Ilustrasi http://monitor.co.id

Oleh Denis Suryawati
Penulis adalah Mahasiswi STAINU Temanggung

Mahasiswa adalah tingkatan tertinggi untuk kaum pelajar. Maha yang berarti paling atau sangat, menjelaskan bahwa mahasiswa adalah panutan untuk tingkatan dibawahnya, namun penjelasan tersebut sekarang sudah tidak lagi. Mahasiswa bukan lagi panutan yang baik karena pada kenyataanya mahasiswa sering melakukan tindakan yang melanggar norma dan hukum. Dengan bertambahnya kedewasaan bukan mengantarkan mahasiswa kepada hal-hal yang baik, namun sebaliknya.

Salah satu contohnya adalah merokok, mahasiswa lebih identik sebagai konsumen rokok dibanding peran sebenarnya sebagai agen perubahan.para mahasiswa sudah pasti tahu apa saja dan bagaimana bahaya merokok. Namun entah kenikmatan seperti apa yang ditawarkan oleh rokok, dan pastinya tak sebanding dengan kesehatan yang dipertaruhkan dikemudian hari. 

Seperti yang telah disebutkan, peraturan mengenai rokok pernah dikeluarkan, dan masih menjadi perdebatan sampai saat ini, namun semakin banyak peraturan dibuat semakin kuat para mahasiswa menentang peraturan tersebut. Seharusnya sebagai agen perubahan para mahasiswa ikut membantu mendukung pemerintah bukan sebaliknya. Dengan adanya hal tersebut sepertinya membuat pemerintah sudah tak mau ambil pusing tentang hal ini.

Mahasiswa zaman now, tak jarang yang tidak merokok, mahasiswa yang tidak merokok sering dianggap kudet oleh teman-temannya.  Kebanyakan dari mereka adalah perokok aktif. Ketika waktu kuliah biasanya mereka merokok saat di jam istirahat, seperti di kantin, di mushola dan ketika nongkrong bersama teman-temannya. Sekarang ini merokok sudah menjadi kebiasaan bahkan budaya dikalangan mahasiswa, bahkan budaya ini terus menjamur. 

Perokok aktif adalah seseorang yang dengan sengaja menghisap lintingan atau gulungan tembakau yang dibungkus biasanya dengan kertas, daun, dan kulit jagung. Secara langsung mereka juga menghirup asap rokok yang mereka hembuskan dari mulut mereka. Tujuan mereka merokok pada umumnya adalah untuk menghangatkan badan mereka dari suhu yang dingin. Tapi seiring perjalanan waktu pemanfaatan rokok disalah artikan, sekarang rokok dianggap sebagai suatu sarana untuk pembuktian jati diri bahwa mereka yang merokok adalah ”keren”. Sedangkan mereka para perokok pasif adalah seseorang atau sekelompok orang yang menghirup asap rokok orang lain. Telah terbukti bahwa perokok pasif mengalami risiko gangguan kesehatan yang sama seperti perokok aktif, yaitu orang yang menghirup asap rokoknya sendiri.

Hal ini menyebabkan, bukan hanya perokok aktif yang mengalami dampak buruk dari asap rokok tersebut. Tetapi para perokok pasif yang ada di sekitar perokok aktif juga ikut merasakan dampak buruk. Bahaya merokok untuk perokok aktif sudah tidak asing bagi kita, dengan terpampangnya akibat-akibat dari merokok di label pembungkus sudah pasti semua perokok telah membacanya, namun diacuhkan begitu saja. 

Bahkan tidak sedikit jurnal yang dibuat oleh kalangna mahasiswa yang mengangkat tema dengan bahaya merokok. Sedangkan mereka para perokok pasif yang tidak tahu menahu tentang kenikmatan merokok berpotensi mendapatkan penyakit yang berhubungan dengan gangguan pernapasan layaknya asma atau kanker paru-paru. Sulit bernapas hingga batuk berkepanjangan berisiko didapatkan para perokok pasif. Selain itu, perokok pasif juga berisiko mendapatkan serangan jantung atau stroke secara mendadak karena darah yang terpapar kandungan asap rokok cenderung menjadi lebih lengket dan memicu penyumbatan pada pembuluh darah.

Namun bukan hanya para perokok aktif dan pasif yang ikut merasakan dampak buruk dari merokok. Terdapat generasi ketiga yang ikut merasakan dampak buruk dari merokok, yaitu seseorang yang terkena zat sisa asap rokok yang menempel di permukaan benda di sekitarnya. Pada dasarnya, perokok pihak ketiga juga terkena racun dari rokok yang tertinggal di lingkungan. Contonya adalah para mahasiswa yang merokok saat di jam istirahat, seperti di kantin, di mushola dan di tempat togkrongan ketika nongkrong. Setelah mereka meninggalkan tempat tersebut tanpa mereka sadari sisa-sisa asap rokok yang mereka tinggalkan menempel di berbagai benda. Dan tanpa sepengetahun para generasi ketiga bahwa mereka juga menghirup sisa-sisa asap rokok yang mengandung zat kimia yang berbahaya. Sehingga mereka para generasi ketiga juga dapat merasakan dampak buruk seperti sulit bernapas hingga batuk berkepanjangan, serangan jantung atau stroke secara mendadak karena darah yang terpapar kandungan asap rokok cenderung menjadi lebih lengket dan memicu penyumbatan pada pembuluh darah.

Ahli kimia lingkungan Eunha Hoh (sebagaimana yang dilansir oleh eurekalert.org), menyatakan bahwa asap rokok mengandung ribuan zat kimia yang sebagian besar bersifat beracun dan karsinogenik. Zat ini dapat menempel di berbagai benda, terutama pada lingkungan ruangan tertutup yang memiliki permukaan berpori. Zat sisa dalam asap rokok akan bertahan dalam waktu yang lama hingga puluhan tahun, dan jumlah kadar racun yang tersimpan akan terus bertambah. 

Hal inilah yang menyebabkan siapa saja yang berada di lingkungan tersebut dapat mengalami dampak dari paparan tersebut, terutama anak-anak dan lansia. Anak dari perokok akan sangat berisiko terkena paparan asap rokok dan lingkungan yang dengan kontaminasi asap rokok. Hal ini dikarenakan zat sisa asap rokok akan terus ada di lingkungan rumah, pakaian, dan kendaraan dengan kadar kontaminasi yang signifikan. Anak yang memiliki kebiasaan memasukan tangan ke dalam mulut setelah menyentuh suatu permukaan menjadi lebih berisiko. Sedangkan lansia memiliki risiko yang lebih karena kerentanan terhadap penyakit terus meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Dalam kasus ini entah siapa yang harus disalahkan, haruskah kita menyalahkan para perokok aktif? atau kita menyalahkan lingkungan? Atau malah kita menyalahkan diri kita sendiri?.  Yang terpentig kita sebagai mahasiswa (agen of change) harus bisa menghilangkan budaya yang sudah mendarah daging di Indonesia. Salah satu solusi yang bisa kit agunakan adalah menghilangkan zat sisa asap rokok di dalam ruangan, diperlukan pembersihan seluruh sudut ruangan, barang-barang, dan benda-benda sekitar untuk meminimalisir kadar racun yang melekat di dinding. Namun upaya pencegahan akan lebih mudah dan sederhana dengan tidak merokok, atau berhenti merokok di dalam rumah.

Menurut saya mahasiswa yang suka merokok adalah mahasiswa yang anrecomended karena mereka tidak menyayangi diri mereka sendiri. Juga terdapat sebuah kata yang menyatakan bahwa jangan gadaikan nyawa kita dengan menjadi seorang perokok pasif. Silahkan merokok jika itu perlu, dan silahkan berhenti jika kau sudah tahu akibatnya. 
Bagikan :

Tambahkan Komentar