Ilustrasi Kompasiana
Oleh Putri Amaliya
Mahasiswa STAINU Temanggung

Era milenial adalah istilah sebutan untuk era kekinian, atau anak-anak remaja sering menyebut dengan bahasa gaulnya  kids zaman now. Adanya era milenial ini karena lahirnya generasi-generasi milenial, yang mana milenial itu dapat diartikan generasi yang lahir pada tahun 1980-2020 atau generasi yang berumur 15-34 tahun.   Koordinator Tim NU Milenial Fariz Alniezar menegaskan bahwa generasi milenial merupakan salah satu isu penting. Sebab bukan saja menyangkut jumlahnya yang sangat besar, namun lebih dari itu generasi ini memiliki watak, ciri, sifat yang berbeda-beda.

Bukan hanya dipengaruhi oleh watak, ciri, dan sifat yang dimiliki oleh generasi muda, namun sangatlah dipengaruhi oleh berkembangnya teknologi. Dapat kita lihat di zaman sekarang ini hampir semua dari kalangan manusia menggunakan teknologi baik dari kalangan anak-anak, remaja, maupun dari kalangan orang tua.

Dalam sudut pandang kehidupan, khusunya di Indonesia sendiri antusias masyarakat untuk memperdalam ilmu agama tampak mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Dapat kita ambil sisi positifnya, bahwa memperdalam ilmu agama itu sama halnya dengan memperbaiki akhlaq dan moral.

Di satu sisi, kita bisa temukan model keberagamaan yang styles dan fashionable. Menjadi muslim era milenial adalah menjadi muslim yang gaul, cerdas dalam berfikir, dan memperhatikan fashion sekaligus modern.

Di era milenial ini terkait dengan adanya beberapa sikap atau perilaku yang ada dalam diri manusia di antaranya menyukai kebebasan, senang melakukan personalisasi, mengandalkan kecepatan yang siap saji, suka belajar, belajar dengan lingkungan yang inovatif, kaya dengan ide dan gagasan, mereka yang sangat percaya diri dalam menyampaikan pendapat tanpa ragu-ragu.

Di sisi lain terdapat problematik keberagamaan eksklusif yang melahirkan radikalisme,  dapat kita lihat bahwa generasi milenial ini adalah salah satu kelompok generasi yang rantan terhadap pengaruh-pengaruh radikalisme dan tindakan intoleran ditengah derasnya arus informasi yang beredar di media sosial atau internet.

Sebab, sekarang banyak informasi yang tidak disaring dan bahkan menjadi tidak terkendali. Sebagai contoh di  Indonesia sendiri terdapat beberapa kelompok yang mudah sekali dalam membidahkan dan mengkafirkan orang lain, sehingga terjadi perang dalam media sosial.

Generasi Ekslusif
Dangkalnya pemahaman dan pengetahuan islam itu sendiri menuntun pada persepsi bahwa Islam itu adalah rahmatan lil’alamin islam ini diartikan tekstual dan formal. Lahirlah-lahirlah generasi yang eksklusif dalam beragama.

Pada saat lain sikap eksklusif tersebut memunculkan pola penguatan identitas politis dalam pola keberislamanya, terdapat beberapa ciri di antaranya mereka yang dengan mudah mengkafir-kafirkan orang lain, merasa dirinya paling benar dan lain sebagainya.

Pendekatan politik yang penuh dengan intrik dapat menjadikan Indonesia ini menjadi panas, misalnya kejadian-kejadian yang dapat kita alami akhir-akhir ini terjadi demo karena urusan pilihan presiden dan demo terjadi karena adanya pilihan kepala daerah dan masih banyak demo-demo lainnya.

Selain dari sudut pandang politik, kita juga lebih muda dalam belajar ilmu agama. Di era milenial ini terdapat digitalisasi al-quran, pembuatan aplikasi dan software al-quran bahkan ada kajian-kajian al-quran di internet. Dengan berkembangnya teknologi ini dapat kita ketahui bahwa saat ini terdapat aplikasi al-quran digital, yang mana kita dapat membacanya kapan saja dan di mana saja, Disisi lain al-quran digital juga sebagai sarana untuk mempermudah dalam menyampaikan pesan-pesan yang terdapat dalam al-quran di samping itu al-quran digital juga lebih luas untuk diakses.

Kajian Al-quran di era milenial ini harus sudah mulai mengakomodasi penggunaan teknologi sebagai sarana baik pada proses pembelajaran kajian-kajian dalam al-quran. Dengan adanya sarana multimedia tersebut terdapat beberapa dampak yang akan timbul seperti masalah isi, sumber, dan ini menjadi tantangan sendiri bagi kita yang menggunakan teknologi tersebut. Kita sebagai generasi milenial harus lebih cerdas dalam menyaring hasil pemikiran dari beberapa sumber tersebut.

Posisi Islam di Era Pos Truth
Post Truth Menurut kamus oxford menjadikan post truth sebagai “ Word of the year” pada tahun 2016. Sebagian besar penggunaan istilah post truth merujuk pada dua momen politik yang paling berpengaruh di tahun 2016 : keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden di Amerika Serikat.

Posisi islam di era Post Truth ini sangat menghawatirkan karena di era ini banyak orang yang pintar bicara dan langsung posting tanpa mempertimbangkan efek yang akan terjadi setelahnya.Mereka hanya butuh menyajikan beragam postingan yang mampu memicu entah rasa penasaran, ketertarikan, kekaguman, atau bahkan kemaran, atau kebencian.

Biasanya, judul yang disajikan bersifat provokatif. Tetapi cara kerja mereka sepertinya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mereka memiliki berbagai pendekatan yang mereka lakukan. Seperti halnya membuat akun palsu atas nama ustad yang sedang tenar. Membuat akun yang diafiliasikan terhadap organisasi tertentu biasanya yang bercrak radikalisme.

Penyebaran hoax tidak hanya di bidang politik, tetapi juga di bidang ekonomi. Dan ketika kedua hal tersebut menjadi ilah, maka resiko-resiko jangka panjang menjadi prioritas nomor terakhir. Sedangkan sebgaimna yang kita tahu, risiko penyebaran hoax dengn membawa nama islam tidak hanya berakhir di intoleransi dan disintegrasi bangsa, tetapi pada marwah dan kefitrahan islam itu sendiri. 
Bagikan :

Tambahkan Komentar