Suasana pendidikan karakter
Temanggung, TABAYUNA.com - Nilai-nilai dalam Islam, seperti akhlakul karimah menjadi sumber untuk mengaplikasikan penerapan pendidikan karakter. Tidak hanya di sekolah, namun penerapan itu dimulai dari keluarga. Hal itu terungkap dalam diskusi yang dihelat oleh Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) PGMI STAINU Temanggung, Sabtu (7/4/2018) malam.

Baca: PGMI STAINU Purworejo Teken MoU dengan PGMI STAINU Temanggung

Mereka menggelar diskusi Pendidikan Karakter Anak yang menghadirkan M. Fadloli Alhakim, dosen PGMI yang dimoderatori Farinka Nurrahmah Azizah, Sekprodi PGMI.

Puluhan mahasiswa dan pengurus HMP PGMI yang baru itu tampak serius mengikuti kegiatan tersebut usai pelantikan. Dalam diskusi itu hadir juga Ketua Program Studi PGMI, Hamidulloh Ibda, Presiden BEM Yasin, dan jajaran pengurus HMJ Tarbiyah.

Dalam penjelasannya Fadloli mengatakan penguatan pendidikan karakter pada anak sangat penting. Sebab, saat ini banyak anak-anak perilakunya sudah melebihi batas.

Baca: Himpunan Mahasiswa Prodi PGMI STAINU Temanggung 2018-2019 Resmi Dilantik

Dari pengamatannya ia mengatakan anak-anak sekarang banyak yang merokok bahkan melakukan mabuk dengan lem dan pembalut. "Ini adalah tugas kita bersama untuk membehaninya. Kita sebagai guru dan orang tua harus tahu apa itu pendidikan karakter dan implementasinya," ujar dia.

Usai pemaparan materi, diskusi dilanjut dengan tanya jawab yang akhirnya mendapat beberapa rekomendasi.

Pertama, pelaksanaan pendidikan karakter tidak hanya tugas guru, justru yang paling utama adalah keluarga dalam hal ini adalah ibu dan ayah. Apalagi, tri sentra pendidikan menempatkan keluarga sebagai lingkup keluarga menjadi lingkup pertama sebelum anak masuk ke sekolah.

Kedua, pelaksanaan pendidikan karakter, pemetaannya harus jelas. Sebab, konsep pendidikan karakter di Indonesia selama ini masih dalam tataran uji coba meskipun berbagai Permendikbud terus diganti.

Ketiga, penguatan pendidikan karakter yang paling pokok adalah penyiapan calon guru yang berkulitas. Sebab, guru menjadi agen vital untuk mengimplementasikan pendidikan karakter.

Keempat, pelaksanaan pendidikan karakter tidak bisa sekadar teoretis. Namun yang paling jelas adalah dengan contoh, perbuatan dan aksi nyata. Kelima, harus ada sinergitas antara keluarga, sekolah dan masyarakat untuk mengimplementasikan pendidikan karakter.

Keenam, sinergi bersama dari lembaga pesantren, madrasah dan sekolah untuk mengimplementasikan pendidikan karakter agar tidak ada ketimpangan pada aspek intelektual, spiritual dan emosional. (tb44/hms).
Bagikan :

Tambahkan Komentar