Ilustrasi foto mediaindonesia.com
Oleh M Yudhie Haryono

Bagaimana kalau aku rindu? Tanyamu pada kekasihmu. Pujaanmu menjawab dengan tangkas, "pecahkan batu di situ ada aku. Belahlah kayu di situ ada aku."

Lalu, seribu gerhana kalian tak berjumpat. Beberapa bulir padi jadi saksinya. Terkadang, di antara lafal purba, engkau mengetik puisi: Dan, menyintaimu adalah bagai menggenggam es di ujung dunia: jauh dan menggigil.

Adakah hidup yang lebih tengil dari mencintai? Adakah hidup yang lebih bakhil dari merindui? Adakah hidup yang lebih absurd dari kerinduan tetaplah kerinduan dalam beban yang tidak tak tertahankan?

Di pojok-pojok kota Makkah engkau menangis. Mengirim balik air mata terbaik anugerah ilahi ke ayat-ayat kursi. Kini, hidup tak layak dipertaruhkan. Beranak pinak tinggal dijalankan.

Wahai rabbi, panggilmu dalam tiap sujud dukhamu. Ternyata meraih kesempatan, tak semudah kusangka: tak secepat membuang kucing. Kini, kisahku setia menunggu lelaki kecil menantang hidup, seperti kisah izrail yang akan keliling dunia. Aku selalu sertakan doa, seolah mantra menjelma nafas yang gigil terantuk pagi.

Antara ngalian, purwakarta dan jeddah doa-doa ini mubazir. Mengalir tanpa tahu hilir. Mengetik tangismu, kita teringat ritmis sedih Soe di buku hariannya, "Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: 'dapat mencintai, dapat iba hati, dan dapat merasai kedukaan'. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda.

Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan rasa yang paling bernilai itu. Kalau manusia telah kehilangan rasa itu maka absurdlah hidupnya" (Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran, 1989).

Wahai perempuan suci. Tak akan hina di mata manusia dan alam raya, jika kau timbun pengetahuan; rakus baca dan bersetia. Engkau begitu mulia. Walau kutahu engkau tak berpayudara dan tak bervagina. Cintamu hanya untuk tuhan saja. Maka, orang seperti kami harus belajar mencintai tanpa memaksa dicintai; memahami tanpa memaksa dipahami; menyayangi tanpa harus dibalesi. Semoga waktu meningkatkan ikhlas hati kami.(*)
Bagikan :

Tambahkan Komentar