KH. MA. Sahal Mahfudh selalu memberikan ijazah musalsal kepada santri-santrinya, khususnya kelas 3 Aliyah Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen Margoyoso Pati. Tahun 1997, bersama teman-teman PIM, kami diberi ijazah musalsal bi al-tasybik (musalsal dengan tangan yang bercampur- ngapurancang istilah Jawa). Ijazah sanad musalsal ini dalam rangka memantapkan mental santri sebelum terjun di tengah masyarakat. Dengan ijazah ini tertanam ‘alaqah bathiniyah (hubungan batin) antara santri dengan kiai sepanjang hayat, dunia dan akhirat.

Dalam ijazah musalsal bi al-tasybik ada teks yang saya ingat:
شبكني ومن شبك من شبكني دخل الجنة
Genggamlah tanganku (ngapurancang), orang yang menggenggam orang yang menggenggamku maka ia masuk surga
Satu persatu santri maju dan menjalani proses ijazah musalsal bi al-tasybik ini. Ada rasa bangga bertemu, berjabat tangan, dan menggenggam tangan orang alim untuk menerima ijazah ilmu.
Kiai Sahal dalam banyak kesempatan dawuh:
لولا الاسناد لقال من شاء ما شاء
Jika tidak ada isnad (proses memberikan sanad dari kiai ke santri), maka orang akan berkata semaunya
Sanad menjadi bukti adanya transmisi keilmuan dari Nabi sampai generasi sekarang atau dari penulis kitab sampai generasi sekarang dengan silsilah guru yang jelas dan terang benderang.
Kiai Sahal ketika membaca kitab kilatan, baik ketika momen-momen tertentu dan khususnya ketika bulan Ramadan, selalu memberikan sanad ketika para santri yang mengikuti pengajian. Khusus pada bulan Ramadan, santri dari berbagai pesantren di Indonesia, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur berbondong-bondong mengaji dan tabarrukan dengan Kiai Sahal yang dikenal alim dalam fiqh dan ushul fiqh.
Ukasah
Berkahnya berjabat tangan dengan orang alim sebagai ahli waris Nabi tercover dalam cerita Ukasah. Ketika di penghujung usia, dalam keadaan sakit Nabi memaksakan diri berpamitan kepada para sahabat dan mempersilahkan sahabat-sahabat yang disakiti Nabi untuk membalasnya atau ada janji Nabi yang belum dipenuhi, pumpung masih ada kesempatan sebelum ajal menjemput nyawa.
Ukasah berdiri dan menyampaikan bahwa Nabi pernah mencambuknya secara tidak sengaja ketika sedang naik unta. Nabi memerintahkan Ukasah mengambil menjalin/rotan di rumah. Fathimah putri Nabi menangis dan para sahabat menangis. Mereka ingin menjadi pengganti Nabi menerima hukuman meskipun dengan hukuman yang berlipat-lipat. Namun Rasulullah menyadarkan mereka bahwa hak adami harus dibalas dan ditunaikan sendiri untuk menghilangkan dosa. Status sosial sebagai seorang pemimpin tidak boleh menghalangi seseorang menunaikan hak adami. Ketika Ukasah mendekati Nabi, Ukasah menyampaikan bahwa ketika Nabi memecutnya, ia dalam keadaan badannya terbuka, tidak berpakaian. Nabi kemudian membuka pakeannya.
Setelah melihat badan orang suci ini terbuka, Ukasah melempar menjalin/rotannya dan mendekap badan Nabi. Ukasah lalu minta maaf atas kelancangannya. Ukasah hanya rindu kepada Nabi, ingin kulitnya bertemu dengan kulit Nabi yang suci. Ukasah berharap semoga nanti di akhirat kulitnya bisa bertemu dengan kulit Nabi. Nabi kemudian berkata kepada sahabat bahwa orang yang ingin masuk surga lihatlah Ukasah. Ukasah merindukan bertemu dengan orang suci, rindu badannya menempel badan orang suci, dan berharap mendapatkan berkahnya di dunia dan akhirat.
‘Alaqah bathiniyah sahabat dan Nabi, santri dan kiai inilah yang harus dipertahankan supaya cahaya ilmu menembus dalam hati dan menjadi pedoman dalam laku kehidupan yang penuh misteri.
Kiai Sahal selalu mendorong santri untuk mendoakan guru-gurunya, khususnya doa husnul khotimah. Do’a santri kepada kiai atau guru, baik ketika masih hidup atau sudah wafat, adalah bentuk ‘alaqah bathiniyah seorang santri kepada kiai atau gurunya. Sebagai santri penerus Aswaja An-Nahdliyyah, hadiah fatihah dan do’a yang ditujukan kepada kiai dan guru-gurunya pasti sampai (wushul) kepada kiai dan guru-gurunya.
Golden Advice
Saat memberikan wejangan kepada santri-santri kelas 3 Aliyah PIM tahun 1997 dan kepada para santri ketika khataman ngaji kitab bulan Ramadan di PP. Maslakul Huda, ada banyak kata mutiara yang disampaikan Kiai Sahal. Antara lain:
Pertama, jadilah manusia aktual, yaitu manusia yang mempunyai ilmu dan ilmu itu dioptimalkan untuk memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya kepada masyarakat. Ilmu yang ada harus dijadikan media memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, baik dengan mengajar, menggerakkan perubahan positif konstruktif di tengah masyarakat dalam bidang ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain.
Kedua, jadilah emas (berharga), meskipun tidak dihargai. Sejelek-jeleknya orang adalah orang yang tidak menghargai sesuatu atau orang yang berharga. Emas tetap emas, meskipun berada di comberan dan sampah tetap sampah meskipun berada di tempat yang tinggi. Dalam konteks ini, Kiai Sahal mendorong santri untuk mengkaji kitab kuning secara mendalam (tafaqquh fiddin), jangan bermalas-malasan dan berlindung dengan alasan apapun. Krisis ulama yang menjadi fenomena sejak dulu harus diatasi dengan tampilnya para santri sebagai pendekar aswaja yang menguasai kitab kuning yang sangat luas bidang kajiannya.
Ketiga, jangan minder. Jadi santri jangan minderan, tapi harus percaya diri. Tema-tema keilmuan yang disampaikan akademisi di berbagai forum diskusi dan seminar sebenarnya sudah ada dalam kitab kuning. Tugas para santri membaca, memahami, mengkaji, dan membahasakan kandungan kitab kuning dengan bahasa modern supaya tidak ketinggalan zaman dan tetap mampu memberikan kontribusi di tengah pergumulan ilmu pengetahuan sepanjang zaman.
Keempat, percayalah, percayalah, percayalah, kepada pesantren sebagai lembaga yang terbukti melahirkan ulama yang benar-benar ulama. Tidak ulama yang hanya mampu membaca kitab terjemah, lalu menyampaikan kepada umat, tapi ulama yang benar-benar mampu membaca kitab kuning dengan benar sebagai sumber pengetahuan dan menyampaikan kebenaran ilmu kepada masyarakat sebagai pedoman berbuat dan bertingkahlaku.
Kelima, jangan lupa sampaikan salamku (assalamu’alaikum) kepada orangtua dan kiai-kiai di daerahmu supaya ada shillatur ruhi (hubungan jiwa).
Lima kata mutiara Kiai Sahal ini menjadi renungan mendalam bagi santri untuk terus mengobarkan semangat mendalami kitab kuning dan memberdayakan masyarakat, mengikuti dan mengembangkan laku hidup KH. MA. Sahal Mahfudh Abdissalam Abdullah al-Hajaini.
الي روح شيخنا ومرب روحنا العالم العلامة الحاج محمد احمد سهل محفوظ وجميع اساتيذ مطالع الفلاح الفاتحة ... امين
Jamal Ma’mur Asmani,
Wonokerto Pasucen,
Ahad, 6 Muharram 1440 H. - 16 September 2018
Bagikan :

Tambahkan Komentar