Ilustrasi: Suasana Kabah. (Foto: tabayuna.com).
Oleh Sumanto Al Qurtuby
Penulis adalah Guru Besar di King Fahd University for Petroleum and Gas, Arab Saudi

Seperti apakah suasana musim haji di Arab Saudi? Jika pada musim haji kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong ke Makah untuk menjalankan ritual sekaligus rukun Islam kelima ini, maka warga Saudi memanfaatkan musim haji untuk liburan.

Baca juga: Cadar Yahudi Menurut Sumanto Al Qurtuby

Lo kok? Lo kok, lambemu. Memang setiap musim haji itu libur. Pemerintah meliburkan sekitar 2 Minggu. Hari ini kick off liburnya. Karena saya juga warga Saudi, maka saya juga ikut meliburkan diri. Tanggal 17 September saya baru mulai mengajar lagi.

Libur resmi nasional di Saudi hanya di bulan haji ini plus 23 September karena pada tanggal 23 September 1932, Raja Abdulaziz Al Saud menyatukan seluruh wilayah Jazirah Arab menjadi Kerajaan Arab Saudi. Maka tanggal 23 September disebut sebagai Hari Nasional (al-Yaum al-Watani).

Kalau 23 September jatuh hari Jumat/Sabtu, maka liburnya diganti Minggu/Kamis. Di Saudi, Minggu hari kerja, sedang Jumat-Sabtu libur. Yang menarik adalah kenapa kerajaan menggunakan kalender Masehi (bukan kalender Hijriyah) sebagai patokan Hari Nasional. Kalender akademik juga menggunakan Masehi.

Liburan haji adalah liburan besar di Saudi yang digunakan sebagai momentum untuk mudik dan ngumpul bersama keluarga besar. Persis seperti suasana lebaran di Indonesia. Bagi keluarga berduit, mereka gunakan untuk melancong ke berbagai negara untuk turisme atau wisata. Pokoknya enjoy. Yang penting heppiii. Tapi ada juga sebagian kaum muda dan mahasiswa yang mendaftar sebagai "relawan haji" untuk membantu para jamaah haji di Mekah.

Supaya tidak penuh sesak, selama musim haji, pemerintah bahkan menganjurkan warga Saudi di Mekah untuk pergi sementara keluar Mekah: ke Jedah, Taif, dan lainnya.

Soal haji ini, warga Saudi sangat rileks. Banyak sekali warga Saudi yang belum berhaji. Bahkan kolega-kolegaku yang Saudi tidak ada satupun yang pernah berhaji. Mereka bilang "entar saja kalau sudah tuaan, malas panas" he he. Tahun lalu, waktu saya naik haji, satu rombongan haji, hanya seorang til yang warga Saudi. Selebihnya kaum pendatang yang memang sangat mementingkan haji.

Pemerintah Saudi sendiri juga membatasi soal haji ini. Bagi yang sudah berhaji dilarang berhaji lagi selama 5 tahun, kecuali jika ia mau menemani keluarga perempuan muhrim yang mau haji. Kebijakan ini, saya kira penting untuk ditiru oleh Pemerintah Indonesia supaya orang tidak seenaknya "koja-kaji" kayak setrikaan, dan supaya memberi peluang dan prioritas bagi yang belum haji.

Sejak 2 tahun lalu, sistem pendaftaran haji (termasuk sistem pembayaran) juga sudah online sehingga lebih nyaman dan transparan, tidak dikadali lagi oleh calo-calo dan agen travel seperti tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ini membuat para agen travel haji gulung tikar. Kebijakan ini juga sangat baik kalau mau dicontoh di Indonesia.

Jabal Dhahran, Arabia
Bagikan :

Tambahkan Komentar