![]() |
Kompas Regional |
Oleh: Anisa Rejeki
Tari Dolalak, salah satu kesenian tradisional dari Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, kini mulai kembali naik daun di tengah masyarakat modern. Dulu dikenal sebagai tarian rakyat yang erat dengan budaya spiritual dan mistik, kini Dolalak mulai menarik perhatian generasi muda karena pesonanya yang unik, penuh semangat, dan sarat makna budaya. Media sosial, komunitas seni, bahkan panggung-panggung modern mulai menyoroti kembali tari Dolalak sebagai simbol budaya lokal yang tak lekang oleh waktu.
Dapat disimpulkan bahwa minat masyarakat terhadap kesenian daerah kini semakin meningkat, seiring dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya di era globalisasi. Tari Dolalak yang dulunya sempat dipandang kuno, kini mendapat tempat istimewa di hati generasi muda. Hal ini tidak terlepas dari maraknya kampanye cinta budaya lokal, festival-festival seni tradisi, dan kolaborasi lintas generasi yang menghidupkan kembali kesenian lama dengan sentuhan kekinian.
Tari Dolalak sendiri merupakan tarian berkelompok dengan gerakan yang ritmis dan enerjik, biasanya ditampilkan oleh sekelompok penari mengenakan kostum ala serdadu Belanda—lengkap dengan kacamata hitam dan topi khas. Musik pengiringnya sangat khas, berasal dari irama rebana, kendang, dan tembang Dolalak yang dinyanyikan secara bersahutan. Dalam beberapa pertunjukan tradisional, Dolalak juga kerap disertai unsur trance atau kesurupan, yang dianggap sebagai bentuk spiritualitas dan kekuatan magis dalam seni.
Mengapa Tari Dolalak kembali diminati masyarakat, khususnya anak muda?
Hal ini tak lepas dari pergeseran pandangan masyarakat yang kini lebih terbuka terhadap keberagaman budaya lokal. Dolalak dianggap sebagai kesenian yang memiliki energi kuat dan karakter unik, sehingga cocok dijadikan identitas budaya yang membanggakan. Tak hanya itu, penampilan Dolalak kini tidak terbatas di panggung desa, tapi juga tampil dalam berbagai event modern, festival budaya, hingga diunggah dalam bentuk video kekinian di platform seperti TikTok dan Instagram. Gerakan khasnya yang serempak dan dinamis bahkan menjadi inspirasi untuk tantangan dance digital yang viral.
Dampak positif dari tren ini tentu tidak hanya dirasakan oleh penikmat seni, tetapi juga oleh para seniman lokal, pelatih tari, dan komunitas budaya. Semakin populernya Dolalak membuat banyak sanggar seni kembali aktif, anak-anak muda mulai belajar menari Dolalak, dan berbagai komunitas budaya semakin bersemangat untuk melestarikannya. Ini tentu memberi kontribusi besar bagi pelestarian warisan budaya sekaligus mendukung sektor pariwisata dan ekonomi kreatif daerah.
Namun, meskipun Tari Dolalak sedang naik daun, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah regenerasi penari dan pelatih tari yang masih terbatas, serta minimnya dokumentasi dan pengarsipan sejarah Dolalak secara utuh. Oleh karena itu, perlu ada sinergi antara pemerintah, pelaku seni, dan masyarakat dalam mengembangkan Dolalak sebagai aset budaya nasional. Langkah konkret bisa dilakukan melalui pelatihan tari di sekolah, digitalisasi pertunjukan, hingga kerja sama dengan industri kreatif.
Pertama, penting bagi sekolah, sanggar seni, dan komunitas budaya untuk memberikan edukasi dan ruang berkarya bagi generasi muda agar lebih mengenal dan mencintai Dolalak. Misalnya dengan mengadakan workshop tari, lomba kreasi Dolalak modern, atau festival seni daerah.
Kedua, mendukung inovasi penampilan Dolalak dengan tampilan yang menarik, modern, dan bisa dinikmati oleh semua kalangan. Hal ini bisa dilakukan melalui kolaborasi antara seniman lokal, content creator, dan pelaku event agar Dolalak tetap hidup di tengah gempuran budaya global.
Tidak begitu?
Tambahkan Komentar