Dr. Imam Bukhori saat menyampaikan materi

Jakarta, TABAYUNA.com
– Dalam kegiatan Training Of Trainer (TOT) Fasilitator Nasional Pendidik Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif Seri-3 yang terlaksana pada Rabu (14/7/2021) secara virtual, Direktur KSKK Madrasah Kemenag RI Prof. Dr. H. Moh. Isom Yusqi, M.Ag., yang diwakilkan PTP pada Subdit Kurev Direktorat Kurikulum Sarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Dirjen Pendis Kemenag RI Dr. Imam Bukhori menyampaikan materi tentang Arah Kebijakan Dukungan Direktorat KSKK Madrasah Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.

 

Dijelaskannya, bahwa dalam konteks pendidikan inklusi, regulasi atau dasar hukum yang memayungi pendidikan inklusi sudah jelas. Pengurus Pusat LP Ma'arif PBNU ini juga menegaskan, bahwa dasar hukum pendidikan inklusif ini setidaknya ada lima aspek. Pertama dari sisi Sistem Pendidikan Nasional yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kedua, perlindangan anak UU Nomor 23 Tahun 2002; UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak; UU Nomor 17 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak.

 

Ketiga, akamodasi yang layak, yaitu PP Nomor 19 Tahun 2005, PP Nomor 32 Tahun 2013, dan PP Nomor 13 Tahun 2015, PP Nomor 17 Tahun 2010; PP Nomor 66 Tahun 2010, Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, Permendiknas Nomor 32 Tahun 2008, Permendiknas No 70 Tahun 2009, UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, PP Nomor 70 Tahun 2019, PP Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Akomodasi Yang Layak Untuk Peserta Didik  Penyandang Disabilitas.

 

Keempat, pembagian kewenangan, tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014  Tentang Pemerintahan Daerah  Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan, UU Nomor 9 Tahun 2015.

 

Kelima, PDBK di madrasah, yaitu tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, PP Nomor 74 Tahun 2008, PP Nomor 19 Tahun 2017, Permennegpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009, Permenegpan dan RB Nomor 21 TH 2010 – Permenpan dan RB Nomor 14 TH 2016, Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018, Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018, PMA Nomor 90 Tahun  2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Di Madrasah Pasal 14 Ayat (6), Pasal 16 Ayat (3), Dan Pasal 18 Ayat (3).

 

Kebijakan Terbaru Pelaksanaan PP : Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI Nomor 3 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

 

“Dengan Peraturan ini, keperpihakan pemerintah terhadap layanan disbilitas semakin nyata, melalui penganggaran dan pembiayaan di semua kementerian, pemerintah daerah dan lembaga terkait,” bebernya.

 

Semua regulasi itu, menurut dia, untuk mempelajari betul, sebetulnya sebagaimana aturan yang harus diimplementasikan di madrasah. Ini adalah produk manusia, ciri khasnya memang tidak bisa memuaskan semua orang,  maka perlu perbaikan dan pengawalan yang serius.

 

Dijelaskan pula, Kemenag telah mendukung implementasi pendidikan inklusif. Hal itu menurutnya, tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah  yaitu “MI, MTs, MA/MAK wajib menyediakan akses bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus. (pasal 14, 16 dan 18)”. Kemudian, Peraturan Menteri Agama Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PMA Nomor 90 Tahun 2013 “Kementerian mendukung/mendorong terbentuknya Satuan Pendidikan Khusus dalam bentuk RALB, MILB, MTsLB, MALB dan MAKLB. (pasal 61 A, B, C, D)”.

 

Selanjutnya, Keputusan Menteri Agama Nomor  890 Tahun 2019 tentang Pedoman Kebutuhan Beban Kerja Guru Madrasah yang Bersertifikat Pendidik, yaitu “Beban Kerja Guru yang pembimbing khusus pada madrasah yang menyelenggarakan Pendidikan inklusi di ekuivalensikan dengan beban mengajar paling banyak 6 (enam) jam tatap muka per minggu. (BAB II item 12). Kemudian Regulasi  PMA no 18 th 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama tahun 2020 – 2024 dan KMA 792 tahun 2018 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum RA.

 

 

Dukungan Regulasi Dirjen Pendis untuk Madrasah Inklusif, yaitu melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam nomor 3211 tahun 2016 tentang Penetapan 22 Madrasah Inklusif, Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Madrasah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI Tahun 2017, Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4711 tahun 2020 tentang Pengembang Modul Program Pengembangan Keprofesian (PKB) Guru Inklusi, Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 6782 tahun 2021 tentang Penetapan Pengurus Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) Pusat yang merupakan forum kemitraan dari para pendidik,dosen, ekspert dan pemerhati pendidikan inklusif dalam memberikan perhatian khusus terhadap penyelenggaraan madrasah-madrasah inkluif, Pembentukan Kelompok Kerja Kepala Madarsah (KKM) Inklusif dan Kelompok Kerja Guru (KKG) Guru Pembimbing Khusus melalui Project Madrasah Education Quality Reform (MEQR) tahun 2021, SK Dirjen Pendis nomor 2768  tahun 2019 tentang: Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA.

 

Kemudian melalui SK Dirjen Pendis nomor 2767  tahun 2019 tentang: Juknis Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak di RA, SK Dirjen Pendis nomor 2766  tahun 2019 tentang : Juknis Penilaian Perkembangan Anak di RA, dan SK Dirjen Pendis nomor 2769  tahun 2019 tentang : Juknis Pemberdayaan Orang Tua di RA.

 

Dari rangkuman regulasi di atas, arah kebijakan Kelembagaan KSKK dalam pendidikan inklusif terangkum dalam beberapa aspek. Pertama, Perluasan akses, dengan peningkatan layanan perizinan madrasah  inklusif secara top down dan button up. Kedua, Pengembangan system modelling Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusi sebagai pusat percontohan pengembangan madrasah inklusi secara menyeluruh.

 

 

Ketiga, peningkatan mutu layanan, dengan memperkuat pengawasan, supervisi dan evaluasi lembaga penyelenggara madrasah inklusi melalui pendampingan kelembagaan.

Pemberdayaan kapasitas kelembagaan, dengan penguatan system layanan  managemen berbasis madrasah ( MBM) dan e-RKAM. Keempat, memperkuat jaringan , dengan memperluas kerja sama  steakholders madrasah inklusi : Balitbang Diklat, PTKI, PTU, Pemerintah Daerah, Mitra Organisasi masyarakat dan Kementerian dan lembaga lain. Kelima, pengembangan dan pemberlakuan standar penyelenggaraan Madrasah Penyelenggara Pendidikan inklusif (MPPI).

 

Untuk arah kebijakan kurikulum ada beberapa hal. Pertama, panduan kurikulum akomodatif  dalam mengimplementasikan kurikulum duplikasi, substitusi dan omisi. Kedua, panduan identifikasi dan assesmen fungsional bagi Peserta Didik Berkebutuan Khusus (PDBK). Ketiga, pedoman program pembelajaran individual ( PPI). Keempat, pedoman pembelajaran dan penilaian akomodatif. Kelima, panduan pengembangan strategi dan media pembelajaran inklusi. Keenam, pedoman layanan konpensatoris bagi PDBK di Madrasah Penyelenggara pendidikan Inklusif (MPPI). Keenam,  Juknis monitoring, evaluasi, pelaporan dan penjaminan mutu interbal pada MPPI. Ketujuh, pengembangan budaya inklusif di MPPI dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan inklusif.

 

 

Arah kebijakan kesiswaan, terdiri atas pengembangan sistem penerimaan peserta didik yang mengakomodir PDBK di madrasah, pengembangan system pengembangan potensi, bakat-minat dan apresiasi prestasi PDBK, regulasi BOS afirmasi untuk PDBK dan BOS madrasah inklusi untuk kepentingan identifikasi, assesmen dan dukungan layanan konpensatoris PDBK dan pembiayaan dan bantuan afirmasi untuk PDBK dalam mengakses pendidikan bermutu.

 

Sementara arah kebijakan sarana-prasarana, yaitu pengembangan pedoman aksesibilitas fisik madrasah penyelenggara  pendidikan inklusi, piloting madrasah dengan aksesibelitas inklusif sebagai percontohan, bantuan sarana dan prasarana madrasah inklusi dari aspek alat dan media pembelajaran inklusi, media layanan konpensatoris dan aksesibilitas lingkungan bagi PDBK.

 

“Guru mesti membaca,  mendiskusikan di komunitas-komunitas, membedah dan menerapkan dari regulasi yang suadah ada. Justru sisi ini yang penting,  dan di sini titik kelemahan guru-guru yang perlu dicari solusinya,” bebernya.

 

Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menegaskan cara pandang warga madrasah kepada ABK. Pertama, ABK bukanlah produk gagal Allah SWT. Kedua, ABK sebagai manusia, sejak kejadiannya adalah makhluk terhormat dan dimuliakan Allah SAW. Ketiga, ABK dengan segala kondisinya adalah takdir Allah SWT. Keempat, ABK sebagai kehendak Allah selalu mengandung hikmah bagi siapapun. Kelima, merendahkan ciptaan Allah sama dengan merendahkan Allah SWT. Keenam, ABK adalah ladang amal ibadah bagi siapapun. Ketujuh, ABK bukan minta dikasihani, namun minta dimengerti segala kondisi yang dihadapi. Kedelapan, ABK dan kita semua sebagai manusia ciptaan Allah SWT adalah  makhluk terbaik (ahsani taqwim) yang memiliki hak yang sama di hadapan Allah SWT.  Terkhir, hak bagi ABK adalah kewajiban bagi siapapun.

 

Kegiatan ToT Fasnas Madrasah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berbasis Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI) oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam bekerjasama dengan INOVASI dan Froum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) ini digelar melalui Zoom Meeting dan juga disiarkan langsung melalui channel Youtube GTK Madrasah Channel.

 

Hadir pula narasumber lain yaitu guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. H. Achmad Syahid, M.A., Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Ro'fah, S.Ag., BSW., M.A., Ph.D yang dimoderatori Pengawas Madrasah Sumatera Utara Dr. Yeni Rangkuti, S.Pd., M.A., dan diikuti peserta dari berbagai daerah se Indonesia. (Ibda).

Bagikan :

Tambahkan Komentar