Suasana diskusi di LBH Semarang.
Semarang, TABAYUNA.com - Persoalan polemik patung Kwan Seng Tee Koen di Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur, menjalar ke mana-mana bagaijan virus yang begitu cepat. Merespon hal itu, Persaudaraan Lintas Agama yang terdiri atas beberapa ormas menggelar diskusi di Semarang, 8 Agustus 2017.

Baca juga: Polemik Patung Kongco Kwan Sing Tee Koen Di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban Berakhir

Persaudaraan Lintas Agama Semarang tersebut terdiri atas LBH Semarang, EIN Institute, eLSA Semarang, Komunitas GusDurian Semarang, PC PMII Semarang, PC Hikmahbudhi Kota Semarang, GMKI Semarang, KOMHAK-KAS, LBH Apik, Rumah Pelangi, Komunitas Marhaenis Semarang. Mereka berdiskusi dan mendapatkan hasil bahwa pemerintah dilarang membiarkan penggiringan isu ke arah sentimen antietnis dan agama oleh kelompok intoleran.

Berikut hasil dari diskusi itu yang diterima Tabayuna.com;

Pertama, sejak awal, komitmen para pendiri Republik Indonesia adalah mendirikan negara kesatuan yang melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan dan pasal 29 UUD 1945.  Ini berarti ada jaminan bagi umat beragama untuk mengekspresikan keyakinannya sejauh tidak melanggar hukum, membahayakan keselamatan masyarakat, atau mengancam keutuhan bangsa dan negara. Tiap-tiap umat beragama harus dijamin agar bisa beribadah dengan aman.

Kedua, umat Khonghucu Klenteng Kwan Sing Bio Tuban berinisiatif mendirikan patung Kwan Seng Tee Koen atau Shen Ming Kwan Kong di lingkungan ibadah mereka sendiri sebagai ekspresi penghormatan pada tokoh panutan mereka. Sesuai pernyataan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, tokoh Kwan Seng Tee Koen dijunjung oleh umat Khonghucu sebagai teladan nilai-nilai kesetiaan, kebenaran, dan keadilan, bukan sebagai ahli perang dari Cina. Di Semarang dan sekitarnya pun terbukti umat beragama bisa mengekspresikan penghormatan terhadap tokoh-tokoh panutannya secara damai dalam wujud pembangunan patung, seperti patung Bunda Maria di Gua Maria Kerep Ambarawa, patung Dewi Kuan Im di Vihara Buddhagaya Watugong Semarang, patung Sam Poo Tay Jin di Klenteng Sam Poo Kong dan Klenteng Tay Kak Sie Semarang.

Ketiga, apabila ada problem administratif pada izin pendirian patung Kwan Seng Tee Koen tersebut harus diproses secara administratif pula. Tuntutan untuk merobohkan atau menghilangkannya karena alasan agama, sentimen etnis, atau tuduhan tidak nasionalis merupakan politisasi yang berlebihan. Penggiringan isu ke arah narasi serta ujaran kebencian pada etnis dan agama tertentu jelas-jelas bertentangan dengan semangat Pancasila dan tidak boleh dibiarkan, karena berbahaya bagi kebhinneka-tunggal-ikaan Indonesia, bahkan jika dibiarkan bisa jadi akan mengancam keselamatan sebagian warga negara.

Keempat, dibutuhkan sikap Pemerintah netral dan adil untuk menyelesaikan persoalan patung Kwan Seng Tee Koen ini berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan aturan hukum. Selain memastikan kerapian administratif, Pemerintah harus tetap berpegangan pada tugas utama melindungi kebebasan beragama dan rasa aman seluruh warga negara Indonesia. Sikap teliti secara administratif harus dibarengi dengan ketegasan mencegah makin meluasnya narasi serta ujaran kebencian pada etnis dan agama tertentu. Aksi kelompok-kelompok intoleran yang disinyalir melakukan politik identitas, mengancam kebebasan beribadah dan berekspresi yang sah, memaksakan kehendak lewat tekanan massa (trial by the mob) harus dihentikan karena berpotensi memecah kesatuan bangsa. (TB4).
Bagikan :

Tambahkan Komentar