Oleh Chafidhotun Nisa
Peresensi adalah Mahasiswi Prodi PAI 2B STAINU Temanggung

Terbentuknya sebuah desa tidak luput dari kejadian masa lampau yang terjadi di desa tersebut yang kita sebut sejarah. Sejarah tersebut menjadi dasar atau landasan terbentuknya atau penamaan suatu desa. Seperti halnya desa-desa di Provinsi Jawa Tengah, yang memiliki sejarah ataupun legenda yang dipercaya secara turun temurun, entah itu benar adanya ataupun hanya didengar dari mulut ke mulut. Buku dengan judul “Sejarah dan Legenda Desa di Temanggung, Magelang, dan Semarang” ini telah mengungkap sejarah terbentuknya suatu desa di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah Asal-usul Dusun Pringtali, Kaloran Temanggung. Dusun Pringtali merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa Kemiri Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Dusun Pringtali ini mempunyai asal-usul yang menarik untuk digali. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemuka dusun Pringtali, yaitu Bapak Kiai Haji Ahmad Muhammad Basirun asal mula dinamakannya dusun Pringtali berasal dari sejarah Kiai Sumantali. Pada zaman penjajahan Belanda, ada seorang ulama bernama Kiai Depoito yang bertempat tinggal di Dusun Deso. Beliau merupakan menantu dari Kiai Sumantali yang berasal dari Keraton Solo. Pada saat itu Dusun Deso mengalami paceklik, sehingga membuat warga panik dan gelisah. Sehingga Kiai Sumantali pun mempunyai suatu pemikiran dan mengajak mertuanya, Kiai Sumantali untuk bermusyawarah.

Setelah bermusyawarah, Kiai Sumantali mengerjakan hasil musyawarah tersebut dengan membuat sebuah belik (kali/ sungai kecil), yang dikelilingi dengan tali yang terbuat dari bambu (dalam bahasa Jawa: pring). Dari sinilah sejarah atau asal-usul dinamakannya dusun ini dengan nama Dusun Pringtali. Selain itu, jika dilihat dari atas Dusun Pringtali ini memang terbentuk layaknya sebuah ikatan tali. (Hlm. 102)

Dari sejarah yang ada di dusun ini, terdapat banyak tempat yang selain mistis juga menarik untuk diketahui sejarahnya.

Kali Libak
Siapa sangka Kali Libak ini terbentuk setelah Kiai Sumantali menghentakkan kaki kanannya di tanah? Saat itu, Dusun Pringtali sedang musim penanaman padi. Namun warga dusun ini mengalami kesulitan dalam hal pengairan sawah/ irigasi. Maka Kiai Sumantali berikhtiyar dengan mencari tanah yang subur dan menghentakka kaki kanannya di tanah tersebut, sehingga muncullah mata air. Munculnya mata air ini merupakan suatu keanehan yang dianggap tidak logis. Tapi hal tersebut tidak lain karena beliau, Kiai Sumantali adalah seorang ulama pilihan karena tirakat beliau yang sudah tidak diragukan lagi. Sumber mata air tersebut yang kemudian dinamakan Kali Libak yang digunakan warga setempat untuk irigasi sawah mereka.

Sawah Setalang
Cukup simple. Air dari Kali Libak yang mengalir dengan lancar ini digunakan untuk pengairan sawah-sawah bagi masyarakat setempat. Air tersebut dialirkan ke sawah-sawah warga dengan menggunakan talang (semacam pipa, tetapi terbuat dari bambu). Dari kata talang ini, sehingga sawah-sawah yang dialiri air dari Kali Libak ini dinamakan Sawah Setalang.

Kali Ndeso
Selanjutnya belik (kali/ sungai kecil). Belik ini dibuat karena dusun ini mengalami paceklik, sehingga masyarakat merasa khawatir dan gelisah. Namun, berkat hasil musyawarah Kiai Sumantali dan mertuanya Kiai Depoito, Kiai Sumantali akhirnya membuat sebuah belik yang dikelilingi tali yang terbuat dari bambu. Selang beberapa waktu, belik ini mampu mengubah keadaan di dusun ini. Paceklik mulai menurun. Ditambah dengan tumbuhnya pohon bambu atau bung yang dianggap aneh. Kenapa aneh? Karena bambu atau bung yang tumbuh di sekitar belik tersebut berwarna keemasan, berbeda dari warna bung pada umumnya. Akhirnya belik tersebut dinamakan Kali Ndeso oleh Kiai Depoito. Di sana juga terdapat sebuah batu yang berbentuk telapak kaki yang dipercaya adalah telapak kaki Kiai Sumantali.
Menarik bukan? Bagaimana dengan tempat-tempat bersejarah di desa kalian?
Pasti tidak kalah menarik untuk digali.

Kelebihan:
Buku ini memiliki daya tarik tersendiri karena membahas sejarah desa dari tiga kabupaten.
Dibuat berdasarkan riset/ penelitian mahasiswa secara langsung, sehingga kebenarannya tidak diragukan.
Buku ini dilengkapi dengan gambar, sehingga menambah minat pembaca.
Desain sampul sangat menarik, sehingga pembaca tertarik untuk membaca saat pertama melihat buku ini.

Kekurangan/ kritik:
Pemilihan kata (diksi) di dalam buku ini masih banyak yang menggunakan kata tidak baku.
Sejarah yang disampaikan masih kurang mendalam.

Biodata buku:
Penulis: Tim PAI 1B STAINU Temanggung
Editor: Hamidulloh Ibda


ISBN : 978-602-53552-7-1
Penerbit: CV. Pilar Nusantara
Tahun terbit: 2019
Cetakan: Pertama
Tebal: 21 x 14 cm
Harga: Rp. 50.000,-

Bagikan :

Tambahkan Komentar