Ilustrasi gambar: farlysstores
Oleh Hamidulloh Ibda
Alumni Pondok Pesantren Mambaul Huda Pati

Sekitar tahun 2007 silam, saya masih aliyah. MA Madarijul Huda namanya atau MA YPM Kembang, Dukuhseti, Pati. Ini, sekolahku kedua setelah pindah dari MA Manahijul Huda Ngagel pada 14 Agustus 2007 silam.

Aku pindah, saat kenaikan kelas dan menjelang kelas tiga, saya mampir menjadi santri di Pondok Pesantren Mambaul Huda yang diasuh langsung KH. Zabidi Hasbullah putra dari KH. Hasbullah, murid KH. Ahmad Mutamakkin Kajen.

Penuh pakaian berantakan, asbak, kitab berserakan, sajadah dan baju "umel-umelan", begitu kira-kira kondisi kamar gotakan yang tiap hari menjadi tempat berlindung dari panas, hujan dan godaan kluyuran malam.

Tapi, begitulah kehidupan pondok. Asik, unik, menarik dan menantang. Sebab, tiap minggu sekali usai jemaah Asyar harus setoran Alfiyah 10 bait pada Kang Syihab. Pengasuh internal pondok asal Mranggen yang sangat galak sekali.

Pada suatu pagi, usai bandongan bersama Yi Bidi (sapaan KH. Zabidi Hasbullah) di masjid Sabilal Huda depan pondok, salah satu teman terburu-terburu mandi karena kuatir telat sekolah dan ngepel atau nggosok WC sebagai hukuman dari Pak Roihan atau Pak Afif. Padahal, sekolahku tepat hanya 2 meter dari pondok. Tapi masih ada yang telat. Namanya anak pondok. Penuh kreativitas dan tempaan waktu yang kadang membuatnya telat sekokah.

Sebut saja Kang Madun (nama samaran), seorang teman agak gemuk, berkulit putih dan sukanya memakai songkok hitam bunder. Ia saat itu belum kiriman. Maklum, dia anak soerang nelayan dari Jepara, tepatnya di Ujungwatu dekat Benteng Portugis.

Singkat cerita, ia memakai sabun milik Kang Sholihin, tetapi sabun itu adalah sabun cair. Sekali lagi, sabun cair dan kala itu memang masih jarang sabun cair menampakkan diri di toko-toko. Padahal, setahu saya sabun cair sudah ada sejak 1987.

Uniknya, kalau anak pondok itu biasanya "menyabunkan sampo". Maksudnya, satu sampo sachet bisa jadi sabun sekaligus. Jadi usai dijadikan sampo, bisa 'menyelam sambil minum air' dijadikan sabun mandi. Masalahnya, akan lucu jika sabun disampokan.

Oke lanjut ke pokok cerita. Nah, Kang Madun langsung mandi dan memakai sabun cair itu sebagai sampo karena dikiranya adalah sampo. Padahal sabun. Sekali lagi, ini sabun cair bukan sampo cair.

Usai mandi, Kang Madun sisiran dan sambil bersiul-siul di depan kaca agak kumuh di samping pintu. "Isuk men leh, Kang. Piket nyapu po?" tanyaku setengah ngantuk.

Ia pun menjawab bahwa ada PR Matematika dari Pak Sanaji yang sangat tegas dan saking tegasnya dikatakan galak. Tiap pelajarannya, aku pun mati kutu diam tanpa kata. Takut disuruh maju dan tidak bisa.

Kembali pada Kang Madun, aku pun heran karena rambutnya kaku tidak seperti biasanya. Maklum saja, Madun orangnya stylis dan steikul tidak seperti saya yang ada adanya. "Dun, rambutem kok kaku dok kei minyak opo leh?" Tanyaku heran.

Ia pun menjawab, "Mbuh, wek e Kang Likin tak enggo. Sampo cair, Bro. Tapi kok rambutku kaku koyo sodho yo," herannya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kang Likin datang dan memberikan sampo sachet pada Madun. "Dun, ki tak tukokke sampo Clear. Susuk tuku beras. Sing mou dudu sampo lo, kuwi sabun cair," kata si Likin sambil menaruh sampo di atas meja.

Aku pun tertawa. Tapi tak tahan sampai dalam. Madun pun malu. Tanpa ragu, ia pun menggasak sampo Clear pemberian Kang Likin tadi dan mandi lagi.

Tragedi ini bagi saya sah-sah saja. Namanya orang tak tahu. Hikmahnya, Madun mandi dua kali dan aku dapat ilmu dari Madun tentang "sabun yang disampola". Maklum. Kita sabunan itu ya biasanya pakai kosokan watu dan sabun batangan.

Sejarah sabun dan sampo memang penuh kelucuan. Setahu saya, awal kali ada sabun, atau ada benda yang disabun-sabunkan muncul sekitar tahun 2800 SM
Benda mirip sabun ditemukan di Babilonia Kuno. Kemudian, berkembang pesat dari era Yunani, Pertengahan, Renaissance, sampai abad Modern, Kontemporer dan sampai sekarang era atau abad 21 yang dihuni kaum milenial, pascamilenial dan generasi alfa, sabun memang berkonversi sedemikian rupa.

Lucunya di mana? Sejak ada sabun, dasar kesucian diharapkan pada sabun, deterjen, bahkan kalau orang mandi jinabat seolah-olah wajib memakai sampo. Padahal, sabun, sampo dan sabun yang disampokan itu hanya alat saja.

Eh, airku sudah mendidih. Tak tinggal sek ya meh nggawe kopi. Meh melu?
Bagikan :

Tambahkan Komentar