan pembelajaran (silabus, RPP), pelaksanaan, ada evaluasi, dan seterusnya.
Menurut doktor lulusan UNNES itu, kuttab merupakan lembaga pendidikan Islam. Kuttab di Indonesia memiliki idealisme untuk melakukan restorasi pendidikan Islam yakni mengembalikan pendidikan Islam sesuai dengan spirit aslinya. Pendirian kuttab lebih didorong oleh motivasi agama, dakwah melalui dunia pendidikan. Dalam batas tertentu, semangat pendirian kuttab sama dengan semangat pendirian pesantren, madrasah maupun sekolah Islam.
Dari sisi sejarah, Hamidulloh Ibda juga mengatakan bahwa Kuttab sebenarnya sudah ada sejak pra Islam, kemudian era Nabi Muhammad, Khulafaurrasyidin, daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah, sampai era 1723-1946 ada Kuttab di Kasultanan Siak Sri Indrapura tepatnya di Riau. “Namun, Kuttab di sana dengan yang berkembang saat ini berbeda. Pada 2017, Kuttab era kasultanan Siak ini dijadikan situs sejarah. Sedangkan di Indonesia, menurut penelitian Mas Aji dan kawan-kawan di Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, Kuttab Al-Fatih menjadi pelopor lahirnya Kuttab sejak 2012,” katanya.
Di akhir sesi diskusi, Aji menawarkan solusi agar Kuttab ini masuk ke dalam muadalah, karena jika dimasukkan sebagai pesantren, Kuttab tidak berasrama. “Hemat kami, negara dalam hal ini Kementerian Agama RI perlu hadir untuk mengakomodir realitas ini,” tegas dia.
Sementara Ibda, menawarkan solusi antara regulasi yang sudah ada, pengelola Kuttab harus inklusif dan memilih, apakah mau seperti pesantren, atau tetap seperti lembaga pendidikan setara SD/MI. “Karena, Kuttab tetaplah Kuttab, ia bukan sekolah, madrasah, atau pesantren, inilah yang harus kita cari solusinya. Pemerintah harus mengakomodir, sementara pengelola Kuttab harus terbuka juga dengan regulasi, karena selama berkedudukan di NKRI ya harus ikut aturan negara,” papar dia. (EG).
Tambahkan Komentar