Oleh: Faizal Adyanto
Di era digital yang serba cepat dan saling terkoneksi, muncul dua istilah yang semakin populer di kalangan anak muda dan pengguna media sosial: FOMO dan JOMO. Keduanya menggambarkan dua sikap berbeda dalam merespons arus informasi dan tren yang datang tanpa henti. Namun, di antara dorongan untuk “selalu ikut” dan keinginan untuk “diam dan tenang”, mana sebenarnya yang lebih sehat?
Apa Itu FOMO?
FOMO (Fear of Missing Out) adalah rasa takut akan ketinggalan sesuatu—baik itu tren, acara, informasi, atau momen sosial. Misalnya, ketika kamu merasa cemas karena tidak ikut nongkrong, tidak menonton serial yang sedang viral, atau tidak membeli produk yang sedang ramai dibahas di media sosial.
FOMO sering kali membuat seseorang merasa:
Tidak cukup update
Takut dianggap tidak gaul atau tidak relevan
Tidak ingin merasa tertinggal
Gelisah saat melihat keseruan orang lain di media sosial
Di balik perasaan tersebut, ada tekanan sosial dan ilusi bahwa orang lain menjalani hidup yang “lebih baik” dari kita.
Apa Itu JOMO?
JOMO (Joy of Missing Out) adalah kebalikan dari FOMO, yakni rasa bahagia karena memilih untuk tidak ikut serta dalam sesuatu demi menikmati waktu sendiri, menjalani hidup sesuai ritme pribadi, dan tidak merasa bersalah karena tidak mengikuti tren.
Orang yang memilih JOMO biasanya:
Lebih sadar akan kebutuhan pribadinya
Tidak mudah terpengaruh oleh tekanan sosial
Menghargai waktu tenang dan kesendirian
Fokus pada kehidupan nyata, bukan pencitraan digital
JOMO bukanlah sikap anti-sosial, melainkan bentuk kesadaran penuh terhadap apa yang benar-benar penting dalam hidup.
Kenapa FOMO Bisa Berbahaya?
Meski tampak sepele, FOMO dapat berdampak buruk apabila dibiarkan terus-menerus, terutama pada:
Kesehatan mental: Menimbulkan rasa cemas, rendah diri, bahkan depresi akibat perbandingan sosial yang tidak realistis.
Keuangan: Mendorong perilaku konsumtif dengan membeli sesuatu hanya karena sedang tren, bukan karena dibutuhkan.
Kehidupan sosial: Terlalu banyak berkata “ya” pada ajakan orang lain bisa membuat kita kehilangan arah dan tujuan pribadi.
FOMO pada dasarnya mendorong kita untuk hidup berdasarkan ekspektasi orang lain, bukan atas dasar keinginan dan kebutuhan diri sendiri.
Manfaat Memilih JOMO
Ketika kamu berani memilih JOMO, itu artinya kamu memberi ruang bagi diri sendiri untuk:
Lebih fokus pada hal yang penting
Lebih sadar terhadap emosi dan kebutuhan pribadi
Menikmati momen tanpa tekanan ekspektasi sosial
Membangun hidup yang autentik, bukan sekadar meniru orang lain
JOMO mengajarkan kita bahwa tidak mengikuti semua hal bukan berarti tertinggal. Justru, kita sedang menjaga kualitas hidup agar tetap seimbang dan bermakna.
FOMO atau JOMO? Pilih yang Seimbang
FOMO dan JOMO bukan dua kutub ekstrem yang harus saling dipertentangkan. Yang paling ideal adalah menemukan keseimbangan di antara keduanya:
Tidak semua tren harus diikuti, tapi tidak semua tren juga buruk.
Boleh ikut keseruan, asalkan tahu kapan harus istirahat.
Boleh update media sosial, tapi jangan sampai lupa menikmati kehidupan nyata.
Kuncinya adalah kesadaran dan kontrol diri. Tanyakan pada diri sendiri: apakah aku melakukan ini karena benar-benar ingin? Atau hanya karena takut tertinggal?
Menjadi Diri Sendiri di Tengah Kebisingan Dunia
Di tengah dunia yang penuh distraksi, memilih untuk tenang dan menikmati waktu sendiri bisa menjadi bentuk keberanian. Kita tidak harus ikut dalam setiap hal untuk merasa cukup. Kadang, menutup layar, menolak ajakan, atau tidak update media sosial justru memberi ruang bagi diri kita untuk bertumbuh.
FOMO atau JOMO? Pilihlah yang membuatmu lebih damai, bukan lebih gelisah.
Tambahkan Komentar