Oleh: M. Maulidi Syahrul Anam
Mahasiawa Ilmu Administrasi Publik Universitas Islam Malang

Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu pelajaran wajib dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan kewarganegaraan harus memberikan perhatian kepada pengembangan nilai, moral, dan sikap perilaku siswa.

Misi dari pendidikan kewarganegaraan sendiri adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejatinya, pendidikan kewarganegaraan adalah studi tentang kehidupan kita sehari-hari, mengajarkan bagaiman kita menjadi warga negara yang baik, warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia.

Mata kuliah pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah kelanjutan dari study sebelumnya. Di perguruan tinggi di ajarkan lebih mendetail sampai ke akar-akarnya. Apalagi mengambil jurusan kewarganegaraan.

Dasar mengapa pendidikan kewarganegaraan diajarkan sampai tingkat perguruan tinggi adalah pasal 37 ayat (1) dan (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pasal 3 Keputusan Dirjen Dikti No.43/Dikti/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan mata kuliah pengembangan kepribadian di Perguruan Tinggi, pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi(MPK) yang dirancang untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenan dengan hubungan antar warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Dalam jurusan pendidikan kewarganegaraan sendiri, memuat materi mengenai hukum dan politik yang ada dan berkembang. Mahasiawa diajarkan untuk menjadi lebih demokratis, lebih kritis terhadap masalah-masalah yang sedang terjadi baik di dalam maupun diluar negri. Tidak hanya teori saja yang diberiakan, namun juga memberi sentuhan moral dan sikap sosial. Menyaring budaya dari luar agar sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu pancasila.

Memahami mata kuliah pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu upaya untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan generasi muda, khususnya mahasiswa dalam menghapadi pengaruh globalisasi dan mengukuhkan semangat bela negara. Tujuannya adalah untuk memupuk kesadaran cinta tanah air, mengetahui tentang hak dan kewajiban dalam usaha pembelaan negara, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

Embrio konsepsi (pemikiran) mengapa pendidikan kewarganegaraan di berikan di pergurua tinggi, semata-mata di upayakan dalam menjawab tantangan regenerasi. Yaitu proses penyiapan generasi muda yang pada gilirannya akan mengganti sebagai pemegang tampuk kepemimpinan nasional.
Kendatipun demikian, proses regenerasi tidaklah segampang seperti yang kita bayangkan. Regenerasi tidak hanya bisa di pandang dari konsep yang sempit, bahwa generasi tua harus diganti dengan mereka yang lebih muda.

Denga kata lain, konsep regenerasi tidak hanya sekedarupaya penyiapan kepemimpinan secara biologis (perkembangan fisik dan usia), melainkan lebih ditekankan pada proses penyiapan “mentalitas” generasi muda yang benar-benar mampu memimpin bangsa ini, mengganti para generasi pendahulunya.

Sebagai rasional penetapan pendidikan kewarganegaraan di berikan di perguruan tinggi, didasarkan pada tingkat perkembangan kepribadian mahasiswa yang secara kualitas dapat diamati dalam kehidupan mereka.

Ada perbedaan penampilan sebagai cerminan kepribadian, antara yang di tampilkan oleh mahasiswa dengan penampilan pemuda lain, katakan pelajar. Apabila ditilik dari pola pikirnya, kedua kelompok pemuda ini sama-sama memiliki “daya kritis”. Namun sifat kritis yang mereka miliki tentu berbeda. Sifat kritis yang di tampilkan pelajar masih nampak kecendrungan kearah emosional, sedangkan mahasiswa telah mampu menampilkan pola pikir yang bersifat kritis yang rasional.

Dengan mengandalkan penalarannya, mahasiswa dipandang telah mampu menyelesaikan segala persoalan yang timbul dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, mahasiswa diprediksi lebih mampu mengekspesikan diri untuk berpikir ilmiah ketimbang generasi pemuda yang lain.

Secara demikian, pilihan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi, bukanlah sekadar retorika, akan tetapi akan benar-benar didasarkan atas totalitas kepribadian yang melekat pada diri mahasiswa yang di pandang layak dalam mendukung upaya pencepatan program regenerasi. (*)
Bagikan :

Tambahkan Komentar