Oleh Trifka Dila Fadhilah

Mahasiswa, Aktifis PMII

Kesehatan mental yaitu mengenai kondisi peserta didik dan kaitanya dengan kelangsungan sekolah. perilaku yang aneh atau tidak sesuai dengan norma yang ditampilkan oleh para siswa, dianataranya seperti cara berpakaian yang tidak sesuai dengan peraturan, gaya bicara yang aneh-aneh, gaya rambut yang acak-acakan, serta berbagai bentuk kenakalan yang cenderung kepada bentuk pelanggaran kriminal. Semua perilaku tersebut memiliki kecenderungan kepada penyakit mental. Berkaitan dengan hal ini, Surya (1982:95-97) menjelaskan beberapa bentuk gejala gangguan mental di sekolah, yaitu sebagai berikut:

1.  Masalah kesulitan belajar Salah satu segi dari kesulitan belajar merupakan gejala gangguan kesehatan mental, baik sebagai sebab maupun akibat. Dikatakan sebagai salah satu segi karena kesulitan belajar dapat pula dilihat dari segi lain. Sebagai masalah kesehatan mental, kesulitan belajar merupakan salah satu gejalanya. Artinya, anak yang mengalami gangguan mental seperti adanya pertentangan batin, konflik dengan orang tua, dan merasa rendah diri akan menimbulkan gangguan kesehatan pada mentalnya.

 2.  Masalah disiplin Anak yang bermental sehat akan menunjukkan adanya disiplin secara sadar terhadap aturan yang diberikan sekolah. Sebaliknya pelanggaran disiplin yang dilakukan anak, bisa merupakan adanya gejala gangguan kesehatan mental. Gejala pelanggaran disiplin seperti datang terlambat, berbuat seenaknya, mencuri, mencontek, dan sebagainya dapat terjadi bukan karena anak tidak tahu aturan disiplin, tetapi gejala itu dilakukan sebagai protes terhadap ketidakseimbangan mentalnya. Dari beberapa studi kasus menunjukkan bahwa pada umumnya mereka yang melanggar disiplin sekolah, disebabkan karena adanya gangguan mental dalam dirinya, seperti rasa tertekan, rasa takut, dan rasa cemas.

3. Masalah gangguan mental Adanya gejala gangguan mental pada anak didik di sekolah juga merupakan masalah kesehatan mental. Di sekolah sering nampak adanya gejala gangguan mental yang cukup kuat seperti dalam bentuk bersikap dingin, murung, selalu cemas, pesimis yang berlebihan, bertingkahlaku histeris, gejala pemakaian narkotik, sering pingsan, acuh, mudah tersinggung, dan sebagainya.

Ciri-ciri kesehatan mental pada anak adalah merasa bahwa anak-anak lain menyukainya, merasa aman, merasa tenang, tidak takut sendirian, dapat tertawa yang tidak tahu sesaat dengan umurnya, menunjukkan sikap tenang, tidak takut oleh suatu objek tertentu,  senang bermain, mempunyai perasaan berkelompok, mencatat, kelompok, periang dan optimis, dapat tidur dengan baik, dapat melupakan hal-hal yang salah terhadap dirinya dengan mudah, bersahabat dengan baik, menyenangi orang tua dan kehidupannya, memiliki beberapa hobi, menyenangi rekreasi, mencerminkan kemerdekaan, dapat berbuat untuk dirinya sendiri, merasa bahwa ia dipercaya oleh anak-anak lain, menyatakan dirinya secara terbuka dan penuh, serta mempunyai selera makan yang baik.

Sekolah mempunyai peranan atau tanggungjawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogianya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya. Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak, baik dalam berpikir, bersikap, maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru berperan sebagai substitusi orang tua. Dari sudut pandang psikologis, guru dapat berperan sebagai: (1) pakar psikologis pendidikan, artinya seseorang yang memahami psikologis pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; (2) seniman dalam hubungan antar manusia (artis in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan siswa-siswa sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; (3) pembentuk kelompok, yaitu mampu membentuk, menciptakan kelompok dan aktivitas, aktivitas sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; (4) catalytic agent atau inovator, yaitu orang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi pembuat suatu hal yang lebih baik; (5) petugas kesehatan mental (mental hygiene worker) artinya, guru bertanggungjawab bagi terciptanya kesehatan mental para siswa. Merebaknya fenomena kekerasan yang dilakukan oleh petugas pendidikan tentu menjadi kontrapoduktif dan bersinggungan dengan isu kualitas pendidikan. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa siswa yang menjadi korban bullying akan mengalami kesulitan dalam bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga absensi mereka tinggi, dan ketinggalan pelajaran, mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, serta kesehatan mental dan fisik mereka akan berpengaruh. Dalam jangka panjang, kondisi siswa yang demikian dikhawatirkan akan berdampak terhadap pencapaian mutu hasil pendidikan yang berkualitas.

Bagikan :

Tambahkan Komentar