Temanggung, TABAYUNA.com - Menulis di terbitan berkala seperti jurnal ilmiah membutuhkan strategi agar dapat dimuat. Apalagi sejak 2002, platform jurnal sudah berkonversi menjadi digital melalui Open Journal System (OJS). Maka dibutuhkan trik agar artikel yang disubmit di OJS itu dapat diterima redaksi.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan STAINU Temanggung Hamidulloh Ibda dalam Diklat Penulisan PTK, PTS dan Publikasi Ilmiah pada Rabu (10/3/2021). Pelaksanaan di hari kedua itu merupakan Diklat yang dilaksanakan hasil sinergi antara STAINU dan Kemenag Temanggung. Menurut Ibda, ada sembilan strategi yang bisa dilakukan bagi pemula agar artikelnya laik dimuat di jurnal ilmiah.
"Pertama, kalau kita mau menulis artikel dan dimuat di jurnal tujuan, pastikan naskah kita sudah sesuai author guideliness dan template yang sudah disediakan di OJS," kata Ibda di hadapan puluhan peserta.
Kedua, kata dia, jumlah similarity maksimal 25 persen. "Ini kalau jurnal yang terindeks SINTA. Kalau untuk disubmit di Scopus ya maksimal similarity ya 10 persen," beber Pimred Jurnal ASNA LP Ma'arif PWNU Jateng tersebut.
Ketiga, lanjut penulis buku Dosen Penggerak Literasi tersebut, adalah naskah harus sudah menggunakan aplikasi manajemen referensi. "Ada banyak. Bahkan saya mencatat di materi ini ada 18. Tapi yang biasa digunakan ya aplikasi Mendeley atau Zotero. Kalau kita menggunakan aplikasi ini selain mudah menentukan author guidelines juga seolah-olah Anda ini penulis profesional meski jarang menulis," lanjut reviewer Journal of Research and Thought on Islamic Education (JRTIE) tersebut.
Keempat, kata Ibda, jumlah sitasi harus melebihi standar di template. "Kalau di template menyarankan 20 misalnya, ya kita harus lebih. Bisa 40 atau 50 sitasi. Itu pun harus artikel jurnal atau buku yang baru. Jangan kutip literatur lebih dari 10 tahun ke belakang," tegas dia.
Kelima, menurut Ibda, yaitu dengan memperbanyak rujukan dari jurnal internasional utamanya yang sudah Scopus, WOS atau Thomson Reuters. "Jadi ya jangan mengutip rujukan dari jurnal atau buku berbahasa Indonesia saja. Perlu kutipan dari jurnal-jurnal internasional bereputasi," lanjut Dewan Pengawas LPPL Temanggung TV tersebut.
Keenam, merujuk atau mengutip artikel di jurnal yang kita tuju untuk kita submit. "Kalau misal kita mau mensubmit di jurnal XX, ya beberapa artikel di jurnal XX harus kita kutip," papar Ketua Bidang Media Massa, Hukum, dan Humas FKPT Jateng tersebut.
Ketujuh, merujuk atau mengutip artikel para editor atau reviewer di jurnal yang kita tuju. "Ini bukan menjilat. Tapi lebih pada menghargai keilmuan para reviewer di jurnal yang kita tuju agar jumlah sitasinya di Google Scholar juga bertambah," beber pengurus Forum Pendidik Madrasah Inklusi (FPMI) Kemenag RI tersebut.
Kedelapan, mensubmit jurnal dua atau satu bulan sebelum masa terbit. "Biasanya jurnal itu secara umum terbit dua kali dalam satu tahun. Ada yang edisi Juni dan Desember. Januari dan Juli, April dan September. Nah kalau terbitnya kok Desember maka dua bulan sebelumnya kita sudah submit agar tidam terlalu antre lama dan tidak pula antre yang mepet," lanjut penulis buku Guru Dilarang Mengajar! tersebut.
Kesembilan, mendapuk penulis kedua yang sudah memiliki rekam jejak publikasi yang banyak. Baik di Google Scholar, SINTA maupun Scopus.
"Kalau saya membagi, strategi ini berlaku di empat jenis jurnal. Mulai dari jurnal nasional tidak terakreditasi, jurnal nasional terakreditasi, jurnal internasional tidak terakreditasi atau terindeks WOS atau Scopus dan jurnal internasional yang terindeks WOS atau Scopus," jelas Ibda.
Selain kelas guru, Diklat itu juga digelar di kelas untuk kepala madrasah, RA dan pengawas yang diisi pengawas Dindikpora Temanggung Dr. Sugi, M.Pd dan juga Ketua LP2M STAINU Temanggung Moh. Syafi', M.Hum.
Diklat ini berlangsung selama empat hari. Dua hari berlangsung luring dan dua kelas. Sedangka dua hari yaitu pada 12-13 Maret 2021 akan digelar secara daring dengan materi follow up dari materi saat tatap muka. (Tb55).
Tambahkan Komentar