Suasana seminar bulanan dosen STAINU Temanggung, Sabtu (16/12/2017).
Temanggung, TABAYUNA.com - Dalam rangka meningkatkan dan menjaga kualitas intelektual dosen, Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) STAINU Temanggung konsisten melalukan seminar ilmiah bulanan dosen.

Hal itu menurut Muh Syafi' Ketua LP3M STAINU Temanggung menjadi bentuk tanggungjawab akademik kaum akademisi.

"Seminar ilmiah bulanan ini menjadi bagian untuk terus menigkatkan diri. Karena banyak temuan dan kajian ilmiah yang harus diupgrade dengan menyesuaikan zaman," tukas dia di sela-sela seminar ilmiah bulanan dosen di aula STAINU Temanggung, Sabtu (16/12/2017).

Pemateri pertama, Martin Amnillah  menyampaikan materi 'Implementasi Perencanaan Strategis Pendidikan'. Ia menjelaskan bahwa semua lembaga pendidikan wajib melalukan perencanaan strategis untuk menuju tujuan.

"Tidak hanya perguruan tinggi, namun sekarang sekolah, madrasah bahkan dalam lingkup keluarga juga harus ada perencanaan," ujar mahasiswi S3 Universitas Negeri Yogyakarta itu.

Dosen Prodi PAI ini juga menjelaskan, bahwa tanpa perencanaan, sebuah lembaga, sekolah, perusahaan akan bias pengelolaannya. "Dalam keluarga saja, tanpa perencanaan bagus, kita tidak bisa mengelola keuangan dengan baik. Meskipun ada prinsip min khaisu la yahtasib, tapi tidak selamanya rezeki seperti itu," tegas dia.

Maka dari itu, perencanaan berbentu Renstra, visi-misi, program kerja, sampai evaluasi sangat penting diterapkan seriua dan dikawal di semua lembaga pendidikan Islam.

Sementara itu, pemateri kedua, Fatmawati Sungkawaningrum dosen Ekonomi Syariah STAINU Temanggung dalam Seminar Ilmiah Dosen dengan artikel berjudul "Bahaya Riba dalam Sistem Perekonomian" menjelaskan bahwa Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di Indonesia masih banyak yang menerapkan sistem perekonomian yang hakikatnya riba.

"Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di Indonesia adalah solusi bergeser dari sistem perekonomian Yahudi. Namun praktiknya dalam akad yang substansinta ada ribanya," beber Fatma.

Dicontohkannya, misal bank syariah menamakan hal itu 'qord' atau utang-piutang. "Namun kenyataannya, bukan qord atau qardi dan ada ribanya, denda ketika peminjam telat atau melewati batas waktu yang ditentukan maka dikenakan denda. Denda itulah riba. Selain itu, ada biaya-biaya lain seperti administrasi, pembiayaan, itu juga termasuk riba karena melanggar akad awal pinjam-meminjam," ujar dia.

Dicontohkan pula bahwa masih banyak BMT dan Lembaga Keuangan Syariah yang menerapkan akad mudharabah, akan tetapi dalam praktiknya tidak ada satu pun syarat dan rukun mudharabah pada saat akad maupun pelaksanaan akad tersebut.

Ia mengakui, bahwa sangat susah menerapkan sistem perbankan yang benar-benar syariah Islam. Ia juga menegaskan, jika ingin benar-benar terhindar dari riba, maka perlu keluar dari dunia perbankan. "Beruntunglah bagi orang Islam yang tidak mengenal perbankan," beber dia.

Fatma juga menambahkan, sistem perekonomian di Indonesia saat ini masih dalam taraf menuju sistem ekonomi Islam. Jadi belum semuanya benar-benar menerapkan sistem ekonomi Islam. "Sistem perekonomian, perbankan di Indonesia saat ini masih berusaha menuju syariah Islam yang sebenarnya," tukas dia.

Meski sudah ada hukum riba dari pendapat jumhur ulama terdiri atas halal, haram dan subhat, ia mendorong untuk tidak melakukan praktik riba. "Kalau mau benar-benar bersih dari riba, ya saat menabung, ada bunganya tapi tidak perlu diambil," ujar dia. (tb33/Ibda).
Bagikan :

Tambahkan Komentar