Oleh: Sufi Saniatul M
Generasi Z, yang dikenal ambisius dan melek digital, sering kali menjadi sorotan dalam dunia kewirausahaan. Media sosial dipenuhi dengan pengumuman "coming soon" yang menjanjikan inovasi dan gebrakan baru. Namun, fenomena yang menarik perhatian adalah banyaknya inisiatif bisnis Gen Z yang terhenti di tahap awal dan tidak pernah benar-benar diluncurkan.
Mengapa banyak ide bisnis Gen Z yang berujung pada "coming soon" yang tak kunjung terealisasi? Artikel ini akan mengupas beberapa faktor utama di balik fenomena ini, mulai dari tekanan media sosial hingga kurangnya persiapan fundamental.
1. Tekanan Media Sosial dan "FOMO" dalam Berwirausaha
Media sosial memberikan gambaran yang sering kali tidak realistis tentang kesuksesan berbisnis. Tren yang ada menciptakan tekanan bagi Gen Z untuk segera terlihat produktif dan "punya bisnis sendiri." Pengumuman "coming soon" sering kali dilakukan sebagai respons terhadap Fear of Missing Out (FOMO), di mana mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga bagian dari gelombang wirausahawan muda.
Namun, mengumumkan sesuatu sebelum benar-benar siap dapat menjadi bumerang. Fokus mereka sering kali lebih kepada citra dan persepsi di media sosial daripada pada persiapan operasional bisnis yang matang.
2. Kurangnya Validasi Ide dan Riset Pasar
Antusiasme Gen Z terhadap ide-ide baru sangat tinggi, tetapi sering kali tidak diikuti dengan riset pasar yang mendalam. Mereka cenderung mengandalkan intuisi atau tren viral tanpa memvalidasi apakah ide tersebut benar-benar memiliki permintaan di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan.
Banyak yang mulai membangun merek atau produk berdasarkan asumsi, dan baru menyadari tantangan riil (seperti biaya produksi, persaingan ketat, atau target pasar yang tidak jelas) saat proses "coming soon" berjalan. Ketidakpastian ini sering kali menyebabkan mereka ragu dan akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan.
3. Masalah Sumber Daya dan Keterbatasan Modal
Meskipun banyak Gen Z yang ingin memulai bisnis, keterbatasan modal sering menjadi hambatan utama. Mereka mungkin memiliki ide brilian, tetapi tidak memiliki akses ke pendanaan atau sumber daya yang diperlukan untuk mengimplementasikannya.
Selain modal finansial, keterbatasan modal sosial (jaringan profesional dan mentor) dan modal pengetahuan (pemahaman tentang manajemen keuangan, hukum bisnis, dan operasional) juga berperan. Tanpa sumber daya ini, proses transisi dari ide ke realisasi bisnis menjadi sangat sulit.
4. Perfeksionisme dan Analisis Kelumpuhan ("Analysis Paralysis")
Gen Z dikenal memiliki standar yang tinggi, sering kali didorong oleh budaya digital yang menuntut visual sempurna dan narasi yang menarik. Sikap perfeksionisme ini dapat menyebabkan "analysis paralysis" atau kelumpuhan akibat analisis berlebihan.
Mereka cenderung menunda peluncuran karena menunggu segala sesuatu menjadi sempurna, baik itu logo, situs web, atau produk. Padahal, dalam dunia startup, "selesai lebih baik daripada sempurna" sering kali menjadi kunci. Fokus yang berlebihan pada detail kecil menghabiskan waktu dan energi, dan akhirnya membuat mereka menyerah sebelum memulai.
5. Kurangnya Daya Tahan dan Kesiapan Menghadapi Kegagalan
Membangun bisnis adalah proses yang penuh tantangan dan risiko kegagalan. Gen Z, yang tumbuh di era serba cepat dan instan, terkadang kurang memiliki daya tahan (resilience) yang diperlukan untuk menghadapi rintangan dan kegagalan awal.
Ketika mereka menghadapi kesulitan pertama seperti produk yang tidak laku, ulasan negatif, atau masalah operasional. Mereka mungkin merasa demotivasi dan memilih untuk mundur daripada mencari solusi. Kegagalan sering dilihat sebagai akhir dari segalanya, bukan sebagai bagian dari proses belajar.
Fenomena "coming soon" yang tak kunjung memulai aksinya di kalangan Gen Z adalah cerminan dari kombinasi antara ambisi yang tinggi dan tantangan di dunia nyata. Untuk mengubah "coming soon" menjadi kenyataan, diperlukan lebih dari sekadar ide dan semangat.
Untuk itu penting bagi GenZ melakukan tips berikut sebelum memulai usaha: pertama, melakukan riset pasar yang mendalam sebelum melangkah. Kedua, fokus pada validasi ide daripada pencitraan di media sosial.Ketiga, mencari mentor dan jaringan yang dapat memberikan panduan.dan terakhir, menerima bahwa kesempurnaan tidak ada di tahap awal; yang terpenting adalah memulai dan belajar dari proses.
Dengan pemahaman yang lebih matang dan persiapan yang lebih strategis, Gen Z dapat benar-benar mewujudkan impian bisnis mereka, melampaui sekadar janji di media sosial.
Tambahkan Komentar