Ketua dan Sekretaris PWNU Jateng.
Semarang, TABAYUNA.com – Sejak berdiri, Nahdlatul Ulama (NU) dapat eksis hingga era milenial ini karena mengutamakan pelayan pada umat. Tidak hanya bagi nahdliyin atau warga NU saja, namun juga semua umat Islam bahkan nonmuslim. Untuk itu, di tengah perkembangan zaman yang makin berkiblat pada materialisme, NU harus dapat menyesuaikan zaman dengan mengutamakan aspek manfaatnya.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah (PWNU Jateng) KH Hudallah Ridwan Naim di Semarang pada Kamis (20/6/2019).

“Setelah menjadi organisasi besar NU harus tetap pada langgamnya, yakni sebagai organisasi pelayanan, tidak terjebak menjadi organisasi perayaan karena hanya membanggakan jumlah warganya saja, tetapi kurang terurus  dan terlayani, “ papar KH. Hudallah Ridwan yang akrab disapa Gus Huda tersebut.

Dijelaskannya, bahwa sejak setahun kemarin, PWNU Jateng terus mengupayakan jajaran pengurus dari tingkat ranting sampai wilayah, baik badan otonom (Banom) atau lembaga untuk komitmen mengutamakan pelayanan pada umat.

Tujuannya, menurut Gus Huda, agar masyarakat luas dapat terayomi dan mendapatkan apa yang dibutuhkan. "Tidak hanya pada sisi spiritual, namun aspek material juga harus diutamakan. Karena prinsip pelayanan itu tidak terbatas," lanjutnya.

Pihaknya juga menegaskan, bahwa konsep pemberdayaan ekonomi umat telah disampaikan Musytasar PBNU Prof. Dr. (HC). KH Ma’ruf Amin dalam forum halalbihalal dan halaqah kebangsaan PWNU Jateng bersama KH Ma’ruf  Amin beserta kiai, cendekiawan dan tokoh Jateng di hotel Crown Semarang, kemarin Rabu (19/6/2019). Hal itu menurutnya dapat dijadikan acuan atau langkah perdana mengawali upaya peningkatan kualitas pelayanan umat.

Kiai Ma'ruf Amin, menurut Gus Huda, dalam forum tersebut telah menjelaskan konsep atau gagasan aktualisasi pemberdayaan umat. "Pada intinya, konsepnya ya menguatkan yang lemah, tanpa melemahkan yang sudah besar," paparnya.

Pihak yang kecil dan lemah dalam konteks ekonomi di Indonesia didominasi oleh warga NU, maka kalau pada saatnya nanti  konsep itu diaplikasikan NU secara organisasi harus mampu menjadi pemandu proses penguatan itu, bukan sebaliknya NU menjadi benalu yang membebani warganya .

Secara rinci, lanjutnya, kaum yang lemah atau kecil ini memang hampir sebagian besar berasal dari Nahdliyin. "Ketika konsep ini dikuatkan NU dalam kinerja organisasinya, maka harus memandu proses penguatan bagi yang lemah. Artinya, NU menjadi alat untuk menguatkan aspek ekonomi bagi warganya yang memang belum kuat secara ekonomi," katanya.

Konsep ini menurut Gus Huda, dapat ditransformasikan ke dalam program kerja riil yang mengakomodir warga NU yang lemah agar kuat, dan tidak melemahkan warga NU yang sudah kuat. Justru, menurut Gus Huda, yang kuat dapat berbagi dan bersinergi bersama-sama membangun penguatan ekonomi warga NU di sama saja, khususnya di Jateng. (tb55/Hi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar