Suatu hari saya bersilaturahim dan berkunjung kepada seorang sahabat di ujung timur pulau Jawa, Banyuwangi. Sahabat saya ini, adalah seorang yang seringkali melakukan ritual ziarah ke makam-makam para wali, suatu amalan ngalap barokah kepada para ash-sholihin wal auliya’. Pertemuan kali ini diselingi cerita seorang yang mengalami majdzub. Dalam cerita sahabat saya ini, dia menyaksikan seorang yang majdzub ini, telah berupaya sebisa-bisa mungkin untuk melipatgandakan dzikir. Orang tersebut mengira, apa yang terjadi dalam dirinya, bisa dikalahkan dan hilang dengan cepat. Yang terjadi dalam dirinya adalah, orang itu mendengar berbagai suara batin yang banyak dan bermacam-macam, kuat, ada yang baik ada yang buruk.
Sahabat saya itu lalu bercerita, akhirnya orang itu, dengan dzikir-dzikirnya, ternyata tidak bisa menghilangkan apa yang didengarnya itu. Diujung cerita, dia menyebutkan bahwa orang itu akhirnya sampai pada proses menekuni sholat nawafil terus menerus, sambil berdzikir. Sholat-sholat sunnah itu ternyata, dilakukan dalam rentangan waktu yang panjang, hampir sepuluh tahun, suara-suara batin itu, akhirnya dapat dikuasai, ditundukkan, yang tentu dengan idzin Alloh. Setelah mssa itu, sholat-sholat yang demikian akhirnya menjadi amalannya yang diistiqomahi.
Di antara para guru sufi, yang secara khusus membicarakan pentingnya sholat sunnah, dan menjadikan sholat sunnah sebagai wirid, adalah Syaikh Abdul Qodir al-Jilani, di samping guru-guru lain tentunya. Syaikh Abdul Qodir al-Jilani punya amalan yang khusus berkaitan dengan nawafil ini. Sebagian pembicaraan tentang sholat, telah dikatakannya dalam kitab Al-Gunyah.
Akan tetapi soal sholat itu juga terdapat juga dalam satu kumpulan Sholawat Basya’irul Khoirot, al-Isti‘anah, Wirdu Da’watil Jalalah, Wirdu Lidzahabit Ta‘ab, dan Hizbun Nashor. Kumpulan itu isinya lebih luas dari judulnya, dan soal sholat sunnah dipetik dari Al-Gunyah juga. Wirid melalui sholat ini, banyak menggunakan surat pendek Qul Huwallohu Ahad atau al-Ikhlash, juga Al-Mu‘awwidzatain.
Surat Qulhu adalah surat pendek yang dibaca di kalangan pengamal dzikir, dibaca berulang-ulang untuk berikhtiar memperoleh batasan jumlah Fida’ Kubro, yang biasanya dibaca dalam jumlah 100.000 kali. Wirid melalui sholat ini, sering dilakukan oleh para pengamal tarekat tingkat lanjut, atau oleh para ahli ibadah. Bagi pengamal tarekat, mengandalkan wirid sholat ini, merupakan penyempurna untuk sampai pada tahap-tahap perkembangan nafs dari Ammaroh sampai pada batas yang dikehendaki Alloh, yang disebut Syaikh Abdul Qodir di bagian sebelumnya, yaitu memerlukan syarat taqwa ikhlas, yang salah satunya adalah mulazamah dengan nawafil.
Bila pengamal tarekat, hanya mengandalkan wirid dengan duduk, seringkali diuji kantuk yang sangat berat. Lebih-lebih bila jumlah yang diwiridkan sudah mencapai ribuan kali, sampai pengkhataman ratusan ribu. Belum lagi memang, hanya dengan wirid duduk membaca kalimah thayyibah atau ijazah dzikir, bagi pengamal tarekat yang lebih lanjut, wirid duduk itu, bagi sebagian mereka dianggap belum mencukupi, karena warid yang datang kepada mereka, menuntut dan mendorongnya ke arah yang lebih dari itu. Maka, wirid melalui sholat adalah nawafil yang sangat penting bagi mereka.
Sampai-sampai Ibnu Arobi dalam Fushush, dalam pembahasan tentang Nabi Muhammad, mencermati aspek sholat ini, menjadi hal penting dalam diri Nabi. Dalam berbagai pembicaraan sebagian guru, sholat disebut mi’rojnya orang mukmin, wasilah untuk bisa yunaji rabbahu, tanha ‘anil fakhsya’ walmunkar, lidzikri, dan beberapa hal lain.
Syaikh Abdul Qodir membuat amalan nawafil ini, menjadi siap saji, karena diungkapkan dengan merujuk pada Nabi Muhammad, diperinci, dibedakan menjadi sholat sunnah siang hari dan sholat sunnah malam hari. Bagi pengamal tarekat yang memperoleh warid kuat dan agak lama, dia pada akhirnya akan menambah wirid duduknya atau dzikirnya dengan sholat-sholat sunnah.
Dalam perjalanan awal pengamal tarekat yang belum memperoleh warid, menekuni sholat seperti ini, menjadi sangat berat, akan tetapi seiring dengan warid kuat yang datang, para pengamal nawafil seperti ini, dijadikan kuat oleh Alloh melalui tarbiyah batin. Sholat-sholat ini dapat dikategorikan sebagai sholat muthlaq dan hajat, bila niat punya hajat tertentu untuk dimohonkan kepada Alloh, melalui jalan sholat itu.
Sholat-sholat yang dijelaskan dalam kitab kumpulan di atas, dikatakan: “Begini ini adalah sholat sunnah yang biasa dilakukan Syaikh Abdul Qodir al-Jilani.” Sholat-sholat ini di luar sholat tahajud, dhuha, dan tashbih.
Sholat Malam Ahad
Kata Syaikh Abdul Qodirr, mengutip hadits Anas bin Malik, Rosululloh pernah bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat sunnah di Malam Ahad 20 rekaat, pada setiap rekaatnya ia membaca surat Al-Fatihah 1 x, lalu Qul Huwallohu Ahad 50 x, dan Al-Muawwidzatain 3 x, lalu (setelah salam) ia beristighfar 100 x, lalu bersholawat kepada Nabi 100 x, lalu membaca hauqolah 100 x, lalu membaca doa, maka ia berhak memperoleh pahala sebanyak orang yang menganggap Alloh sebagai anak, dan yang tidak mengangap Alloh sebagai anak. Di hari kiamat kelak Alloh akan menghidupkannya kembali, bersama orang-orang yang tidak merasa takut, dan Alloh mengharuskan untuk memasukkannya ke surga bersama para Nabi.”
Sholat Malam Senin
Syaikh Abdul Qodir, mengutip hadits dari Abu Umamah, Rosululloh bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat sunnah 2 rekaat pada malam senin, pada setiap rekaat ia membaca surat Al-Fatihah sekali, lalu Qul Huwallohu Ahad15 x, dan setelah salam membaca istighfar kepada Alloh 15 kali, Alloh akan mencatat namanya termasuk ke dalam penghuni surga, meski ia termsuk dalam daftar penghuni neraka, dan Dia akan mengampuni dosa-dosanya yang terang-terangan. Untuk setiap ayat Al-Qur’an yang ia baca, ia akan memberikan pahala haji dan umroh, dan bila ia meninggal di antara Senin sampai senin lagi, akan meninggal (dihitung) sebagai syahid.”
Atau berdasarkan riwayat Anas bin Malik, Rosululloh bersabda: “Bila seseirang melakukan sholat sunnah 4 rekaat di malam senin, pada rekaat pertama ia membaca al-Fatihah dan Qlhuuwallohu Ahad 10x, pada rekaat kedua ia membaca al-Fatihah dan Qulhuwallihu ahad 20x, pada rekaat ketiga membaca al-Fstihah dan Qulhuwallohu Ahad 30 x, pada rekaat keempat membaca al-Fatihah dan Qulhuwallohu Ahad 40x, lalu setelah membaca tasyahud dan salam ia membaca, Qulhuwallohu Ahad 75 kali, dan memberi sholawat dan salam kepada Nabi 75 x, lalu ia menyampaikan hajatnya agar dipenuhi, maka wajib bagi Alloh untuk memunuhinya.”
Sholat Malam Selasa
Syaikh Abdul Qodir menyebutkan, sebuah riwayat bahwa Rosulullah pernah bersabda: “Bila seseorang sholat sunnah 12 rekaat pada malam selasa, pada setiap rekaatnya ia membaca surat al-Fatihah sekali dan Idza Ja’a Nashrulloh Walfath15 x, Alloh akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga..”
Sholat Malam Rabo
Syaikh Abdul Qodir menyebutkan, sebuah riwayat di mana Rosululloh bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat sunnah 2 rekaat pada malam Rabo, di rekaat pertama membaca al-Fatihah sekali surat al-Falaq 10 x, rekaat kedua membaca al-Fatihah sekali, dan an-Nas 10 x, maka 70 ribu malaikat turun dari setiap lapis langit, dan mencatat amal kebaikannya sampai hari kiamat.”
Sholat Malam Kamis
Syaikh Abdul Qodir, mengutip hadits Abu Sholih dari jalan Abu Hurairah, Rosululloh bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat sunnah 2 rekaat di malam kamis, di antara waktu maghrib dan isya, pada setiap rekaatnya dia membaca Al-Fatihah sekali, Qul Huwallohu Ahad 5 x, al-Mu‘awwidzatain 5 x, dan ketika selesai shalat beristighfar kepada Alloh 15 x, serta meniatkan pahala semua itu untuk kedua orang tuanya, meskipun sebelumnya berkekurangan dalam memperlakukan keduamya. Dan Alloh akan menganugerahkan kepadanya ganjaran sebagaimana yang diberikan kepada syuhada.”
Sholat Malam Jumat
Syaikh Abdul Qodir mengutip hadits dari jalan sahabat Jabir, katanya Rosululloh bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat sunnah 12 rekaat pada malam Jumat, di waktu maghrib dan Isya, pada setiap rekaatnya dia membaca Al-Fatihah sekali dan Qul Huwallohu Ahad 10 x, maka seolah-olah dia beribadah 10 tahun penuh, dengan berpuasa setiap hari, dan berjaga setiap malam selama itu.”
Sholat Malam Sabtu
Syaikh Abdul Qodir, mengutip riwayat Anas bin Malik, katanya Rosululloh bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat sunnah 12 rekaat di malam sabtu, pada waktu antara maghrib dan Isya, maka Alloh akan membangunkan baginya sebuah istana di surga. Dia bagaikan bersedekah kepada setiap mukmin dan mukminah..”
Selain sholat-sholat sunnah di malam hari, Syaikh Abdul Qodir juga mengemukakan untuk yang siang hari, dan lebih detilnya silahkan dirujuk di dalam kitab al-Gunyah. Hanya saja, saya sebutkan satu saja, yaitu sholat sunnah pada Jumat siang.
Syaikh Abdul Qidir menekankan pada hari Jum’at untuk banyak bersholawat dan menjalankan sholat. Salah satu sholat yang direkomendasi beliau, adalah berdasarkan kutipan dari riwayat Ibnu Abbas, dimana Rosululloh pernah bersabda: “Bila seseorang melakukan sholat 2 rekaat di hari Jum‘ah, antara dhuhur dan ashar, pada rekaat pertamanya membaca Al-Fatihah sekali, Ayat Kursi sekali, Al-Falaq 25 x, dan pada rekaat kedua membaca Al-Fatihah sekali, Qulhu Huwallohu Ahad sekali, dan Qul Audzu birobbil Falaq 25 x, lalu setelah salam membaca hauqolah 25 kali, maka tidak akan meninggalkan dunia ini, sebelum ia melihat Tuhannya di dalam mimpi, dan menyaksikan keadaannya di surga Firdaus, atau hal itu diperlihatkan kepadanya.”
Tentu saja, beberapa jenis sholat di atas, akan terasa berat sekali bagi yang tidak mengalami sebagaimana cerita dari sahabat saya, sebagaimana di awal tulisan ini. Padahal orang seperti itu, juga sudah memenuhi sholat lima waktu. Sementara sholat-sholat sunnah demikian, akan dibuat mudah oleh Alloh, terhadap orang yang mengalami warid-warid yang masuk ke dalam dirinya dan sangat kuat, apalagi dalam waktu lama. Bila dia tidak meningkatkan kualitas amal dan kuantitasnya untuk menjadi mukhlis dan bertaqwa, dia akan lama sekali dapat mengerti dan mengalahkan warid-warid yang datang dan menetap lama.
Sebab warid-warid yang datang kepada seseorang, tidak semuanya warid yang baik, dan yang buruk hanya dapat dikalahkan dengan ikhlas, taqwa, dan beraqal. Dan warid-warid itu sendiri, pada dasarnya adalah sarana Alloh untuk mentarbiyah orang itu, agar memiliki pengetahuan batin soal ke-Esa-an Alloh, hikmah diciptakannya semesta, dan diutusnya Nabi Muhammad shollalohu ‘alaihi wasalla, dan berdisiplin dalam amal-amal kalangan muttaqin.
Pengetahuan yang diterima dan didapatkan, secara batin itu, akan menjadikannya sebagai seorang yang semakin arif dan mengenal-Nya, dimana warid-warid itu, juga pada dasarnya adalah “min jumlati Af‘alillah” supaya orang yang memperoleh itu, tidak ghoflah lagi, tidak sombong dengan ilmu-ilmu shuthur mereka, tidak berkutat dengan ilmu jadal saja, dan tidak menjadi ahlu katsrotul kalam la yuntafa‘u bih, dan khatib yang tidak amanah. Salah satu guru, bahkan ada yang menyebut, orang demikian itu sedang dipersiapkan untuk menjadi obor batin, atau menggantikan gurunya dalam mendidik dan ishlahul ummah, melalui jalan ilmu kenabian, bukan ilmu diskursus. Maka wadahnya, dalam dirinya, sedang ditarbiyah Alloh agar siap. Wallohu a’lam.

Baca: Ngalap Berkah Safinah Qadiriyah (1): Masalah Dzikir, Lathoif dan Tawajuhnya
Bagikan :

Tambahkan Komentar