Antaranews
Oleh
Hamidulloh Ibda
Banyak sekali kisah-kisah sahabat Rasulullah atau Nabi Muhammad Saw yang berdagang, berniaga, atau berjualan dengan jujur, amanah, dan tidak suka menipu. Hal ini perlu dicontoh oleh umat Islam di penjuru Tanah Air, bahwa di era digital ini perlu kejujuran dan keuletan dalam berdagang karena menjadi ciri khas yang ditentukan Allah dalam Al-Quran dan diajarkan oleh Rasullah Saw.
Dalam Surat Al-An’am Ayat 152
وَلَا تَقْرَبُوا۟ مَالَ ٱلْيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُۥ ۖ وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ بِٱلْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَٱعْدِلُوا۟ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ ٱللَّهِ أَوْفُوا۟ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
Ayat di atas menegaskan, kita harus berjualan dengan jujur. Intinya itu. Jangan
sekali-kali umat Islam menipu, mengurangi jumlah, memalsukan jenis dan bentuk, ukuran,
atau takaran. Ketahuilah, hal itu akan diancam Allah dengan siksa yang pedih.
Dalam konteks ini, Rasulullah Saw mengajarkan semua umatnya agar berjualan dengan jujur. Sebab, beliau sendiri terkenal sebagai orang yang jujur. Dijelaskan dalam hadis tentang berdagang yang jujur:
اْلبَيْعَانِ بِالْ خِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ وَكَتَمَامُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya:
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (HR Muttafaqun Alaihi)
Kisah Sahabat Nabi Muhammad
Salah
satu ciri utama yang ditekankan dalam ajaran Islam adalah integritas dalam
berdagang. Nabi Muhammad SAW memandang tinggi sahabat-sahabatnya yang berdagang
dengan jujur dan adil. Dalam riwayat Hadis, banyak sahabat yang mempraktikkan
nilai-nilai ini dengan luar biasa. Salah satu sahabat yang dikenal karena
kejujurannya dalam berdagang adalah Usman bin Affan.
Usman bin Affan adalah salah satu sahabat Nabi yang memiliki reputasi luar biasa sebagai pedagang yang jujur. Ia dikenal dengan sebutan "Al-Ghani," yang berarti "yang kaya" karena kesuksesannya dalam berdagang. Namun, kekayaannya tidak didapatkan dengan cara curang atau merugikan orang lain. Usman selalu menjalankan bisnisnya dengan integritas yang tinggi.
Salah satu contoh terkenal dari kejujuran Usman adalah ketika ia menjual minyak zaitun kepada seorang wanita Muslim di pasar Madinah. Ia memberitahukan pada wanita itu bahwa minyak zaitun tersebut kurang berkualitas dan menawarkan harga yang lebih murah daripada harga biasanya. Usman tahu bahwa dengan berbuat jujur seperti ini, ia akan mendapatkan pahala lebih besar di sisi Allah daripada keuntungan materi.
Selain Usman, sahabat-sahabat Nabi lainnya seperti Abu Bakar, Umar, dan Ali juga dikenal sebagai pedagang yang berintegritas tinggi. Mereka mempraktikkan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupan mereka, termasuk dalam berdagang. Mereka menghindari penipuan, penimbunan barang, dan praktik-praktik tidak jujur lainnya.
Kejujuran dalam berdagang adalah nilai yang sangat penting dalam Islam karena mencerminkan moralitas dan etika yang kuat. Sahabat-sahabat Nabi Muhammad adalah contoh yang sangat baik dalam hal ini, dan mereka memastikan bahwa bisnis mereka tidak hanya menghasilkan keuntungan materi, tetapi juga pahala di akhirat.
Dalam dunia bisnis modern, kita juga dapat mengambil contoh dari sahabat-sahabat Nabi ini. Kejujuran dan integritas dalam berdagang adalah kunci untuk membangun reputasi yang baik dan memperoleh kepercayaan pelanggan. Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, kita dapat menjadi pedagang yang sukses dan juga mendapatkan berkah dari Allah SWT.
-Penulis adalah dosen Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung.
Tambahkan Komentar