Jakarta, TABAYUNA.com - Sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional terbuka tengah diuji materil di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut pemohon, sistem pemilu tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian dan harus dipertimbangkan untuk kembali seperti sebelumnya, yakni proporsional tertutup.
Diketahui, sidang pleno terkait gugatan Judicial Review mengenai Pemilu dengan menggunakan proporsional tertutup masih berlangsung. Sidang selanjutnya, dijadwalkan pada Selasa (17/1) mendatang.
Menanggapi hal itu Ketua Umum DPP Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Verry achmad menyampaikan sistem pemilu dengan sistem proporsional terbuka yang dilakukan tiga kali pemilu kebelakang justru merusak sendi sendi Demokrasi khas Nusantara.
Kenapa demikian, karena dengan sistem terbuka justru menghadirkan pertempuran modal kapital bukan malah menawarkan ide dan gagasan intelektual.
"Diakui atau tidak fakta lapangan sudah seperti itu, keterpilihan seseorang dalam pemilu legislatif sangat dipengaruhi oleh kemampuan modal kapital, sehingga sistem kaderisasi partai politik akan lenyap dengan kehadiran individu-individu yang datang dengan membawa modal logistik, ini sudah tidak sehat" Kata verry.
Situasi ini sudah sangat liberal dan tidak cocok untuk Demokrasi khas Nusantara yang mestinya mengedepankan musyawarah mufakat yang itu seharusnya secara ideal tercermin dalam sistem organisasi partai politik sebagai lembaga rekruitmen wakil rakyat dan kaderisasi politik nasional, ujarnya.
Verry menambahkan Pola sistem pemilu terbuka inilah yang kemudian mengakibatkan biaya yang sangat mahal oleh masing-masing calon karena mau tidak mau harus mengikuti pola permainan antar individu politisi yang itu sesungguhnya bisa menjadi pemicu merebaknya korupsi di mana-mana.
"Dan ironisnya lagi para aktivis, intelektual akademi yang sangat kempeten dalam bidangnya kalah dalam kontestasi karena tidak punya komponen modal kapital yang cukup", tegas Verry.
Sebelumnya hal senada juga di sampaikan ormas islam besar di Indonesia yaitu PP. Muhammadiyah melalui Sekretaris Umum Abdul Mu'ti.
Abdul Mu’ti, menyebut bahwa pihaknya mendukung pemilihan legislatif dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas. Hal tersebut usulan Muhamadiyah sejak Pemilu 2014 dan telah sesuai dengan amanah Muktamar ke-48. Sebab, Muhammadiyah menilai sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini mengandung sejumlah masalah.
Sistem proporsional tertutup adalah penentuan calon legislatif yang terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya. Akan tetapi, mengacu pada dasar perolehan suara partai politik. Dengan kata lain, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
Mu’ti menjelaskan bahwa Pemilu dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas bisa mengurangi kanibalisme politik atau saling jegal antarcalon. Hal ini tentu saja dapat meredam nafsu kampanye hitam. “Harapan kami dengan perubahan sistem itu, pertama bisa dikurangi kanibalisme politik di mana sesama calon itu saling menjegal satu sama lain, yang itu berpotensi menimbulkan polarisasi politik,” kata Mu’ti kepada wartawan di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (03/01/2023). (TB44).
Tambahkan Komentar