Ilustrasi Hello Sehat
SEMARANG, Tabayuna.com - Polemik yang bergulir terkait RUU Permusikan menjadi perbincangan oleh segenap musisi di Semarang. Mereka menggelar diskusi terkait RUU Permusikan di Impala Space Semarang.

Dalam diskusi tersebut, Panelis yang dihadirkan sebagai pembicara adalah Akademisi Unika Soegijapranata Semarang, Donny Danardono, Aktivis LBH Semarang, Ivan Wagner Baraka, dan Perwakilan Koalisi Nasional Tolak (KNTL) RUU Permusikan, Adiyat Jati Wicaksono. Ketiganya memberikan pandangan mereka dengan dipandu oleh Gatot Hendraputra.

Donny Danardono, menilai RUU Permusikan ini berdasar pada soal sertifikasi profesi musisi. Menurutnya, sertifikasi ini tidak dapat diterapkan pada pemusik sebagai profesi.

“Kalau kita lihat, sertifikasi ini dilakukan untuk profesi yang memiliki hubungan kuat dengan klien. Sementara pemusik, menurut saya  tidak secara langsung melayani klien,”kata Donny, saat diskusi, Jumat (15/2).

Donny menerangkan, uji kompetensi sebagai salah satu syarat sertifikasi juga tidak dapat diterapkan kepada pemusik maupun pelaku kesenian lainnya.

Menurutnya, karya yang dihasilkan pemusik merupakan wujud ekspresi pengalaman dan pengetahuan yang berdasar pada teori-teori seni tertentu.

“Pemusik dan pelaku seni lainnya lebih membutuhkan kritik terhadap karya mereka. Kritik akan memperbaiki mutu pemusik dalam berkarya. Termasuk pembuktian apakah patut disebut pemusik atau seniman pada umumnya,”papae Donny.

Lebih jauh, Donny menilai kalau uji kompetensi dan sertifikasi justru akan memenjarakan kemampuan pemusik dalam mengekspresikan diri.

Senada dengan hal tersebut, Perwakilan LBH Semarang, Ivan Wagner Bakara merasa kalau kebebasan berekspresi tidak bisa dibatasi begitu saja.

Menurut dia ekspresi memiliki kebebasan yang disepakati secara universal oleh dunia. Kemudian lanjut dia, kesepakatan tersebut diratifikasi menjadi UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang hak sipil politik.

“Hal itu, tidak bisa dibatasi oleh siapapun. Karena itu juga akan bertentangan dengan konstitusi di negeri ini,”katanya.

Tak hanya itu, Ivan mengatakan bahwa salah satu cara agar RUU Permusikan ini tidak jadi disahkan adalah dengan mengajukan petisi kepada institusi yang berwajib.

“Namun, kalau RUU ini nantinya sah, masyarakat tetap bisa menolak dengan mengajukan gugatan Judicial Review ke Mahkamah Agung. Agar, UU tersebut diuji kembali,”tegasnya.

Sementara itu, salah satu pemusik yang menolak RUU tersebut, Adiyat Jati Wicaksono, menilai Pemerintah tidak perlu membatasi proses kreatif pemusik.

“Justru yang harus dilindungi adalah karya pemusik,”tukasnya.

Adiyat menambahkan, RUU ini terlihat adanya kesenjangan antara pemusik yang berada dalam industri mainstream dengan pemusik independen.

Selain itu, Adiyat juga melihat kecenderungan pembatasan bagi pemusik oleh pemerintah. Alasannya, lanjut dia, banyak pemusik yang turut mengampanyekan mengenai isu-isu tertentu.

“Dan mereka memiliki basis massa yang luar biasa. RUU Ini bisa saja salah satu bentuk represi yang dilakukan agar pemusik tidak banyak bergerak,”katanya. (TB44/Haris).
Bagikan :

Tambahkan Komentar