Ketua Umum MUI, Prof. Dr (HC). KH Ma’ruf Amin (foto: Lensa Remaja).
Jakarta, TABAYUNA.com – Ada hal yang perlu diperjelas soal hukum dana haji dipakai untuk infrastruktur yang saat ini masih kontroversi. Merespon hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Menteri Agama menyatakan dana haji boleh diinvestasikan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Namun, ada dua syarat apabila dana tersebut hendak dipakai.

Baca Juga: Hukum Investasi Dana Haji untuk Infrastruktur Menurut Kemenag

Ketua Umum MUI, Prof. Dr (HC). KH Ma’ruf Amin mengatakan syarat pertama yakni investasi tersebut bisa dijamin keamanannya. Tak hanya aman, tetapi juga tak berpotensi menyebabkan kerugian.
“(Dana haji) bisa untuk investasi apabila yang dikerjakan sifatnya aman. Jadi tidak ada masalah dan sah,” kata Kiai Ma’ruf di salah satu hotel di Jalan Timoho, Yogyakarta, Minggu (30/7/2017).
Lalu, syarat yang kedua yakni sesuai dengan ketentuan syariah. Kiai Ma’ruf menuturkan maksud dari sesuai dengan syariah yakni investasi yang dilakukan tidak mengandung unsur-unsur riba dan hal yang sesuai syariah lain.
“Dana (haji) itu selama ini ditaruh di bank-bank syariah dan disimpan menjadi Surat Berharga Syariah Negara atau SBSN. Dan sudah ada badan yang mengelola,” kata Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Sebelum dana haji digunakan untuk investasi, ia menambahkan, juga harus sudah melewati persetujuan badan pengelola dana haji. Badan tersebutkan yang membahas dan menyeleksi penggunaan untuk investasi jenis apa saja yang diperbolehkan.
“Badan ini yang nanti menetapkan. Secara umum, dana haji jika akan digunakan untuk investasi harus aman dan sesuai syariah,” tegas dia.
Pemerintah sebelumnya berencana menggunakan dana haji untuk berinvestasi. Sejumlah investasi yang dimaksud untuk infrastruktur jalan tol hingga pelabuhan.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga menyatakan dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) boleh dikelola untuk hal-hal produktif. Hal ini termasuk dikelola untuk pembangunan infrastruktur dan kebolehan ini mengacu kepada konstitusi dan aturan fikih.
“Selama memenuhi prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi kemaslahatan jemaah haji serta masyarakat luas, dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur,” kata Lukman Hakim dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Lukman Hakim mengutip hasil keputusan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH yang Masuk Daftar Tunggu. Dalam keputusan itu disebutkan dana setoran BPIH bagi calon haji yang masuk daftar tunggu dalam rekening Menag boleh ditasarufkan untuk hal produktif.
Hal produktif tersebut di antaranya adalah penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk atau obligasi syariah. Investasi tersebut menjadi milik calon jemaah haji, dan pengelola berhak mendapatkan imbalan wajar atau tak berlebihan. Namun dana BPIH tak boleh digunakan untuk keperluan apa pun kecuali membiayai keperluan yang bersangkutan.
Menurut Lukman Hakim, fatwa tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Ia menambahkan, beleid ini mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Badan ini berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya. “Nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji ini dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jemaah haji,” ujar Lukman.
Lukman menjelaskan investasi yang dilakukan BPKH harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.
“Selanjutnya, badan pelaksana maupun dewan pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng, jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaannya,” tutur Lukman.
Selain itu, di dalam undang-undang itu juga mengatur tentang BPKH selaku wakil akan menerima mandat dari calon jemaah haji selaku muwakil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.
Mandat itu, kata Lukman, merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam perjanjian kerja sama Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama dengan bank penerima setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.
Lukman menjelaskan, akad wakalah ditandatangani setiap calon jemaah haji, ketika membayar setoran awal BPIH. Melalui akad wakalah, calon jemaah haji selaku muwakil memberikan kuasa kepada Kementerian Agama selaku wakil untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH, yang telah disetorkan melalui bank penerima setoran (BPS) BPIH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (TB4).
Bagikan :

Tambahkan Komentar