TABAYUNA.com – Berbeda dengan KH. Abdurrahmah Wahid (Gus
Dur), KH Mustofa Bisri (Gus Mus) memiliki pendapat sendiri soal ciri-ciri
waliyullah. Menurutnya, ada 2 cara agar seseorang menjadi seorang “wali”.
Syarat pertama, rabbunallah, mengagungkan Allah
sedangkan yang kedua tsummastaqamu, kemudian
beristiqamahlah!
Paparan itu dikemukakan KH Mustofa Bisri dalam Pengajian Umum
dalam
rangka Haul Mbah Muhammad Arif yang dilaksanakan
di Masjid Jami Muhamad Arif Dukuh
Sendang Sari RW. 01 Desa Banjaran Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara, Rabu (12/9/2018) siang.
Syarat berikutnya disampaikan Gus Mus, begitu kiai ini akrab disapa yakni alla takhafu wala tahzanu. “Jangan takut dan jangan susah,” tandasnya kepada ratusan jamaah yang memadati lokasi pengajian.
“Susah dengar dolar naik berarti bukan “wali”,” seloroh Gus Mus sembari disambut tawa hadirin.
Contoh ketakukan dan kesusahan lain yang diungkapnya saat menjelang tahun politik seperti sekarang ini. “Politisi-politisi kok semakin menjadi-jadi. Tahun politik kok semakin seperti ini keadaannya,” bebernya.
Atas kondisi itulah pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang ini kerap diundang aparat kepolisian untuk mengisi ceramah. Kiai nyentrik berusia 74 tahun ini juga menegaskan di manapun berada harus tetap khusyuk.
“Di Bangsri, Semarang, Jakarta, dan Singapura harus khusyuk. Di masjid Tuhannya Gusti Allah. Di pasar juga juga Allah Tuhannya, bukan “untung”,” jelasnya disambut tawa hadirin lagi.
Dalam pengajian yang juga dimeriahkan grup rebana Polwan Polres Jepara “Esthi Bakti Warapsari” Gus Mus yang juga Rais Syuriyah PBNU ini menegaskan Mbah Arif adalah “wali”.
Kesempatan itu dia mengajak jamaah agar tidak perlu menghiraukan kelompok yang membidahkan maulid nabi, haul maupun tradisi nahdliyin yang lain.
“Haul tujuannya mengingat Mbah Arif. Mbah Arif sudah wafat tapi saya meyakini orang baik. Karena mengajak orang untuk masuk surga,” tandas Gus Mus. (tb44/sm).
Syarat berikutnya disampaikan Gus Mus, begitu kiai ini akrab disapa yakni alla takhafu wala tahzanu. “Jangan takut dan jangan susah,” tandasnya kepada ratusan jamaah yang memadati lokasi pengajian.
“Susah dengar dolar naik berarti bukan “wali”,” seloroh Gus Mus sembari disambut tawa hadirin.
Contoh ketakukan dan kesusahan lain yang diungkapnya saat menjelang tahun politik seperti sekarang ini. “Politisi-politisi kok semakin menjadi-jadi. Tahun politik kok semakin seperti ini keadaannya,” bebernya.
Atas kondisi itulah pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang ini kerap diundang aparat kepolisian untuk mengisi ceramah. Kiai nyentrik berusia 74 tahun ini juga menegaskan di manapun berada harus tetap khusyuk.
“Di Bangsri, Semarang, Jakarta, dan Singapura harus khusyuk. Di masjid Tuhannya Gusti Allah. Di pasar juga juga Allah Tuhannya, bukan “untung”,” jelasnya disambut tawa hadirin lagi.
Dalam pengajian yang juga dimeriahkan grup rebana Polwan Polres Jepara “Esthi Bakti Warapsari” Gus Mus yang juga Rais Syuriyah PBNU ini menegaskan Mbah Arif adalah “wali”.
Kesempatan itu dia mengajak jamaah agar tidak perlu menghiraukan kelompok yang membidahkan maulid nabi, haul maupun tradisi nahdliyin yang lain.
“Haul tujuannya mengingat Mbah Arif. Mbah Arif sudah wafat tapi saya meyakini orang baik. Karena mengajak orang untuk masuk surga,” tandas Gus Mus. (tb44/sm).
Tambahkan Komentar