Ilustrasi
Oleh Zakiyatul Mukaromah
Peresensi adalah Mahasiswa Prodi PAI STAINU Temanggung


Temanggung merupakan kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah. Meskipun memiliki pusat kota yang terbilang agak ramai dan modern, namun ketradisionalan di pelosok-pelosok kota ini masih sangat dijaga oleh masyarakat sekitar. Desa-desa di kota Temanggung sudah berkembang jauh lebih baik dari sejak dulu desa-desa itu didirikan oleh para ulama’ ataupun kyai.

Dengan niat berdakwah agama Islam kepada sekelompok orang, Hingga ahirnya menjadikan sebuah desa, Para Kyai juga mewariskan berbagai peninggalan sejarah di daerah tersebut.

Begitupun ketradisionalan islam yang mereka warisikan kepada masyarakat, yang hingga masa kini masih dilestarikan. Diantaranya yang tertulis di buku Sejarah dan Legenda Desa di Temanggung, Magelang dan Semarang. Mulai dari desa yang masih terbilang denga n desa ngota di Kecamatan Parakan yaitu desa Tegalwatu yang didirikan oleh Ki Ageng Selo, hingga desa yang berada di ujung kota Temanggung yaitu desa Sucen .

Sucen adalah sebuah desa yang masuk dalam regional Kecamatan Gemawang, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Sucen terdiri dari tiga dusun yaitu, Dusun Mandang, Dusun Sucen, Dusun Ngasinan.
Dikutip dari buku Sejarah dan Legenda Desa di Temanggung, Magelang dan Semarang. Desa Sucen didirikan oleh kedua bangsawan. Bangsawan tersebut ialah pasangan suami-istri yang bernama Kyai Putuh dan Nyai Putih. Kyai Putih merupakan bangsawan kerajaan Mataram. Beliau adalah Putera Raden Mangkuningrat. Nama Asli Kyai Putih sendiri adalah Raden Sugendi atau Raden Kuning. Sedangkan istrinya yaitu Nyai Putih adalah anak sunan Muria. Beliau merupakan Puteri dari istri keduan Suna Muria Yaitu Roro Yono. Nama Asli Nyai Putih adalah Dewi Maryam (Hlm. 56).
 
Sekitar tahun 1.747-an pasangan pendatang ini berniat berdakwah di Desa Sucen. Pada saat itu jumlah penduduk desa baru beberapa keluarga saja. sehingga lebih mudah bagi sang Kyai untuk berdakwah. Kegiatan-kegiatan di lakukan untuk menarik perhatian penduduk. Penduduk di ajarkan wudhu, sholat dan kegiatan keagamaan lainya (Hlm.57).
 
Kegiatan keagamaan dilakukan secara bertahap. Ketradisionalan ajaran yang diberikan membuat masyarakat lebih mudah dalam memahami Islam. Dimulai dari genduren atau makan bersama-sama, tahlilan, wudhu, hingga cara menunaikan shalat. Kegiatan-kegiatan kecil yang terus diajarkan menjadikan sebuah kebiasaan, dan masih dijaga hingga sekarang. Ketradisionalan islam di desa sucen masih kental terasa hingga sekarang. Meskipun zaman masih saja berkembang.

Asal nama sucen sendiri adalah filosofi dari sang Kyai yang akan Bersuci di kali desa itu. Sucen yang berarti bersih. Kali tersebut kini sudah direnovasi oleh masyarakat dan biasa digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Setiap tahunya juga diadakan Nyadran atau makan bersama seluruh desa di sekitar kali tersebut. Masyarakat sekitar biasa menyebutnya dengan Nyadran Kali.
Inilah Desa Sucen, desa yang dimulai dengan niat seorang Kyai untuk berdakwah, hingga menjadikan perkumpulan penduduk menjadi sebuah desa. Pertumbuhan desa dan masyarakat desa sucen beiringan dengan bertumbuhnya islam di daerah tersebut.
 
Kedatangan Kyai dan Nyai putih memberikan peradaban islam di Desa Sucen. Hingga sekarang Islam masih sangat dijaga di desa tersebut. Banyaknya TPQ, MADIN, dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainya yang berdiri di desa tersebut, membuktikan bahwa Islam telah berkembang jauh lebih baik dari pertama saat islam dikenalkan oleh Sang Kyai dan Sang Nyai.
 
Karna merupakan desa yang sangat terpencil hingga sekarang belum banyak masyarakat yang tau jika diujung kota Temanggung, ada sebuah makam dari keturunan Sunan Muria. Yaitu Dewi Maryam. Beliau dan sang suami atau Raden Sugendi yang telah berjasa mendirikan sebuah desa dan memberikan ajaran islam yang hingga kini menjadi agama yang sangat dijaga khususnya oleh masyarakat Desa Sucen.
 
Makam Kyai dan Nyai Putih kini berada di Pemakaman Umum Desa Sucen. Makam yang tidak terlalu besar, tak seperti makam kyai-kyai besar pada umumnya, hanya beratap kijing yang selalu dirawat oleh masyarakat. Namun, dibalik kesederhanaan makam , ada sejuat doa yang selalu mengalir untuk sang kyai.
Inilah bentuk penghargaan kecil dari mayarakat Desa Sucen kepada sang kyai, untuk menjaga Desa, keislaman dan membudayaknya.
Terimakasih Kyai.


Biodata Buku
Nama Penulis: Tim PAI 1B STAINU Temanggung
Nama Editor: Hamidulloh Ibda, M.Pd.
ISBN: 978-602-53552-7-1
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Tahun Terbit: 2019
Cetakan : 1 Januari 2019,
Tebal: 21 x 14 cm, xiv + 301 Halaman
Harga: Rp. 55.000,00
Bagikan :

Tambahkan Komentar