Kepala LPM STAINU Temanggung.
Temanggung, TABAYUNA.com - Kebijakan penerimaan peserta didik dengan sistem zonasi sampai detik ini masih menuai kritikan. Banyak pakar pendidikan berpendapat sistem zonasi menyimpan plus minus yang harus dibenahi. Sebab, sistem zonasi yang dikeluarkan pemerintah pusat dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dinilai masih sengkarut di tingkat bawah.

Kepala Lembaga Penjamin Mutu (LPM) STAINU Temanggung Khamim Saifuddin menjelaskan banyak hal yang dapat dikaji dalam sistem zonasi. "Secara filosofis, kita sepakat kalau zonasi itu berdampak pada pemerataan mutu pendidikan. Namun secara sosiologis justru memunculkan praktik kapitalisasi baru dalam pendidikan meski pendidikan itu harus kapital," kata dia saat kepada media di Temanggung, Selasa (2/7/2019).

Bentuk kapitalisasi itu, kata dia, berupa kewajiban dari pemangku kebijakan di level wilayah khususnya desa untuk mewajibkan calon peserta didik memilih sekolah tertentu. "Dampak riil yang saya temukan di lapangan, ada praktik jual beli kursi sekolah," tegas Ketua IKA PMII Temanggung tersebut.

Selain itu, kata dia, adanya konflik horizontal antarlembaga. "Lahir persaingan tidak sehat dalam PPDB antarsekolah di level daerah tertentu," lanjut dia.

Kebijakan sistem zonasi masih bias, kata dia, karena stigma masyarakat justru melahirkan pemahaman bagi orangtua untuk mendorong anaknya sekolah di negeri. "Padahal jumlah sekolah dan madrasah swasta lebih besar dari sekolah negeri," katanya.

Di sisi lain, kata dia, orangtua yang di desa utamanya tidak menguasai sistem online. "Selain gagap, tidak semua daerah dapat mengakses internet. Harusnya sistem dikaji masak agar tidak kacau di level bawah. Karena tipe, kondisi, dan akses internet di Indonesia tidak sama. Tidak semua orangtua punya ponsel android dan melek IT," beber peneliti pendidikan tersebut.

Ia juga berharap, sekolah dan madrasah swasta khususnya di bawah LP Ma'arif NU harus berbenah khususnya di wilayah kebijakan. "Kalau soal mutu, sekolah dan madrasah di bawah Ma'arif sekarang tidak kalah kok. Di Temanggung misalnya, beberapa sekolah negeri hampir tutup dan dimerger karena kekurangan siswa. Sementara yang madrasah justru kekurangan ruangan karena jumlah pendaftaran membludak," kata dia saat ditemui di Dirman 60 Cafe Temanggung. (Tb66/Hi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar