Oleh Fatmawati Sungkawaningrum

Dosen dan Sekretaris Prodi Ekonomi Syariah INISNU Temanggung, Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 

Secara naluriah manusia itu sifatnya menerima keterbukaan dan flesibel termasuk dalam pelaksanaan dalam kegiatan berekonomi. Ekonomi sendiri adalah salah satu struktur yang utama dalam peradaban manusia. Sejak zaman dahulu kala manusia sudah sangat familiar dengan kegiatan ekonomi yang erat kaitannya dengan transaksi. Hanya saja zamannya yang berubah, sehingga cara dan mekanisme serta planningnya tentu berbeda. Ibaratnya saat zaman lampau di batasi oleh waktu dan jarak, namun di saat ini seakan akan waktu dan jarak relative dapat di jalani dengan waktu yang relative lebih singkat. Dengan demikian juga mempengaruhi cara berfikir dan cara berplaning.

Perekonomian pada zaman yang kita alami hari ini mempengaruhi pola konsumsi pada masing masing individunya. Naluri manusia telah mengajarkan bagaimana cara memanajemen secara rapi dan rasional. Sebelum memulai bertransaksi tentunya ada sebab dan akibat. Transaksi dalam pandangan masyarakat awam, ekonomi yang mapan diidentikkan dengan selalu ada uang di tangan. Uang sendiri bisa di tangan dengan jalan berwirausaha. Menjadi pegawai dalam suatu lembaga atau profesi apapun yang di jalankan oleh masing - masing individu akan saling berkaitan dengan profesi yang lain yang tercantum dalam kodrat manusia. Manusia tidak dapat hidup mandiri tanpa peran orang lain. Dalam mengatur proses keuangan tak akan lepas dari faktor manajemen.

Sebab management yang bijaksana akan turut berpengaruh terhadap kokoh dan tidaknya economic building tersebut. Dapat diibaratkan bangunan ekonomi islam, secara umum sejalan dengan ajaran umum tentang management.

Pertama merencanakan suatu keinginan. Globalisasi adalah sesuatu yang tidak dapat di tolak atau bagian dari perubahan zaman. Modernisasi tidak dapat di hindari dan di musuhi akan tetapi globalisasi dapat di kelola. Saat ini orang yang merdeka adalah orang yang dapat memaknai arti globaliasasi dengan bijaksana. Iklanisasi yang sudah luar biasa luas seperti sekarang memicu orang untuk konsumtif. Cenderung tidak berfikir urgensinya, shortcut hanya berdasar trending saja. Saat ini iklanisasi juga telah menyeruak sampai ke pedesaan, sudah hampir tidak ada perbedaan antara keinginan orang pedesan dengan yang di kota.

Kedua klasifikasi. Semaju apapun zaman kebutuhan primer dasar tetap yang pertama. Seperti kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal dan kebutuhan primer yang lain. Perlu pengelompokan keperluan yang urgen dari sisi masing - masing kebutuhan. Dapat membedakan lebih primer mana ganti smartphone hanya karena iklan dengan keperluan tabungan dana jaga jaga ?. Perihal ini memerlukan kecerdasan dalam bertindak dan memutuskan. Jika menuruti iklan maka satu point kesalahan sudah di dapat. Lagi pula dalam ajaran agama di ajarkan bahwa “ingatlah masa kayamu  sebelum masa miskin mu”. Dapat di artikan jika mempunyai dana speeling yang belum terpakai simpanlah buat masa penjagaan masa sulitmu besok. Pemahaman yang terkesan sederhana tersebut, dapat berarti mendalam jika di tinjau dari sisi falsasah waktu.

Ketiga eksekusi atau kemampuan beli. Semampu apa tataran keuangan kita dalam merealisasikan keinginan untuk mendapatkan sesuatu ?. Disini menganut hukum kesetimbangan bahwa harus ada balance antara dana tersedia dengan suatu benda yang akan di beli. Dewasa ini pemilik kendaraan (otomotif) sudah semakin banyak. Dari sisi output produksi, produsen otomotif memang meningkat. Akan tetapi jika di amati kebanyakan dari para pembeli mengadakannya dengan jalan berhutang. Apalagi saat ini iklanisasi bernada kemudahan pinjaman sangat gencar mengalir ke masyarakat, memang tidak ada hak untuk melarang memiliki kendaraan. Dengan memaksakan diri membeli kendaraan dengan cara yang di paksakan akan memberatkan beban keuangan pada kewajiban cicilan tiap bulannya. Banyak terjadi kasus perselisihan antara pemilik dana dengan nasabahnya. Tak jarang pada akhirnya terkontaminasi dengan kemarahan. Meminjam dana dalam berbagai bentuk untuk suatu pengadaan tidak di larang. Maknanya akan berbeda jika di dalamnya ada unsur memaksakan diri yang pada akhirnya akan mengganggu kenyamanan dalam beristirahat setiap harinya.

Keempat control diri. Mengontrol diri merupakan control line dalam struktur ekonomi dalam diri setiap individu. Sebagai mana air minum yang di ambil dari alam atau dari sungai aslinya. Melalui serangkaian proses filtrasi dalam diri sehingga akan menghasilkan air jernih dan siap konsumsi secara sehat. Kontrol diri bukan dari siapa siapa akan tetapi dari internal masing masing individu. Dalam ajaran agama berbunyi Tuhan hanya akan memberikan apa yang kita butuhkan bukan memberikan apa yang di inginkan, sebab keinginan manusia dimensinya terkadang melebihi kapasitasnya. Oleh karena itu manajemen kepribadian dari sisi keinginan atau konsumsi mutlak di perlukan. Insan manusia di design oleh Sang Maha Pencipta untuk menjadi nakhoda dalam dirinya, dan mampu memimpin diri sendiri. Jika manusia di kalahkan oleh pola konsumsi artinya ada miss managemen dalam dirinya. Janganlah mau di atur oleh konsumsi akan tetapi kita sendiri yang mengatur konsumsi dan keuangan. Sebab manusia di bekali hati, akal, dan nalar untuk dapat menjadi nakhoda dalam hidupnya.

Jika di dalam ajaran islam di dalamnya ada unsur zakat, infaq, shadaqoh dan waqaf yang mana unsur tersebut dapat di gunakan sebagai purifier (penyaring) dalam segala lini kehidupan dan ekonomi. Perlu di perhatikan jangan pernah berbuat zalim kepada siapapun sebab apa yang kita perbuat baik buruknya akan kembali kepada diri sendiri.

Akhirnya manusia itu di design mampu menjalani keadaan yang di alaminya. Janganlah mengikuti langkah langkah yang tidak bijaksana terutama dalam suatu keadaan yang dapat menyebabkan tertekan karena tidak bijaksana dalam bermanajemen ekonomi. Dengan begitu  pembangunan ekonomi dapat di mulai dari diri sendiri.

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar