Suasana FGD Pendidikan Inklusif via daring |
Ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah, Ratna Andi Irawan dalam sambutan pengantarnya mengharapkan agar perguruan tinggi bisa membantu peningkatan kapasitas para guru di madrasah dan sekolah inklusif, menghasilkan ilmuwan yang berkontribusi pada pemikiran pendidikan inklusi, memiliki pusat studi dan layanan disabilitas, serta siap menerima calon mahasiswa yang memiliki kebutuhan khusus.
Pemaparan masing-masing perguruan tinggi menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan dalam upaya menuju kampus yang inklusif. IAINU Kebumen memulai langkah menjadi kampus inklusif dengan cara perbaikan akses terhadap sarana perkuliahan dan tempat ibadah yang aksesibel dan sudah memiliki satu mahasiswa dengan kebutuhan khusus.
UNU Purwokerto Banyumas secara umum melakukan pendekatan kepada fakultas agar merancang konsep kurikulum yang inklusif dan membangun akses kemitraan kepada madrasah dan sekolah inklusif di Banyumas. Sedangkan UIN Walisongo sudah memberikan layanan yang inklusif di antaranya menyediakan beberapa buku dengan huruf braile di perpustakaan, penyesuaian gedung lama dan standarisasi gedung baru agar mudah diakses mahasiswa penyandang disabilitas, saat ini sedang mengajukan pembentukan pusat studi dan layanan disabilitas, serta sudah memiliki beberapa mahasiswa dengan kebutuhan khusus.
Koordinator implementasi kemitraan LP Ma’arif PWNU Jawa Tengah dan Unicef yang juga wakil ketua LP Ma’arif, Fakhruddin Karmani mengapresiasi progres menuju kampus inklusif yang disampaikan oleh tiga perguruan tinggi tersebut. Harapannya tiga kampus ini bisa menjadi rujukan layanan inklusi dan para lulusan pendidikan menengah atas yang berkebutuhan khusus bisa melanjutkan kuliah ke tiga kampus tersebut. “UIN Walisong, IAINU Kebumen, dan UNU Purwokerto Banyumas ini agak dekat jaraknya dari madrasah-madrasah yang kami dampingi di empat kabupaten, yaitu Kebumen, Banyumas, Brebes, dan Semarang” terangnya.
Dari hasil diskusi LP Ma’arif mencatat beberapa hal di antaranya: 1) bahwa perguruan tinggi hendaknya memahamai kebutuhan dasar dari madrasah dan sekolah yang merintis menjadi lembaga pendidikan inklusif dalam bentuk dukungan SDM dan pendampingan, 2) perguruan tinggi siap menerima calon mahasiswa yang memiliki kebutuhan khusus dan memberikan layanan khusus dengan baik, 3) kemitraan lanjutan antara LP Ma’arif, perguruan tinggi, dan Unicef menjadi strategis dalam konteks memberikan pemahaman secara utuh tentang pendidikan inklusi di perguruan tinggi serta melahirkan sarjana-sarjana yang memiliki wawasan pendidikan yang inklusif.
Terkait kemitraan lanjutan antara perguruan tinggi dengan Unicef, tim Unicef menanggapi bahwa itu butuh pembicaraan lebih jauh, dan tahun ini merupakan akhir country programme lima tahunan Unicef di Indonesia. Program kerjasama tentu akan menyesuaikan dengan program Unicef, sementara program untuk lima tahun berikutnya akan dibahas di akhir tahun 2020 ini. Sebagaimana disampaikan perwakilan Unicef Belly Lesmana dan Supriono Subakir.
Pertemuan via zoom ini merupakan tidak lanjut pertemuan inisiasi yang dilakukan LP Ma’arif di masing-masing kampus. “bulan maret 2019 ke IAINU Kebumen, bulan April ke UNU Purwokerto, dan bulan Juni ke UIN Walisongo. Ma’arif melakukan inisiasi menuju kampus inklusif. Sekarang dibutuhkan semacam peta yang menginformasikan lokasi di daerah mana saja terdapat ABK yang siap melanjutkan kuliah sebagaimana diusulkan dari UIN Walisongo tadi. Semoga program SIMNU yang dimiliki Ma’arif bisa menggambarkan peta kebutuhan itu” jelas Miftahul Huda, pengurus bidang kerjasama antar lembaga yang juga program officer kemitraan LP Ma’arif Jawa tengah dan Unicef.
Meeting online ini diikuti 30 orang terdiri dari tim program pendidikan inklusi LP Ma’arif, tim fasilitator inklusi LP Ma’arif dari beberapa kabupaten di Jawa tengah, tim dari tiga perguruan tinggi, dan tim dari Unicef. IAINU Kebumen diwakili oleh Rektor Dr. Imam Satibi dan Benny Kurniawan, UNU Purwokerto oleh Rektor Prof. Dr. Rochadi Abdulhadi dan Dr. Heru Adi Djatmiko, sedangkan UIN Walisongo diwakili oleh Dr. Akhmad Arif Junaidi, dan Drs. Sahidin, M.Si. Pertemuan berlangsung sekitar dua jam dan akan dijadwalkan pertemuan lanjutan pada minggu berikutnya. (Tb44/Emha).
Tambahkan Komentar