Oleh: Zahra Agid Tsabitah

Angin senja membelai dedaunan akasia di halaman rumah tua itu, membawa serta aroma melati yang kian semerbak. Arka, seorang pemuda dengan tatapan mata penuh rasa ingin tahu, mendongak menatap jendela loteng. Sudah bertahun-tahun rumah itu kosong, dijuluki ‘Rumah Angker’ oleh anak-anak kampung. Namun, bagi Arka, rumah itu menyimpan misteri yang jauh lebih menarik daripada sekadar hantu.


Hari itu, rasa penasaran Arka mencapai puncaknya. Berbekal senter dan secangkir keberanian, ia menyelinap masuk melalui celah pagar yang rusak. Debu tebal menyelimuti setiap sudut. Perabot-perabot usang tertutup kain putih, tampak seperti siluet hantu dalam remang senja. Arka melangkah perlahan, matanya menyapu setiap detail, mencari petunjuk.


Di ruang tamu, sebuah jam dinding kuno berhenti di angka dua belas. Jarumnya berkarat, seolah waktu telah membeku di sana. Arka mendekat, menyentuh permukaannya yang dingin. Tiba-tiba, ia merasakan tarikan aneh. Bukan, bukan tarikan fisik, melainkan semacam desiran energi yang membuat bulu kuduknya meremang.


Ia terus menyusuri ruangan demi ruangan hingga sampailah ia di sebuah kamar tidur utama. Di sana, di atas meja rias yang berdebu, tergeletak sebuah jam tangan saku perak yang kusam. Jam tangan itu tampak antik, dengan ukiran bunga mawar yang indah namun samar termakan usia. Arka mengambilnya, membalikkan jam tersebut. Ada tulisan kecil yang terukir di bagian belakang: "Untuk Sarah, selamanya."


Tanpa sadar, Arka memutar kenop jam itu. Sebuah suara klik pelan terdengar. Seketika, cahaya biru lembut memancar dari jam, mengisi ruangan. Arka terkesiap, menjatuhkan jam itu ke lantai. Namun, jam itu tidak pecah. Justru, cahaya itu semakin kuat, menyelimuti Arka. Ia merasakan pusing yang luar biasa, seolah tubuhnya ditarik ke dalam pusaran air.


Ketika pusing itu mereda, Arka mendapati dirinya berdiri di tempat yang sama, namun dengan pemandangan yang berbeda. Debu telah sirna, perabot-perabot tampak baru dan berkilauan. Aroma melati yang tadi samar, kini menyeruak kuat, memenuhi udara. Sebuah potret wanita muda yang cantik terpajang di dinding, tersenyum lembut. Sarah, Arka menduga.


Ia mendengar suara riuh dari luar, suara kereta kuda dan gelak tawa. Arka melangkah ke jendela. Pemandangan di luar adalah kota lama, dengan bangunan-bangunan berarsitektur kolonial yang megah, dan orang-orang yang berlalu lalang mengenakan pakaian kuno. Arka menyadari sesuatu yang mustahil: ia telah melompati waktu.


Panik menyergap. Ia melihat jam tangan saku itu masih ada di tangannya. Ia mencoba memutar kenopnya lagi, berharap bisa kembali. Namun, kali ini tidak ada reaksi. Jam itu tampak seperti jam tangan biasa.


Selama beberapa hari berikutnya, Arka mencoba beradaptasi. Ia menyamar sebagai seorang pendatang, mencari pekerjaan serabutan untuk bertahan hidup. Ia mencoba mencari tahu tentang Sarah dan pemilik rumah itu, berharap menemukan petunjuk untuk kembali ke zamannya. Ia mendengar cerita tentang seorang wanita bernama Sarah yang menghilang secara misterius bertahun-tahun yang lalu, dan kekasihnya yang setia, seorang penemu brilian, meninggal tak lama setelah itu karena patah hati.


Arka menyadari bahwa jam tangan itu mungkin adalah ciptaan penemu itu, sebuah alat untuk melintasi waktu. Ia mulai mempelajari segala sesuatu tentang penemuan dan teori waktu yang ada di era itu, mencari celah, petunjuk, atau apa pun yang bisa membawanya pulang. Ia menghabiskan malam-malamnya di perpustakaan, membaca buku-buku tebal, mencari pola, mencari kode.


Hingga suatu malam, ia menemukan sebuah arsip tua, berisi catatan-catatan pribadi sang penemu. Di sana, terselip sebuah diagram rumit dan tulisan tangan yang berbunyi: "Untuk Sarah, aku akan menemukanmu di mana pun kau berada, bahkan jika itu berarti melampaui batas waktu. Jam ini adalah kuncinya. Putar kenopnya pada saat bulan purnama penuh, saat bintang-bintang sejajar, dan gerbang akan terbuka."


Arka memeriksa kalender. Malam itu adalah malam bulan purnama penuh. Ia berlari kembali ke rumah tua itu, yang kini tampak hidup dan berseri. Ia menemukan posisi bintang-bintang yang sesuai dengan diagram, lalu dengan gemetar, ia memutar kenop jam tangan saku itu.


Cahaya biru yang sama muncul lagi, kali ini lebih terang dan kuat. Pusaran energi kembali menariknya. Kali ini, Arka tidak panik. Ia berpegangan erat pada jam tangan itu, dengan harapan di dadanya.


Ketika ia membuka mata, aroma melati kembali menjadi samar. Debu kembali menyelimuti perabot-perabot. Jam dinding kuno di ruang tamu kembali berhenti di angka dua belas. Ia telah kembali.


Arka terduduk lemas, terengah-engah. Di tangannya, jam tangan saku perak itu tampak lebih berkilau, seolah energinya telah terisi kembali. Ia melihat ukiran di belakangnya: "Untuk Sarah, selamanya."


Arka tersenyum tipis. Ia telah mengalami sesuatu yang luar biasa, sebuah petualangan melintasi waktu. Ia tidak tahu apakah ia akan menggunakannya lagi, namun ia tahu satu hal: rahasia rumah tua itu kini terkuak, dan ia adalah satu-satunya yang tahu. Mungkin, jam tangan itu bukan hanya alat untuk melintasi waktu, tapi juga pengingat bahwa cinta sejati bisa melampaui batas apa pun, bahkan waktu itu sendiri. Ia meletakkan jam tangan itu kembali ke tempatnya, di atas meja rias, membiarkannya menyimpan rahasia sampai suatu hari nanti, mungkin, ada Arka lain yang cukup berani untuk menemukannya.

Bagikan :

Tambahkan Komentar