Pemotongan tumpeng
Temanggung, TABAYUNA.com - Internet Citizen (Netizen) mahasiswa, pelajar, dosen dan semua kalangan harus menjadi malaikat yang menulis, mengabarkan, share apa saja termasuk berita, video, gambar dan meme di media sosial. Hal itu diungkapkan Hamidulloh Ibda pengajar dan Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAINU Temanggung dalam seminar literasi bertajuk 'Perang Malaikat dan Syetan dalam Media Sosial", Senin (23/4/2018).



"Manusia memiliki dua potensi. Benar salah, baik buruk, taat menentang, berbuat kebaikan dan kejahatan. Tidak hanya di dunia nyata namun juga di dunia maya sebagai benua yang kini kita huni," ujar Hamidulloh Ibda yang juga pengurus Bidang Literasi Media Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jateng tersebut.

Kegiatan itu menjadi puncak acara Dies Natalis STAINU Temanggung yang ke-48 yang juga mendapuk Eko Kus Prasetyo, ST., M.Eng Staf Pemberdayaan Komunikasi dan Informasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kabupaten Temanggung yang bekerjasama dengan Polres Temanggung.

Dosen asal Pati ini menjelaskan, literasi di dunia pendidikan dan jurnalistik di Indonesia berkembang karena data kemampuan membaca dan mendapatkan informasi kita memang jauh dari harapan. "Literasi itu intinya adalah kemampuan literat, melek aksara, melalui kegiatan membaca, menulis, mendapatkan informasi dan kebenaran lewat kegiatan apa pun termasuk seminar ini," papar dia.

Ibda juga menambahkan, literasi di era Revolusi Industri 4.0 ini tidak lagi menggunakan literasi lama, namun harus menuju ke literasi baru. "Dulu, tangangan kita tahun 2015 ini MEA. Solusi pemerintah adalah penguatan kompetensi, karakter dan literasi. Namun di era disrupsi teknologi dan Revolusi Industri 4.0 ini, kita dituntut untuk menguasai literasi baru yang aspeknya ada empat. Mulai dari literasi data, teknologi dan humanisme atau SDM. Sementara literasi lama yang aspeknya membaca, menulis dan berhitung harus dikuatkan," ujar pengurus Bidang Literasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Jateng itu.

Pihaknya mengajak semua hadirin untuk menjadi malaikat yang menyeru pada kebaikan, menganjurkan pada Islam ramah, toleran, dan rahmatal lillalamin. "Solusi untuk menjadi netizen malaikat ya mudah. Jangan mudah percaya dengan berita, foto, video atau meme. Kenali medianya, cek sumbernya, dan laporkan pada yang berwajib jika itu benar-benar hoax atau fake," papar penulis buku Media Literasi Sekolah itu.
Suasana seminar literasi
Sementara itu, Eko Kus Prasetyo juga mengajak semua peserta untuk memfilter diri agar tidak mudah membagikan semua jenis uplodan di media sosial. "Istilah kami itu sharing dulu sebelum share," beber dia.

Pihaknya juga menjelaskan, manusia hidup di dunia nyata bisa menjadi baik atau malaikat. "Tapi kadang kita di medsos itu bisa menjadi orang lain. Gampangannya, kita bisa berjiwa dua antara di dunia nyata dan maya. Makanya kita harus menjadi malaikat baik di dunia nyata maupun maya," lanjut dia dalam seminar yang dihadiri ratusan pelajar dari Temanggung dan keluarga besar STAINU Temanggung itu.

Eko juga mengajak peserta seminar untuk memilah dan memilih uplodan di medsos. "Medsos inikan cuma alat berinteraksi, ya dia harus kita perlakukan dengan bijak agar kita tidak bisa tersandung UU ITE yang sudah direvisi ini. Karena di pasal-pasal jelas ada berapa hukuman penjara dan denda. Makanya kita harus menjadi malaikat dalam bermodsos," lanjut dia.

Sebelum seminar literasi media, kegiatan dimulai dengan refleksi Dies Natalis STAINU Temanggung ke-48 dan pemotongan tumpeng. Kemudian, dilanjutkan dengan pemberian hadiah-hadiah para juara lomba olahraga tonnis, desain, dan juga duta mahasiswa serta pemberian penghargaan kepada dosen berprestasi. (tb33/Egi).

Bagikan :

Tambahkan Komentar