Ilustrasi
Temanggung, TABAYUNA.com - Farinka Nurrahmah Azizah, dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Jurusan Tarbiyah STAINU Temanggung, Jawa Tengah menegaskan bahwa pemberantasan HIV/AIDS di Indonesia harus dimulai dari lembaga pendidikan sejak dini.

Pasalnya, pendidikan sangat strategis untuk menanamkan bekal dan pemahaman nyata tentang seks, dan bahaya HIV/AIDS.

Lewat penanaman pendidikan karakter dan pendidikan seks sehat, maka akan bisa mencegah para pelajar terjerumus ke lembah seks bebas.

Melihat data penderita HIV/AIDS di negeri ini masih menjamur. Catatan Kementerian Sosial menyebutkan  angka penderita HIV/AIDS (ODHA) yang ada di Indonesia sudah sangat memprihatinkan yakni lebih dari 276 ribu orang.

Sampai Januari 2017, Kemensos menyebutkan jumlah di atas tercatat di Kemensos yang terdiri dari 198 ribu orang lebih menderita HIV, dan 78 ribu orang lebih menderita AIDS. Totalnya mencapai 276 ribu orang di Indonesia menderita atau mengidap HIV/AIDS.


Sementara Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Temanggung meriliis  sepanjang Januari hingga awal Desember 2016 menemukan 28 kasus HIV/Aids. Adanya temuan itu maka total kasus yang berhasil ditemukan sejak 1997 menjadi 356 orang.

"Kalau di perguruan tinggi, solusinya adalah mengajarkan mahasiswa tentang penghargaan diri sendiri," kata Farinka, Jumat (1/12/2017) dalam peringatan Hari AIDS Sedunia yang diperingati 1 Desember 2017 ini.

Artinya, kata dia, bahwa tubuh seseorang berharga dan hanya bisa diakses oleh yang muhrim. "Jadi tidak ada freesex. Karena fakta membuktikan kebanyakan yang terkena HIV/AIDS adalah mereka yang melakukan hubungan bebas," tegas dosen kelahiran Demak itu.

Ia juga menegaskan, guru SD/MI wajib mengenalkan bahasa seks bebas bagi anak-anak. "Sejak awal anak-anak haruz dididik bagaimana menghargai diri dan mempunyai keyakinan untuk melawan hal-hal yang membuat kit merendahkan diri sndiri," beber dia.

Langkah sederhana yang penting, menurut dia, adalah melalui sosialisasi akan pentingnya hidup sehat dan bahaya hubungan seks bebas.

"Kemudian dengan melakukan pemahaman antara sebab dan akibat akan dampak dari hubungan seks bebas itu sendiri," lanjut dia.

Hal itu, menurut dia, bisa dilalulan dengan kembali pada agama yaitu menerapkan dalil agama, moral, dan lainnya.

"Mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Kalau mengobati berarti itu sudah terjangkiti. Dan itu sudah wilayah medis. Sementara mencegah ya tentu bisa dilakukan guru atau dosen di jenjang SD/MI sampai perguruan tinggi," imbuh dia.

Ke depan, kata dia, jika hal itu terlaksana maka setidaknya bisa mengurangi angkat penderita HIV/AIDS di negeri ini. Sebab, dalam hal apapun dimulai dari perubahan cara berpikir yang pada akhirnya menjadi karakter dan budaya. (tb40/Hi).
Bagikan :

Tambahkan Komentar