Ilustrasi Youtube
Oleh Ayik Heriansyah
Mantan Ketua HTI Bangka Belitung

Bagi pembaca Sirah Nabawiyah barangkali biasa saja menanggapi aksi kamuflase HTI dengan benderanya. Orang awam menyangka bendera yang dibawa HTI merupakan bendera Islam, bendera umat, bendera tauhid atau bendera Rasulullah Saw. Untuk memperkuat keawaman masyarakat, HTI menyertai hadits-hadits tentang liwa rayah dengan pemaknaan dan syarah hoax khas HTI. Umat terkesima termakan pemahaman HTI.

Tikaman-tikaman politik HTI kepada NKRI, NU, Ansor dan Banser bisa ditelusuri jejak sejarahnya pada kasus Abdullah bin Ubay bin Salul di Madinah. Memang HTI bukan Abdullah bin Ubay hanya saja ada benang merah kesamaan latar belakang, strategi dan taktik politik antara keduanya.

Abdullah bin Ubay bin Salul hampir jadi penguasa Yatsrib seandainya Muhammad Saw tidak hijrah ke sana. Ambisinya yang menggebu-gebu untuk memimpin Bani Aus dan Khazraj layu di tengah jalan. Abdullah bin Ubay gigit jari menerima kenyataan kepemimpinan umat diserahkan kepada Muhammad Saw Sang Nabi akhir zaman.

Dongkol dan dendam yang mendalam mengisi hari-hari Abdullah bin Ubay sejak Nabi Saw tiba di Madinah. Hampir tidak ada kesempatan baginya untuk menampakkan kemarahannya saking kuatnya dukungan umat kepada Muhammad Saw.  Ia-pun terpaksa pura-pura masuk Islam.

Abdullah bin Ubay menemukan momentum setelah perang antara kaum muslimin melawan Bani Musthaliq pada bulan Sya'ban 5/6 H. Sepulang dari peperangan ini peristiwa haditsul ifk terjadi. Abdullah bin Ubay membuat isu tidak senonoh kepada istri Nabi Saw, Aisyah. Beberapa orang sahabat termakan isu ini lalu ikut menyebarkan hoax tentang 'Aisyah. Ulah Abdullah bin Ubay membuat Nabi Saw sakit hati. Nabi Saw mengurung diri sampai turunnya wahyu Allah yang mengklarifikasi membantah berita hoax itu.

Belum puas menyebarkan hoax, Abdullah bin Ubay juga mendeskriditkan Nabi Saw. Katanya:
“Perhatikan, demi Allah, nanti kalau kita sudah pulang ke Madinah maka orang yang paling mulia pasti akan mengusir orang yang paling hina”

Ucapan ini sampai ke telinga Nabi Saw. Mengetahui hal tersebut  Umar bin Khotthob yang berada di dekat Nabi Saw naik pitam. Kemarahannya memuncak sudah tidak bisa menahan kesabarannya. Umar ra menyarankan Nabi Saw agar memerintahkan Abbad bin Bisyr untuk memenggal leher Abdullah bin Ubay si  munafik bermulut kotor pembuat isu hoax.

Kata Nabi Saw,

فَكَيْفَ يَا عُمَرُ إذَا تَحَدَّثَ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ! لَا وَلَكِنْ أَذَّنَ بِالرَّحِيلِ
“Bagaimana Umar, jika nanti orang-orang malah membincangkan bahwa Muhammad telah membunuhi shahabat-shahabatnya?! Tidak (saya tidak akan menuruti saranmu), tapi umumkan agar orang-orang segera memulai perjalanan” (Siroh Ibnu Hisyam, juz 2 hlm 291).

Bukan perkara sulit bagi Nabi Saw untuk mengeksekusi Abdullah bin Ubay.  Nabi Saw dan beberapa orang sahabat dekatnya saja yang tahu kalau Abdullah bin Ubay casingnya muslim tapi isinya kafir. Zhahirnya Islam tapi hatinya tidak beriman. Akan tetapi mayoritas umat mengenal Abdullah bin Ubay sebagai muslim. Apa kata umat Islam jika Nabi Saw membunuhnya. Pasti Nabi Saw akan dibully kaum munafik pengikut Abdullah bin Ubay sehingga terbentuk opini umum bahwa Muhammad Saw telah membunuh saudara muslimnya sendiri. Akan timbul kegaduhan yang menggelinding seperti bola salju. Bukankah kegaduhan masyarakat itu yang diinginkan oleh kaum munafik?!

Nabi Saw berpikir jauh ke depan. Demi menjaga stabilitas masyarakat, Abdullah bin Ubay tidak ditindak, dibiarkan tapi tetap diawasi dan membentengi opini umat dengan menyematkan julukan munafik kepadanya. Dengan hukuman moral, sosial dan politik, Abdullah bin Ubay dan gerombolannya jadi tidak berkutik. Di saat yang sama kehidupan kaum muslimin berjalan sebagaimana mestinya.

Cara Nabi Saw mengatasi Abdullah bin Ubay bisa kita contoh untuk menghadapi HTI. Tindakan fisik kepada HTI wewenang aparat penegak hukum. Bagi kita cukup menggelar mereka kaum bughat, pemecah persatuan dan kesatuan umat Islam di Indonesia dan anti NKRI. Sambil terus memantau pergerakan mereka dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah.

Bandung, 23 Oktober 2018
Bagikan :

Tambahkan Komentar