Oleh Anisa Rachma Agustina
Mahasiswa Prodi PAI STAINU Temanggung

Bullying atau perundungan harus diputus mata rantainya karena selain “membunuh” mental juga nyawa anak SD. Sebagai tindakan yang dilakukan dengan cara melukai secara fisik maupun, psikologis seseorang, bullying sangat membahayakan korban, karena merasa terkucilkan dan tidak punya daya untuk melawan.

Bullying tak hanya di kalangan anak remaja ataupun dewasa, anak SD pu sering mendapatkan perilaku bullying oleh kawanya. Menurut data KPAI, jumlah kasus pendidikan per tanggal 30 Mei 2018 , berjumlah 161 kasus (Tempo.co 23/7/2018). Maraknya kasus bullying dilingkungan sekolah membuat korban menjadi enggan untuk bersekolah.

Salah satu kasus bullying yang menimpa adik saya siswa SD Negeri waktu itu adik saya masih dibangku kelas tiga sekolah dasar, adik saya mempunyai ukuran kepala yang lebih besar dari pada siswa lainya, salah satu temanya memanggilnya Adidas kepanjanganya adalah awak cilik gedi ndas. Dalam Bahasa Indonesia artinya badanya kecil kepalanya besar. Awalnya hanya salah seorang kawan yang berbicara seperti itu, namun kawan yang lain ikut mengatai adik saya Adidas.

Sejak saat itu adik saya jadi sangat sensitif ketika mendengar, membaca logo brand Adidas, misalnya di topi ataupun sepatu bahkan bisa dibilang sangat membencinya. Adik saya lalu mengadu pada ibu, ketika ibu saya bercerita beliau sambil meneteskan air mata, karena merasa tidak terima anaknya dikatakan seperti itu. Itu hanya sebagian contoh kecil bullying dikalangan anak SD yang berdampak pada psikis si anak, dan merembet ke orang tua.
Korban bullying biasanya adalah anak yang unik dan berbeda dengan teman-temanya. Seperti mempunyai fisik yang gemuk, kurus, hitam, atau mempunyai ukuran kepala yang besar dll.

Kurangnya perhatian guru dilingkungan sekolah menjadi maraknya bullying di kawasan sekolah dasar, di mana lingkungan sekolah seyogyanya menjadi tempat yang nyaman untuk belajar dan menuntut ilmu malah jadi ajang saling ejek satu sama lain.

Bullying dikalangan anak SD biasanya berupa umpatan atau mengejek kekurangan fisik yang menjadikan psikologi korban terganggu, merasa tidak nyaman di lingkungan sekolah, dan memilih untuk berdiam diri dirumah. Mengadukan kepada orang tuanya. Disini peran orang tua sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan diri anak. Orang tua harus mengedukasi anak, memberi pengarahan, dan semangat kepada anaknya.

Kemudian orang tua bisa melaporkan pelaku bullying ini ke pihak sekolah, agar ditanggani oleh guru yang bersangkutan, sehingga menimbulkan efek jera pada pelaku. Pelaku diberikan bimbingan khusus agar tidak melakukan perbuatan tidak menyenangkan lagi kepada temanya.

KPAI mendorong Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama, dinas Pendidikan di seluruh Indonesia, untuk memperkuat segala daya dan upaya dalam terwujudnya Progam Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah SRA di Indonesia sekitar 13 ribu dari 400 ribu sekolah madrasah di Indonesia (Jawapos.com, 4/5/2019). SRA diharapkan dapat menjadi tempat yang nyaman untuk peserta didik menuntut ilmu, dan jauh dari hal-hal yang dapat menggangu psikologis anak seperti bullying.

Memutus Mata Rantai
Hal yang dapat dilakukan guru untuk mengantisipasi maraknya bullying di lingkungan pendidikan. Pertama, guru harus menanamkan akidah akhlak kepada setiap peserta didik sejak dini.
Menanamkan sifat cinta kasih kepada sesama mahluk Allah. Memberikan pemahaman bahwa apapun bentuk fisik yang dimilikinya adalah anugerah dan karunia dari Allah, tidak boleh saling mencela dan mengejek.

Kedua, koordinasi kepada wali murid, ciptakan suatu kedekatan antara guru dan wali murid, supaya guru dapat memberikan masukan untuk setiap murdinya melalui jalur orang tua. Karena siswa lebih banyak waktu bersama orang tua, sebagai guru memberi pengertian kepada orang tua bagaimana bisa menyetel anaknya untuk tidak berkata hal yang menyinggung kawanya.

Ketiga, ajarkan anak atau korban bullying agar berani melaporkan apa yang dialaminya, supaya segera ditindak lanjutti oleh pihak sekolah. Pihak sekolah harus menangani secara sungguh-sungguh supaya korban merasa bahwa dirinya diperhatikan dan terlindungi.

Keempat, memberikan sanksi kepada siswa yang membuli kawanya agar menjadi efek jera. Di lingkunagn sekolah dasar seharusnya guru bisa menjadi penenggah antara kedua belah pihak. Seperti di salah satu SMP di bekasi, jika ada pembulian maka si pembuli dan korban di panggil ke ruang BK, diberikan pengarahan untuk menjadikan efek jera bagi pelaku pembulian.

Di sekolah dasar yang notabenya belum ada guru BK peran wali kelas yang diharapkan dapat menjadi penenggah. Seorang anak yang mendapat julukan dari teman-temanya akan terbawa hingga dia besar, bahkan dewasa. Banyak korban bullying di sekitar kita tugas kita adalah memberikan arahan, semangat, dukungan supaya rasa kepercayaan diri mereka kembali, terus rangkul mereka, agar tidak berdampak pada trauma dimasa yang akan datang.

Bagikan :

Tambahkan Komentar