Oleh : Ratnasari
Peresensi adalah mahasiswi PAI STAINU Temanggung
Dari buku yang telah saya baca Sejarah dan Legenda Desa di Temanggung, Magelang, dan Semarang, memuat Mengglobalkan Desa. Dari kutipan buku tersebut tradisi-tradisi lokal di Temanggung sangat menarik perhatian orang. Ada berbagai macam tradisi dari setiap desa. Di antaranya yang tertulis di buku Sejarah dan legenda Desa di Temanggung, Magelang, dan Semarang Jawa Tengah. Ada sekitar 40 kearifan lokal mulai dari (hlm.1-301). Penulis mengangkat judul “Ketika Bebek Mbentisan Naik Daun” merupakan realitas wisata religi sentra bebek Mbentisan di Dusun Mbentisan, Sukomarto, Jumo, Temanggung.

Dusun Mbentisan dibawakan oleh seorang ulama bernama Sayyid Abdurrahman berasal dari Demak dan berprofesi sebagai penghulu kerajaan Demak. Beliau merupakan tokoh yang berda’wah menyiarkan agama islam di desa kecil, penduduk desa ini memanggil Sayyid Abdurrahman dengan sebutan “Simbah Kiai Tuan” ketika berda’wah dengan ajaran-ajaran islam yang beliau sebarkan oleh penduduk desa, beliau jatuh sakit dan memutuskan beristirahat di desa kecil ini dengan membangun sebuah rumah kecil untuk berteduh dan berlindung dari hujan dan sinar matahari. Karena beliau mempunyai tempat tinggal di Demak maka memberi nama desa yang dihuni dengan sebutan Bayti tsani yang artinya “rumahku yang kedua”. (hlm. 174-176)

Ulama Sayyid Abdurrahman memiliki hoby memelihara peternakan bebek. Oleh karena itu, mayoritas penduduk di dusun Mbentisan melanjutkan hoby dari ulama Sayyid Abdurrahman dengan memelihara peternakan bebek dengan jumlah relative banyak. Di lihat dari kualitasnya bebek Mbentisan berbeda dengan bebek lainnya, bebek Mbentisan mempunyai keunikan kekuatan yaitu mampu bertelur hingga sepuluh bulan. Dengan ketenaran bebek Mbentisan terpatok harga yang sangat mahal dibanding dengan bebek non Mbentisan. Tidak bebek saja yang terjual dengan harga satu gram emas, telurnya pun ikut terjual mahal. (hlm. 177)

Siapkah anda merogoh uang untuk menceplok telur Mbentisan?
Bebek Mbentisan menjadi kelestarian bagi warga Mbentisan. Setiap satu tahun sekali tepat hari Rabiul Awwal pada minggu kedua atau bulan Maulid Nabi Muhammad SAW diadakan Grebeg Religi. Kegiatan ini berisi Pengajian khol Simbah Kiai Tuan Sayyid Abdurrahman, Khol massal penduduk Mbentisan, dan sedekah massal dengan 1000 ingkung bebek untuk orang umum dan penduduk desa Sukomarto. 1000 ingkung bebek di arak dari balai desa Sukomarto menuju makam Simbah Kiai Tuan Sayyid Abdurrahman oleh warga Sukomarto. Hal ini dinamakan Kirab yang dimeriahkan oleh pentas seni tradisional dan lomba bebek. (hlm. 178-179)

Dilihat dari kacamata warga Mbentisan, Grebek Religi ternilai keunikannya dengan aset budayanya. Siapa yang datang menyaksikan kirab 1000 ingkung bebek maka akan mendapatkan keuntungan. Ingkung dibagikan kepada para pengnjung sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME sekaligus mengenang tokoh pendriri dusun yang juga mempelopori ternak bebek di daerah setempat. Keuntungan lain bagi para pemelihara bebek Mbentisan adalah pendapatan yang cukup tinggi hingga ratusan ribu rupiah. (hlm. 179)

Kekurangan: Kurangnya kelengkapan dalam pembahasan mengenai tradisi atau kegiatan ketika sampai di Makam Sayyid Abdurrahman.

Kelebihan: Penulisan Artikel cukup rapi dan pembahasan mengenai tradisi yang di dalamnya sangat menarik pembaca.

Biodata Buku :
Nama Penulis : Tim Penyusun PAI 1B STAINU TEMANGGUNG (Nurul Hidyah, dkk)
Nama Editor: Hamidulloh Ibda, M.Pd.
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Tahun Penerbit : 2019
ISBN : 978-602-53552-7-1
Cetakan : 01, Januari 2019
Tebal Buku : 21x14 cm
Harga : Rp. 55.000
Bagikan :

Tambahkan Komentar