Ilustrasi ammana
Zaman memang selalu berubah, generasipun silih berganti dengan trennya masing-masing, yang semua itu berimbas pada budaya, tingkahlaku dan fasion.

Jika flashback 50 th lalu atau yang disebut generasi Baby Boomers masyarakat pada waktu itu Adat istiadat masih dipegang teguh dan orang-orang masih cenderung “kolot” dan sangat matang dalam pengambilan keputusan.

Itu hanya sekedar refleksi untuk kita jadikan pengantar dalam konteks saat ini, yaitu zaman yang di isi oleh generasi-generasi milenial.

Hari ini kaula muda dalam merawat budaya yang hasanah sangatlah minim partisipasinya, beda dengan yang tadi saya sebutkan yaitu zaman 50th silam.

Generasi milenial sangat mengedepankan fasion, yang dimana mereka akan terlihat elegan. Dan saat ini ada sebuah tren baru yang lumayan diminati oleh remaja yang sering kita kenal dengan sebutan "Hijrah".

Pemaknaan hijrah yang di fahami oleh mereka yang mengikuti adalah lebih kepada penampilan. baik jika antum membantah hal tersebut, dan berdalih "maaf kak bukannya kami sok alim sok suci tapi ini adalah jalan menuju ketaatan" dalam artian niat mereka tulus.

Saya akan bertanya kepada akhwat lagi apa makna "Hijrah" menurut akhwat?
Jika saya memaknai hijrah merujuk kepada hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw, dan sebagaian ulama mengartikan bahwa hijrah adalah keluar dari “darul kufur” menuju “darul Islam”. Keluar dari kekufuran menuju keimanan.
Umat Islam wajib melakukan hijrah apabila diri dan keluarganya terancam dalam mempertahankan akidah dan syari’ah Islam.

Apakah sama pemaknaan hijrah menurut akhwat dengan apa yang saya tulis di atas?
Jika sama apakah akhwat merasa terancam?
Dan apakah akidah dan syari'ah Islam di Indonesia juga terancam?
Tapi kalau pemaknaannya berbeda jelas kita sudah tidak sepaham bahkan hanya dalam konteks memaknai "Hijrah" itu sendiri.

Terlepas dari sebuah makna hijrah yang tersirat atupun tersurat , ada hal besar dalam gerakan hijrah yang perlu diperhatikan, yang pertama ketika hijrah hanya dimaknai sebuah fasion. Maka akan timbul rasa benar atas diri dan kelompoknya sendiri  sehingga menganggap yang lain masih kotor, kedua ketika hijrah dimaknai sebuah ibadah mahdhah maka akan sangat mudah mengkafirkan orang lain, Yang ketiga ketika hijrah dijadikan sebuah simbol kelompok, maka hal ini yang akan menimbulkan efek-efek besar dalam kehidupan berbudaya, beribadah dan sosial.

Jika pemaknaan hijrah adalah poin ketiga maka akan berdampak pada citra orang muslim, kenapa? bisa kita ibaratkan hari ini yang sedang gempar adalah sebuah bendera yang bertuliskan kalimat tauhid, kalau kita lihat dari sudut pandang Peraturan Negara jelas itu adalah simbol ormas terlarang, tetapi jika dilihat dalam politik golongan itu adalah kalimat tauhid murni tanpa embel-embel dibelakangnya, maka jika pemaknaan hijrah adalah sebuah simbol mungkin antum akan berargumen "Siapa yang benci bendera bertuliskan kalimat tauhid maka dia benci Islam".

Yang dimana akan tumbuh gerakan aksi berjilid-jilid mengatasnamakan bela kalimat suci, tetapi kalimat tersebut diduduki, disejajarkan dengan tanah, dan diisi oleh kampanye-kampanye yang tidak menggambarkan pembelaan atas nama sebuah kalimat suci. Disinilah politisasi Agama sedang berlangsung dan timbul kemudhorotan atas nama kalimat tauhid.

Inilah yang ditakutkan dari gerakan hijrah, ketika seorang remaja dengan niat yang tulus ingin belajar lebih baik, tetapi dimanfaatkan oleh sebuah golongan yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan agama hanya untuk sebuah kepentingan.

Saya pribadi mendukung gerakan hijrah entah apa itu maknanya, dengan garis besar, jangan sampai meninggalkan budaya, tradisi-tradisi hasanah peninggalan pendahulu kita.

Jangan dijadikan hijrah hanya sebuah perbandingan aku lebih baik dari dia, aku lebih baik dari dulu, tapi meninggalkan sosial masyarakat, apalagi meninggalkan ulama dan kiai sepuh sangatlah tidak dianjurkan.

Mari kita bijak dalam mengambil sebuah tindakan, Kita sudah dijamin Negara dalam hal beribadah, beramal dan kerukunan yang sudah terjalin  jangan sampai terpecah belah karena gerakan-gerakan atas nama Agama, jika memang ingin membangun Negara dan Agama jadilah generasi muda yang pandai dan muslim yang moderat.

Tulisan ini ditulis Izun, aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU)
Bagikan :

Tambahkan Komentar