Oleh Puji Rahayu

Mahasiswi PAI VI C STAINU Temanggung 

Ketika bangsa sedang berupaya keras mengatasi pandemi, kita dihadapkan dengan persoalan moralitas yang mengancam generasi penerus bangsa. Sebagaimana diberitakan dalam Merdeka.com 18 Februari 2021, tren kasus prostitusi online kalangan remaja di Sulawesi Selatan meningkat selama pandemic Covid-19. Diduga penggunaan media sosial yang semakin aktif ditengah esulitan ekonomi diperkirakan mempengaruhi kondisi tersebut.

Melihat kondisi yang seperti itu  membuat kebanyakan masyarakat harus mengelus dada, karena remaja yang idealnya adalah mereka yang sedang senang bermain dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya didunia nyata akan tetapi kini berubah menjadi remaja yang rusak akibat kesalahan dalam menggunakan gadget.

Semenjak virus corona menerjang Indonesia, terhitung kurang lebih satu tahun program belajar dilaksanakan dari rumah. Aktivitas belajar mengajar beralih dari tatap muka berubah ke kelas digital. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pelayanan pendidikan dari guru ke siswa. Guru tidak mampu maksimal memberikan pembelajaran, pendidikan, pengarahan, maupun motivasi kepada peserta didik. Selain itu sistem pembelajaran online menambah jauhnya pengawasan  guru terhadap peserta didik yang sangat membutuhkan perhatian. Bagi peserta didik yang baru saja menduduki kelas terendah dijenjang SD, SMP, SMA atau siswa yang bermasalah, berkonsultasi secara daring bukan merupakan solusi yang tepat.

Meskipun secara formal kegiatan pendidikan bisa dilaksanakan secara online, namun pendidikan moral peserta didik selama pandemi menjadi terabaikan. Selama pembelajaran daring intensitas perjumpaan guru dan siswa berkurang dan komunikasi hanya dilakukan melalui media sosial. Kedekatan batin yang terjalin melalui bimbingan, tauladan dan pengarahan antara siswa dan guru tidak berjalan dengan maksimal. Peserta didik seperti kehilangan figur yang mampu menjadi panutan. Kondisi tersebut membawa kekosongan dalam diri siswa terhadap nilai-nilai pendidikan moral dan karakter.

                Selain itu, pembelajaran jarak jauh juga mensyaratkan perangkat tekhnologi sebagai mendia pembelajaran. Interaksi virtual dalam waktu lama secara tidak langsung membentuk ketergantungan dan kecenderungan siswa terhadap media tersebut. Terlebih lagi dunia digital dengan segala kebebasannya menawarkan berbagai iming-iming, fasilitas, kemudahan serta konten-konten menarik yang membuat siswa betah berlama-lama, jika sudah demikian biasa dimungkinkan media online sebagai salah satu pintu masuk penyebab menurunnya moralitas generasi muda khususnya pelajar.

                Sistem pembelaaran online disatu sisi menjadi solusi pada masa pandemi. Namun disisi lain sejumlah dampak buruk juga mengintai. Pada masa normal, siswa menghabiskan waktunya di sekolah dengan berbagai kegiatan yang mendidik. Ruang interaksi sosial terbuka sehingga mereka dapat menyalurkan energi serta keinginannya.  Keterlibatan dalam berbagai aktivitas fisik dan sosial membantu siswa mengasah kecerdasan berpikirnya, meningkatkan kesehatan mental (mengurangi depresi, kecemasan dan stress) dan menjadi ajang menyalurkan minat dan bakat.

                Tetapi selama belajar dirumah, sebagian peserta didik memanfaatkan masa libur dengan kegiatan yang tidak produktif. Pembatasan aktifitas dan ruang gerak juga berdampak bagi psikologis mereka. Tidak sedikit peserta didik yang mengeluh jenuh dan bosan, sulit berkonsentrasi, kesepian, cemas, stess berlebihan dan emosi yang labil karena sulit beradaptasi dengan kondisi selama pandemi. Hal tersebut menjadi alasan bagi siswa menghabiskan waktu dengan media digital. Maka kita sering menjumpai anak-anak dan pelajar larut dengan media sosial, game online, dan gadgetnya. Demikian pula pergaulan bebas atau berpacaran, penggunaan narkoba, judi online kini semakin marak terjadi di masa pandemi.

                Masa remaja merupakan masa pencarian identitas dimana setiap pribadi memiliki rasa penasaran dan keingintahuan yang teramat tinggi. Apalagi didukung dengan tersedianya fasilitas gadget dan internet sebagai medianya. Siapa yang mampu menjamin mereka aman dari paparan konten yang negatif. Tidak sedikit para pelajar memanfaatkan media online dengan tidak sewajarnya. Rasa keingintahuan yang tidak bisa dibendung membawa mereka ke situs-situs yang berbau pornografi, menyaksikan video dan gambar gambar yang tidak bermoral bahkan ikut menjadi penyebar bagi pengguna internet lainnya.

                Masih kita ingat beberapa semasa pandemi ini kasus pergaulan bebas dan kekerasan seksual menjadi perbincangan masyarakat. Telah banyak sekali kasus-kasus yang beredar di media sosial. Kasus-kasus tersebut mengungkap fakta begitu merosotnya moral remaja yang seharusnya remaja adalah sebagai generasi penerus bangsa.

Selanjutnya penguatan orang tua dirumah dan pembekalan ilmu agama adalah menjadi kunci utama dalam membendung pergaulan yang serba semrawut di era sekarang. Karena kerluarga merupakan madrasah pertama bagi anak-anak, kesadaran serta tanggung jawab orang tua sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai agama.

 

 

DW.COM, Pelecehan seksual meningkat di masa pandemic

Solopos.com, Setahun Pandemi, 156 Perempuan Di Jateng Jadi Korban Kekerasan

 

Perkosaan anak: Korban pelecehan seksual dalam keluarga di Indonesia terjebak di tengah pandemi Covid-19

BBC News Indonesia

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar