Oleh Laila Nur Latifah
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Temanggung


Artikel ini membahas tentang berbahasa santun, yang merupakan salah satu alat memperbaiki kualitas diri. Dengan penulis Surami, salah satu mahasiswa STAINU Temanggung, yang berlatar belakang seorang guru di MI Kemloko di daerah Temanggung. Beliau memilih tema ini karena bahasa yang digunakan oleh anak jaman skarang dapat dikatakan semrawut, berbeda jauh dengan anak jaman dulu. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mengidentifikasi. Yang secara tradisional bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan perasaan, gagasan, maupun konsep. Kesantunan dalam berbahasa, ialah salah satu tolak ukur dalam menilai kesopanan manusia. Dalam berinteraksipun terdapat aturan-aturan yang harus dilakukan penutur dan mitratutur, agar menjadi komunikasi yang baik. Bahasa atau tuturan dapat dikatakan baik sesuai dengan ukuran kesantunan masyarakat, dengan siapa dia berbicara. (hlm 185)

Santun dalam berbahasa merupakan salah satu aspek dalam meningkatkan kecerdasan emosional, yang di mana penutur dan mitra tutur harus menjaga keharmonisan dalam berinteraksi. Kesantunan, kesopanan atau etika, tatacara, adat atau kebiasaan berbahasa yang berlaku di masyarakat secara verbal maupun non verbal. Penggunaan bahasa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kaidah yang berlaku. Dalam berbahasa terdapat beberapa bentuk berbahasa yang satun:
a. Menggunakan tuturan tidak langsung.
b. Menggunakan kata-kata kias.
c. Menggunakan gaya bahasa halus.
d. Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud.
e. Gunakan tuturan yang implisit. (hlm 186-188).

Masalah dalam berkomunikasi tidak jarang ditemui, misal antara guru dan anak didik yang terkadang anak didik menggunakan bahasa yang kurang baik, kemudian anak kepada orang tua kebanyakan anak sekarang berkomunikasi dengan orang tua, bahasa yang ia gunakan dalam berkomunikasi sama dengan yang ia gunakan saat berkomunikasi dengan temannya, tidak ada bedanya antara bahasa untuk orang tua dan teman. Dari beberapa contoh tersebut terdapat tatacara berbahasa:
a. Sesuai kaidah, kondisi, dan situasi.
b. Ragam bahasa sesuai dengan situasi.
c. Menerapkan giliran berbicara dengan baik, dengan artian tidak memotong pembicaraan mitra tutur.
d. Mengatur volume, dan intonasi dalam berbicara.
e. Sikap yang baik saat berbicara.
f. Memahami waktu bicara, kapan harus diam, dan mengakhiri pembicaraan. (hlm 189).

Dalam berbahasa tidak terdapat alasan untuk menggunakan bahasa santun, karena bahasa cerminan dari perbaikan sikap, perilaku sesorang, dan menjadi sebuah kebutuhan setiap orang. Pada siapapun kita berbicara sebaiknya menggunakan bahasa yang santun.
Terdapat 3 poin penting untuk penutur dan mitra tutur dalam berinteraksi, (1) paham dengan maksud yang disampaikan mitra tutur; (2) mencari aspek tutur yang lain; (3) tuturan akan disimak oleh orang lain (orang ke-tiga). Menurut Leech terdapat empat prinsip kesantunan berbahasa: (1) penerapan prinsip kesopanan (politeniess principle)’ (2) menghindari kata tabu (taboo); (3) hindari penggunaan eufemisme (ungkapan penghalus); (4) pemilihan kata honorifik (ungkapan hormat). (hlm 190-192).

Tujuan utama berbahasa santun yakni, memperlancar komunikasi. Bahasa yang berbelit-belit, atau tidak to the point juga merupakan salah satu contoh berbahsa yang tidak santun. Berbahasa yang santun memiliki faktor-faktor penentuan dalam berbahasa:
a. Faktor penentu kesantunan
Intonasi
Nada bicara
Pilihan kata
Struktur kalimat
Gerak-gerik anggota tubuh (hlm 193)

b.Faktor penggagal komunikasi:
Mitra tutur tidak memiliki informasi lama.
Mitra tutur tidak tertarik dengan informasi yang disampaikan.
Tidak sesuai keinginan mitra tutur.
Mitra tutur tidak paham dengan yang disampaikan penutur.
Melanggar kode etik dalam berkomunikasi.

c.Faktor kebahasaan sebagai tanda kesantunan:
Faktor faktor kebahasaan (penggunaan diksi, pengunaan gaya bahasa atau majas).
Faktor non-kebahasaan (topik pembicaraan, konteks situasi kondisi). (hlm 194)

Dalam menciptakan kesantunan bahasa diperlukan unsur paralinguistik, kinetik, dan prolsemika. Dan ketiga unsur ini tidak kaku dan absolut, karena perbedaan setiap konsep dan konteks situasi. Dalam komunikasi atau menggunakan bahasa harus sesuai situasi, kondisi, dan kaidah-kaidah yang berlaku. (hlm 198-199).

Kekurangan dan kritik
Dalam buku ini penulisannya terdapat kata yang kurang huruf, kelebihan huruf, dan slah penggunaan huruf. Bahasa yang digunakan tidak to the point, terlalu berbelit-belit, sehingga sedikit sulit dipahami. Penggunaan tanda baca ada yang kurang tepat, terkadang menimbulkan salah tafsir saat membaca. Sebaiknya penulis meneliti, dan mencermati lagi hasil karya tulisnya, agar meminimalkan kesalahan dalam karya tulis.

Kelebihan dan pujian
Buku ini sangat cocok dijadikan panduan dalam mendidik, dan membentuk karakter anak. Berbagai solusi dicantumkan untuk mengatasi masalah yang terdapat pada anak didik. Jurnal tentang Pemilihan Bahasa Santun Dalam Membangun Karakter Anak MI/SD ini sangat membantu dalam membentuk karakter anak melalui bahasa, dan sangat menarik untuk dibaca. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari jurnal ini.
 
Biodata Buku
Judul: Bahasa Cermin Karakter Anak
Nama Penulis: Surami
Nama Editor: Hamidulloh Ibda, M.Pd
ISBN: 978-602-50566-5-9
Penerbit: Forum Muda Cendekia (Formaci), Semarang
Tahun Terbit: 2019
Cetakan: 1 (Pertama)
Teba: 21 X 24 cm, xviii+396 Halaman
Bagikan :

Tambahkan Komentar