Oleh
Hamidulloh Ibda
Penulis merupakan salah satu penggemar Slank
Pada
26 Desember 2018 ini, usia grup band Slank genap 35 tahun sejak 26 Desember
1983. Perayaan hari ulang tahun band asal Gang Potlot ini dipuncaki dalam
konser di 35 Tahun Slank pada Ahad (23/12/2018) bertajuk “Indonesia Now” dan tanggal
30 Desember 2018. Selain membumikan spirit musik rock, perayaan ulang itu juga
mengajak masyarakat dan utamanya Slankers terus bekerja, berkarya serta merawat
negeri ini.
Usia
yang tak begitu muda dan masih banyak pekerjaan rumah bagi Slank untuk terus merawat
Nusantara ini. Band yang digawangi Bimbim bersama Kaka, Ridho, Ivanka, Abdee
Negara ini menjadi legenda tidak sekadar karena produktivitas membuat lagu dan
memiliki jutaan penggemar saja. Meski Slank sendiri tidak sekadar punya
penggemar atau fans, melainkan umat fanatik bernama Slankers dan Slanky yang
tersebar di seluruh pelosok negeri.
Keunikan
Slank ditunjukkan lewat peran sosial, budaya, seni, dan sikap politik yang
berdampak besar pada bangsa ini. Berbagai penghargaan dan prestasi didapat tak
hanya skala nasional, namun juga internasional. Ribuan Slankers dan Slanky pun
tersebar di pelosok negeri di bawah naungan Slank Fans Club (SFC) dan komunitas
lainnya. Lewat virus Peace, Love, Unity,
and Respect (PLUR) dan faham Slankissme
atau Slank Is Me, Slank ibarat
band yang punya motor penggerak di berbagai lini kehidupan.
Cara
bermain musik personelnya tak hanya dalam tataran nada dan irama, namun sudah
mendarahdaging pada ideologi atau faham Slankissme.
Mulai dari perdamaian, cinta, persatuan, rasa hormat, bahkan antinarkoba,
antikorupsi, dan lainnya. Hal ini yang menjadikan penggemar Slank sangat fanatik
karena virus tersebut.
Merawat “Pulau
Biru”
Di
album kedua, Kampungan (1991), ada
lagu Slank berjudul Pulau Biru yang
menjadi impian adanya negara ideal yang juga dibawakan di konsep HUT Slank 35
kemarin. Dalam lagu itu, Slank menceritakan pulau yang dihuni manusia
bijaksana, hidup penuh kesenangan, dan tak penuh salah paham.
Lagu
bernada perdamaian ini menggambarkan tempat indah, penuh cinta, tak ada hakim
dan terdakwa, tak ada penjajah dan yang dijajah, serta jauh dari kriminal. Impian
Slank tentang “Pulau Biru” ini tentu masih belum tercapai seratus persen di
negeri ini. Namun, lewat perjuangan Slank sejak awal berdiri sampai sekarang, banyak
sekali pengaruhnya di berbagai ranah kehidupan.
Di
bidang musik, Slank mempengaruhi band beraliran Rock n Roll dan Blues yang lain.
Banyak pula band, dan musisi besar yang secara ideologis tumbuh dari Gang
Potlot serta dipengaruhi personel Slank yang masuk ke dalamnya. Seperti Imanez,
Kidnap Katrina, Anang Hermansyah, BIP, Cozy Republic dan lainnya.
Lewat
karyanya sejak 1983 yang resmi rekaman 1990, Slank banyak menghasilkan album.
Tercatat, ada 33 album studio, ditambah album religi bertajuk Doa (2016) dan Palalopeyank (2017), Slank Nggak Ada Matinya (2018). Sementara album live ada empat, lalu empat album soundtrack, dua album mini dan dua album sponsor.
Produktivitas
itu menjadikan Slank dilirik semua kalangan yang kemudian ditempatkan sebagai
band berpengaruh besar. Sukardi Rinakit (2013) lewat novel “Slank 5 Hero Dari Atlantis (Peace: Virus Padi dan Sayur)” juga
berusaha keras menggambarkan peran Slank bagi bangsa ini. Sebab, Slank memang
berpengaruh besar terhadap gaya hidup, pola pikir bahkan sikap politik kaum
muda di negeri ini.
Lewat
lagu Anak Mami (1999), Loe Harus Grak (2004), Mars Slankers (2004), Jurus Tandur (2010), Slank juga menyeru
pemuda khususnya Slankers bekerja keras dan mandiri. Apa saja profesinya, pemuda
haram bersembunyi di balik “ketiak” mami atau papi mereka. Bahkan, Presiden
Jokowi pun terinspirasi dari Slank dengan memberi nama “Kabinet Kerja” sebagai
ujung tombak pemerintahan.
Pada
Desember 2017 lalu, Slank resmi meluncurkan SlanKopi sebagai wujud Slankerprenuer.
Sejak dulu pun, Slank sudah melakukan gerakan kemandirian riil pada Slankers
lewat penjualan asesories dan kaset Slank lewat SFC di tiap daerah. Ajakan Slank
untuk mandiri tidak hanya lewat lagu, namun juga gerakan nyata.
Hal
itu terbukti pada tahun 2009, ketika saya datang pertama kali ke Gang Potlot,
alhamdulillah bisa bertemu Mas Bimbim. Lewat obrolan sederhana dan foto-foto,
Bimbim mengajak Slankers yang datang ke Gang Potlot untuk berkarya dan bekerja
lewat apa saja. Pola seperti ini menjadikan Slank berbeda dengan band lainnya.
Kementerian
Luar Negeri pada Desember 2017 telah memberikan hadiah ulang tahun Slank dengan
menobatkannya menjadi Duta Perlindungan WNI 2017. Sebelumnya, tahun 2016 Slank dinobatkan
Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (PP RMINU) menjadi
Duta Santri Nasional.
Sejak
berhenti menggunakan narkoba, Slank kerap dipercaya berbagai institusi untuk
menyuarakan perubahan bangsa. Mereka dalam catatan Republika.co.id (17/3/2016), ditunjuk menjadi Duta Indonesia Hijau
dari Kementerian Lingkungan Hidup (2006), Duta Pro Fauna dari Pro Fauna (2002),
Duta Anti Korupsi KPK (2007), Duta Pulau Komodo (2011), Duta Kebersihan Jakarta
dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2013), dan Duta Rehabilitasi Narkoba BNN
(2014).
Ini
artinya, Slank bukan sekadar band yang “genjrang-genjreng” dan memburu materi,
namun aktivitasnya tidak lain lebih pada merawat bangsa ini. Lewat musik, Slank
berdakwah apa adanya tanpa harus mengutamakan bungkus.
Sikap Politik
Sejak
lengsernya Presiden SBY, sikap politik Slank memang beda. Dulu, Slank selalu
menolak dijadikan brand dan alat
kampanye parpol atau calon presiden. Bahkan pada 2009, Slank pernah mengatakan
“anjing” kepada salah satu calon presiden karena fotonya dijadikan baliho
kampanye tanpa izin terlebih dahulu.
Slank
juga mengritik keras pemerintah sejak 1990 lewat syair-syair ciptaan Bimbim dan
kawan-kawannya. Lagu PISS (1993), Birokrasi Complex (1994), Hey Bung! (1994), Gossip Jalanan (2004), Kritis
BBM (2005), Solidaritas (2005), Seperti Para Koruptor (2008), misalnya,
penuh pesan moral dan perubahan bangsa.
Namun
Slank sekarang lebih lunak, jernih, memakai konsep dan tampaknya melakukan
perubahan di negeri ini tak harus melulu lewat syair-syair lagu. Maka Slank merumuskan
konsep pemimpin ideal ala mereka.
Lewat
nama-nama tokoh bersih dan revolusioner yang mereka himpun, Slank mendorong nama-nama
itu menjadi pemimpin. Wajar saja, Slank karena menilai Jokowi baik, sejak
menjadi Gubernur DKI sampai Presiden RI sekarang, Slank selalu pro terhadap
kepemimpinan Jokowi dan mendukung programnya yang baik.
Bahkan,
menjelang detik-detik akhir Pilpres 2014 lalu, kehadiran Slank menjadi penentu
kemenangan Jokowi-JK. Meski hal itu dinilai sebagian Slankers kurang bagus,
namun Slank menunjukkan “punya sikap”. Bimbim sendiri dalam sebuah acara
televisi mengatakan Slank lebih besar dari parpol, namun suara Slank tidak bisa
dibeli. Sebab, politik Slank adalah politik moral, bukan politik kekuasaan.
Sikap
politik seperti ini harus ditiru semua grup band untuk merawat bangsa ini.
Sebuah band tak hanya urusan membuat, merekam musik dan mendapat royalti, namun
harus menyebarkan spirit merawat negeri ini melalui penggemar mereka.
Semua
Slankers harusnya bisa menyebarkan virus perubahan untuk menjaga keutuhan
bangsa. Jika tak bisa, harusnya
mereka malu menjadi Slankers. Sebab, Slankers itu pencipta, pengabdi, perawat
bangsa, bukan yang hobi tawuran dan membuat onar. Jika membuat onar, apa pantas
disebut Slankers?
Tambahkan Komentar