Semarang, Tabayuna.com - Setelah melalui tahapan panjang, Rapat Penyusunan ke-3 Pengembangan Model Pengelolaan Agama pada Kuttab tahap akhirnya terlaksana pada Jumat pagi (16/4/2021). Kegiatan ini bertempat : di Hotel @Hom Semarang Jl. Pandanaran No. 119, Mugassari, Kota Semarang yang digelar Balai Litbang Agama (BLA) Semarang.


Hadir Wakil Dekan I Bagian Akademik dan Kelembagaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo Dr. Ahwan Fanani, M.Ag sebagai narasumber pertama. Ia mengatakan bahwa kuttab dengan maktab berbeda. "Kalau maktab memang belajar membaca dan menulis yang arahnya ke Quran. Tapi kalau ada yang Bahasa Arab ya diarahkan ke syair karena kelebihannya pada syair," beber dia.


Sedangkan kuttab, sudah mengajarkan banyak disiplin ilmu. Kuttab pada intinya dari sisi historis adalah pendidikan dasar. Sedangkan pendidikan lanjutannya adalah madrasah.


Ia juga mengatakan bahwa kalau guru zaman dulu kalau mengajar tidak dibayar. "Kita belum tahu model pembayarannya bagaimana. Tapi saat ini juga masih ada guru ngaji yang tidak dibayar. Ini kayaknya kok mengikuti zaman dulu karena kalau mengajar lillahi ta'ala," beber dia.


Kalau madrasah, katanya, kalau dulu model pembayarannya sudah memakai wakaf lewat wakaf wakil perdana menteri. "Kalau perdana menterinya Syafii ya, ya Syafii. Tapi kalau aliran teologi tidal menentukan," lanjutnya.


Setelah jenjang kuttab, kata Ahwan, maka pendidikan Islam zaman dulu dilanjutkan ke madrasah. "Maka di Bab I yang ditulis Mas Ibda ini saya luruskan. Karena setelah dari kuttab bukan digantikan madrasah tapi dilanjutkan ke madrasah," beber dia dalam kegiatan yang dimoderatori Dr. H. Aji Sofanudin, M.Si tersebut.


Pihaknya juga mengritisi bahwa arah pengembangan model pendidikan kuttab lebih mengarah ke kurikulum. "Nanti tinggal menambahkan saja biar ada pemetaan dari data penelitian kuttab yang sudah diteliti," beber dia.


Sementara dosen dan Wakil Ketua I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan STAINU Temanggung Hamidulloh Ibda menambahkan bahwa eksistensi kuttab sudah ada di Indonesia pra kemerdekaan pada Kesultanan Islam Siak Sri Indrapura. "Sekarang berkembang dengan tren kuttab baik yang menggunakan nama atau nomklatur tokoh seperti Al-Fatih, Harun Al-Rosyid, Al-Ayyubi dan lainnya, dan ada pula kuttab yang tidak menggunakan nama tokoh seperti kuttab Permata Quran," tegas dia.


Setelah menjelaskan progres penyusunan pengembangan model pendidikan kuttab, ia menyampaikan dua hipotesis. "Pertama kuttab ini masuk ke dalam model pendidikan Islam klasik karena sudah ada sejak dulu, sejak pra Islam. Ini dari aspek historis atau setting peradaban pendidikan Islamnya," beber penulis buku Dosen Penggerak Literasi tersebut.


Kedua, model pendidikan pada kuttab ini adalah model pendidikan modern. "Karena model pendidikan yang klasik sudah ada pada maktab tadi," lanjut Koordinator Gerakan Literasi Ma'arif LP Ma'arif PWNU Jawa Tengah itu.


Kemudian, kata dia, tingkat pendidikan berikutnya adalah madrasah. "Antara kuttab dan maktab secara historis memang berbeda. Kalau maktab sekadar mengarah baca tulis Quran. Kalau kuttab itu sudah ada jenjangnya yaitu pendidikan dasar dan mengajarkan ilmu lain selain Quran. Ada ilmu matematika, sains, syair, karakter bahkan ilmu politik," tegas mahasiswa Program Doktor UNY tersebut.


Prototipe model pendidikan kuttab ini, kata dia, akan dipetakan melalui peta model. "Bisa jadi model pendidikan kuttab ini bisa diadopsi oleh kuttab itu sendiri dari kelebihan pada kuttab yang lain yang sudah mapan. Dari aspek kurikulum, manajemen, syarat guru, materi pelajaran dan lainnya," beber dia. (Tb55).

Bagikan :

Tambahkan Komentar