Muhamad Adib
Semarang, TABAYUNA.com - Menjadi pelaku percetakan tidak bisa dikatakan mudah. Sebab, selain melayani konsumen, pelaku bisnis percetakan harus memegang prinsip dan ruh literasi.

Bagi Muhamad Adib, menekuni dunia percetakan tidak lah mudah. Sebab, perlu strategi, ketekunan, keuletan dan juga kesabaran. Tak heran, sejak lulus SMA dulu, ia malang-melintang bekerja menjadi perantauan di sejumlah daerah yang kemudian ia istikamah menekuni bisnis percetakan.



"Dulu sejak saya lulus MA 2009, saya merantau ke Surabaya dan beberapa daerah lain. Lalu tahun 2011, saya diajak Kakak saya ke Semarang di sebuah fotokopian. Sekitar tiga tahun di sana, agak bosan, terus saya pindah," ujar Adib sembari menceritakan pengalamannya kepada Tabayuna.com, Minggu (31/12/2017).



Dulu ya intinya pindah bos lah, kata dia, di belakang kampus UIN Walisongo Semarang. "Kemudian, karena saya bosan jadi karyawan, pada 2016 yang merintis sendiri. Saya membuat percetakan kecil di daerah Krapyak Semarang," beber pria asal Grobogan tersebut.



Tapi di sana, kata dia, bangkrut cuma bertahan tiga bulan. "Kemudian saya bertemu teman saya, yaitu Joko, Hendra dan Aziz dan lainnya, saya bertekat merintis percetakan Syakira Press," kata dia.



Dulu, modal awal hanya sekitar Rp 30.000.000 itu sudah beli mesin dan sewa kios dan alat tulis yang lain, serta perlengkapan yang lain.



"Tapi sejak 2017 ini, percetakan kami tidak hanya melayani percetakan skripsi, tesis dan disertasi, jurnal, prosiding seminar, modul, serta dokumen lainnya. Tapi juga bekerjasama dengan Penerbit Formaci dan CV. Pilar Nusantara untuk menerbitkan buku," lanjut dia.



Soal pendapatan perbulan, ia tidak memperinci secara detial. "Ya ada lah, lumayan bisa untuk menabung," beber dia.



Dorong Literasi

Selain menjadi pekerja pecertakan, Adib juga tidak berhenti sampai di sana. Untuk menambah khazanah literasi, ia pun rajin mendatangi pameran dan bazar buku biar tidak tertinggal meskipun belum bisa melanjutkan kuliah.



"Saya berencana menulis buku, kan sekarang sudah ada kerjasama dengan penerbit. Jadi agak mudah dan bisa mengembangkan kemampuan intelektual," jelasnya.



Untuk buku yang akan saya tulis, kata dia, ya sekitar buku puisi atau cerpen nantinya.



Ia pun berpesan, meski tidak bisa kuliah, akan tetapi pemuda yang bisnis percetakan tidak boleh gaptek dengan ilmu pengetahuan. "Kita sehari-hari dihadapkan dengan mahasiswa yang mengurus makalah, skripsi, laporan PPL, KKN, nah kalau tidak melek literasi kan wagu juga. Makanya harus mendalami perbukuan," kata lulusan MA. Sunniyyah Selo, Grobogan.


Sampai 2017 ini, kata dia, sudah puluhan buku yang dicetak Syakira Press. "Ada bukunya dosen, guru, peneliti, sastrawan, sampai dekan dan rektor," ujar doa.

Di akhir tahun 2017 ini, ia berharap semua mimpinya bisa terwujud. Yaitu membesarkan percetakannya. "Kuncinya, ya sabar, telaten, yakin, dan jangan lupa sedekah, meski tidak banyak uang, tapi jangan lupakan sedekah. Lalu tidak mudah putus asa dan penting adalah doa dari orang tua," tutup dia. (tb99/hi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar