Semarang, TABAYUNA.com
- Model pengembangan pendidikan madrasah inklusi atau pendidikan inklusi yang diterapkan Kementerian Agama RI merupakan hasil dari adopsi dari Lembaga Pendidikan Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah salahsatunya.


"Pengembangan modul madrasah inklusif di Kementerian Agama salah satunya lahir dari modul yang dikembangkan oleh LP. Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah. Lahirnya Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) yang diberi SK dari Dirjen Pendis Kemenag adalah inisiasi dr teman-teman LP. Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah. Modul dan buku inklusi di Kemenag, didalamnya juga dikembangkn dari produk LP. Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah," kata Ketua LP. Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah Fakhruddin Karmani dalam laporannya pada pembukaan Capacity Building Madrasah/Sekolah Inklusif LP. Ma'arif NU PWNU Jawa Tengah di Hotel Siliwangi Semarang, Jumat (13/6/2025).


Kami berharap, katanya, di tahun ini ada Unit Layanan Disabilitas (ULD). "Karena ini dibutuhkan. Ketika yang lain tidak hadir, kita Ma'arif NU siap hadir," kata Fakhruddin yang juga Sekretaris FPMI Pusat.


Selain peningkatan kapasitas, kegiatan itu juga dilakukan review modul yang menghadirkan sejumlah reviewer ahli.


Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah KH. Abdul Ghaffar Rozin menegaskan bahwa kegiatan itu menjadi penting karena berkaitan dengan sekolah inklusi, pendidikan inklusi di sekolah madrasah Ma'arif. "Kita sudah berada di jalur yang tepat dengan memberi hak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)," katanya.


Dijelaskan beliau, bahwa PDBK jumlahnya meningkat sangat banyak dari tahun ke tahun. "Pengalaman di pesantren kami di jenjang PAUD-KB di nuangan pesantren, PDBK selalu meningkat jumlahnya. Begitu pula Jawa Tengah juga selalu bertambah," lanjutnya.


Gus Rozin menegaskan bahwa pendidikan inklusi menjadi penting, karena banyak sekali penolakan di sekolah dan madrasah.


"ABK harus diberi ruang sama. Anak-anak normal agar ada empati. Namun memang perlu waktu, agar ABK dengan non-ABK bisa bersama saling belajar," tegasnya.


Pihaknya juga menegaskan, bahwa ABK bukanlah aib. "PDBK bukan aib. PDBK juga bukan abnormalitas yang harus diratapi. Kita harus mendorong orang tua, guru untuk melakukan asesmen kepada ahli, agar hasilnya menjadi bahan untuk melakukan perlakuan dan pendekatan yang tepat," lanjutnya.


Kita tidak menolak PDBK itu sudah luar biasa. Kita mau mengurusi PDBK adalah luar biasa. "Pendidikan ini harus hadir tanpa diskriminasi, tanpa segregasi. Maka ini harus ada komitmen dari guru dan kepala sekolah. Gurunya sudah baik, namun jika kebijakannya tidak mendukung, maka tidak bisa selaras," lanjut dia.

Mereka bukan anak-anak cacat, anak disabilitas. "Mereka adalah anak-anak kita yang harus 


Pendidikan inklusi amat sangat penting kita cermati. "Maka review modul ini harus dicermati, dan tak kalah penting diimplementasikan dengan baik," tandasnya.


Kegiatan itu secara resmi dibuka perwakilan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah H. Juair, S.Ag., M.M., M.Si. Hadir Sekretaris PWNU Jawa Tengah H. Ahmad Fathur Rohman, Ketua FPMI Pusat Supriyono (Lek Pri), Koordinator Bidang Pengembangan Literasi, Numerasi dan Pendidikan Inklusi Hamidulloh Ibda, tim pendamping As'adul Yusro, reviewer, psikolog dari Unwahas dan Unissula, peserta dari unsur Kepala Madrasah, Kepala Sekolah dan guru Ma'arif. (*)

Bagikan :

Tambahkan Komentar