Abdul Fikri Faqih. (Foto: Tribun News).
TABAYUNA.com - Di tengah gencar-gencarnya pemerintah memberantas terorisme, radikalisme, di berbagai lini, politis PKS ini malah sebut pemerintah reaksioner. Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai rencana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendata nomor seluler dan akun media sosial mahasiswa dan dosen adalah langkah reaksioner yang tidak perlu dilakukan.



“Ada 7,5 juta mahasiswa, 300 ribu dosen dan 200 ribu tenaga kependidikan di seluruh Indonesia, sehingga ada sekitar 8 juta yang mesti diawasi. Tentu berat sekali untuk mengawasi itu semua. Padahal Kemenristekdikti masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan terkait pendidikan tinggi di negeri ini,” ujar Fikri dalam rilisnya yang diterima Parlementaria, Kamis, (7/6/2018) seperti dinukil dari Tribun News oleh Tabayuna.com.

Langkah Abdul Fikri Faqih ini justru yang aneh. Bukannya mendukung pemerintah secara moril maupun kebijakan strategis, politis PKS ini malah kontraproduktif dengan langkah tegas dan konsisten pemerintah dalam memberantas terorisme.

Menurutnya, menanggulangi terorisme yang berkembang tidak dapat diselesaikan dengan langkah reaksioner, tetapi harus dilakukan dengan pikiran panjang dan tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.

“Terorisme, isme, itu kan paham. Terbentuk dari proses yang panjang sehingga kita juga perlu memahami penyelesaiannya juga merupakan proses yang panjang,” jelas politisi PKS itu.

Baca: Dituntut Hukuman Mati, Aman Abdurrahman Si Teroris Itu Ketahuan Ngompol di Celana

Ia sepakat bahwa untuk menangkalnya, perlu dilakukan langkah yang sistematis dan menyentuh konsep pendidikan. Mengingat pendidikan merupakan proses yang membentuk pengetahuan dan paham dalam diri seseorang. Ia menekankan, perlunya grand design pendidikan yang memadai. “Kita selama ini tidak punya grand design, ganti pemerintahan juga ganti kurikulum,” imbuh Fikri.

Selain itu, Fikri juga menilai operasi yang dilakukan oleh para teroris selama ini bersifat silent sehingga perlu pemerintah hendaknya juga perlu mengantisipasinya dengan langkah silent, bukan dengan ekspos besar-besaran. “Jangan-jangan memang diekspos besar-besaran hanya untuk menunjukkan bahwa pemerintah bekerja,” tandasnya.

Politisi dapil Jawa Tengah itu merasa ekspos yang saat ini berkembang sudah berlebihan, termasuk soal rilis daftar tujuh kampus negeri yang diduga terpapar radikalisme menurut BNPT memberikan dampak negatif bagi pendidikan.

“Selama ini kita sedang mendorong kampus-kampus tersebut menjadi World Class University (WCU). Rilis tersebut tentu memberikan citra negatif terhadap kampus dan dunia pendidikan kita. Ini kontraproduktif dan merugikan," pungkasnya.(tb44/tn).

Bagikan :

Tambahkan Komentar