Muhammad Arkoun. Foto: republika.co.id
Oleh M. Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre

Terus terang, kami kehilangan yang sangat dalam. Kepergiannya delapan tahun lalu menimbulkan lubang menganga dalam studi-studi islam dan sejarah. Juga dengan studi teks. Tetapi bagaimanapun, peradaban muslim tokh tetap harus berjalan.

Tokoh ini pemikir kesepuluh yang kami dialogkan di Nusantara Centre. Harapannya, persemaian gagasan dan ide-idenya dapat kami warisi, teruskan dan kembangkan. Sebab studi islam tak berangkat dari dunia yang kosong melompong. Salah satunya harus kami kembangkan dari teman-temuan dahsyatnya.

Arkoun (Algeria, 2 Januari 1928-14 September 2010) memilih dekonstruksi sebagai strategi terbaik untuk memahami Alquran. Strategi ini berguna untuk membongkar dan menggerogoti sumber-sumber muslim tradisional yang mensakralkannya.

Tentu, strategi ini berawal dari pendapatnya bahwa sejarah Alquran sudah bias politik. Alquran bahkan terjatuh menjadi kitab nujum dan rapalan. Dus, untuk menjadi otentik perlu dilacak kembali secara kritis. Tentu saja ini kerja raksasa: ijtihad akbar.

Metoda dekonstruksi hanya awal. Sebab bagi Arkoun, ia harus dilengkapi dengan strategi historisitas. Dengan dua strategi itu, umat mampu kritis dan lepas dari pengaruh idiologi sempit dan politik jangka pendek. Di sini, metodologi multidisiplin dari ilmu sejarah, sosiologi, antropologis, psikologi, bahasa, semiotika harus digunakan untuk mempelajari sejarah, teks, kurikulum, mental dan budaya Islam.

Menurut Arkoun, Alquran menekankan pentingnya manusia untuk membaca, mengerjakan, mendengar, menyadari, merefleksikan, menembus, memahami, dan merenungkan. Intinya: bekerja-berpikir dan berpikir-bekerja.

Semua kata kerja ini merujuk pada aktivitas-aktivitas intelektual yang mengarah pada jenis rasionalisasi yang didasarkan pada paradigma eksistensial dan diungkapkan bersama sejarah keselamatan semesta.

Sejarah sendiri merupakan inkarnasi aktual dari wahyu sebagiamana ia diinterpretasikan oleh para ulama dan disimpan dalam kenangan kolektif. Wahyu memelihara kemungkinan memberi sebuah legitimasi “transenden” bagi tatanan sosial dan proses historis yang diterima oleh peradaban.

Namun, hal ini dapat dipertahankan selama sistem kognitif yang didasarkan pada imaginaire sosial, tidak digantikan oleh suatu rasionalitas baru yang ahistoris. Karenanya, hermeneutika menjadi penting.

Jika beberapa strategi di atas digunakan, umat bukan saja akan memahami secara lebih jelas masa lalu dan keadaan mereka kini untuk kesuksesannya di masa yang akan datang, tetapi juga akan menyumbang kemajuan ilmu pengetahuan modern bagi terbangunnya kemanusiaan global.

Ide-idenya terus tumbuh seiring posisinya sebagai dosen di Universitas Sorbonne, Paris, tahun 1961-1969. Sisanya saat sebagai Profesor Emeritus dalam Islamic Studies di Universitas Sorbonne, Paris-Perancis. Kami sempat ngobrol banyak saat beliau hadir pada November 1992 di Indonesia.

Karyanya begitu banyak dan beredar dalam banyak bahasa. Di antaranya, "Deux Epatres de Miskawayh, edition critique, B.E.O, Damas, 1961; Aspects de la pensee islamique classique, IPN, Paris 1963; Lhumanisme arabe au 4e/10e siecle, J.Vrin, 1982; Traite d'Ethique, Trad., introd., notes du Tahdhab al-akhlaq de Miskawayh, 1988."

Yang berbahasa Inggris antara lain, "Arab Thought, ed. S.Chand, New-Delhi 1988; Rethinking Islam Today: Common Questions, Uncommon Answers, today, Westview Press, Boulder 1994; The Concept of Revelation: from Ahl al-Kitab to the Societies of the Book-book, Claremont Graduate School, Ca.,1988; The Unthought in Contemporary Islamic Thought, London 2002."

Ada juga yang berbahasa Arab. Misalnya, "Al-Fikr al-'Arabir-ed.'Uwaydat, Beyrouth 1979; Al-Islam: Asata wa Mumarasa, Beyrouth 1986; Ta'rikhiyat al-Fikr al-'Arabi al-Islami, ed.Markaz al-inma al-qawmi Beyrouth, 1986."

Yang beredar di Indonesia ada buku, "Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, INIS, Jakarta 1994; Berbagai Pembacaan Quran, INIS, Jakarta 1997."

Pertanyaannya kini adalah, "bisakah ormas-ormas islam memproduksi arkoun-arkoun baru untuk menjawab kejumudan umat?" Aku sangat-sangat sangsi.(*)
Bagikan :

Tambahkan Komentar