Oleh Zaenal Arifin
Peresensi adalah Mahasiswa PAI STAINU Temanggung

Tahukah Anda? Di negara yang terkenal dengan beribu-ribu pulaunya terdapat pula beragam tradisi unik yang mendampinginya. Tradisi-tradisi unik tersebut ada di berbagai sudut nusantara. Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang memiliki tradisi unik dengan nilai keislaman yang lekat. Akan tetapi, tidak banyak masyarakat yang memahami akan tradisi-tradisi Islam dengan kearifan lokalnya. Dalam buku Tradisi - Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dijelaskan bahwa sejatinya tradisi-tradisi ini telah ada sejak dulu. Hanya saja akhir-akhir ini banyak ormas yang menganggap jika tradisi tersebut termasuk bid'ah (hal 2). Bagaimana tidak ? Kebanyakan mereka yang menganggap bid'ah hanya menilai dari satu sudut pandang dan tidak mencoba melalui pendekatan yang lain.

Dalam buku ini dijelaskan pula berbagai macam tradisi Islam yang masih dilestarikan turun temurun dan menjadi kebiasaan masyarakat. Tradisi-tradisi Islam tersebut seperti Tahlilan, Syawalan/Kupatan, Manaqiban, Wiwitan, Dzibaan, Grebeg, Kenduri, Ziarah Kubur, Haul, Mitoni dll. Semua tradisi tersebut memiliki makna dan tujuan tersendiri mengapa perlu dilestarikan.

Tahlilan
Menurut Ketua NU Desa Sukomarto menyatakan bahwa tahlil ada sebelum berdirinya NU. Tahlil adalah karangan para ulama Aswaja terdahulu yang menginginkan adanya sebuah rangkaian doa-doa terutama untuk orang yang sudah meninggal. Tradisi tahlilan juga merupakan tradisi yang dibawa oleh para Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara. Jika zaman sekarang ada kelompok yang mengaku Aswaja tapi menganggap bidah, maka ajaran Aswajannya perlu dipertanyakan (hal 2). Dalam tradisi tahlilan mengajarkan banyak kebaikan, salah satunya adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Syawalan/Kupatan
Tradisi Syawalan/Kupatan merupakan kegiatan turun temurun yang dilakukan setahun sekali, tepatnya pada hari ke delapan bulan Syawal setelah selesai menjalani puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Ajang ini mereka manfaatkan untuk saling memaafkan, bersilaturahmi, halalbilhalal ( hal 21). Istilah ketupat atau dalam bahasa Jawa “kupat” berasal dari dua kata yaitu “ngaku” dan “lepat” yang kemudian disingkat atau telah masyhur dalam masyarakat dengan istilah Kupat. Ngaku (mengakui) dan lepat (kesalahan), karena ini masyarakat mengaitkan hal ini dengan tradisi sungkem, silaturahmi dan saling memaafkan ( hal 22). Syawalan/Kupatan kerap kali dibarengi dengan acara haul/pengajian pada daerah tertentu, atau berziarah ke makam para Aulia (hal 28). Memang tradisi ini erat kaitannya dengan relasi antara hablumminallah, hablum minannas, dan hablumminal alam, karena selain wujud syukur kita, dalam hal ini Syawalan/Kupatan secara tidak langsung mengajarkan kita pada bersedekah, mengajarkan untuk saling rukun antar umat dan menjunjung tinggi nilai toleransi (hal 31).

Manaqiban
Bapak Khusna Hamid berpendapat, bahwa manaqib adalah sejarah seseorang yang menceritakan tentang kebaikannya (hal 37). Lebih jelasnya, manaqib adalah sesuatu yang diketahui dan dikenal pada diri seseorang berupa perilaku dan perbuatan yang terpuji di sisi Allah SWT (hal 41).  Manfaat yang pertama yaitu mengambil hikmah kebaikannya, kedua meniru kebaikannya, ketiga meneruskan perjuangannya (hal 38).

Wiwitan
Tradisi wiwitan dilakukan sebagai ucapan rasa syukur dan permohonan agar hasil panen melimpah dan terhindar dari hal-hal negatif (hal 84). Tradisi ini sudah dilakukan nenek moyang sejak dulu dan masih dilestarikan hingga sekarang. Dalam pelaksanaan satu daerah dengan daerah lain berbeda, akan tetapi tujuan utamanya tetaplah sama (hal 85). Tradisi wiwit dilakukan sebelum mulai memanen tanaman. Waktu wiwit biasanya menggunakan hitungan Jawa sebagai patokan, seperti kamis pahing, minggu legi dan hari tertentu lainya. (Hal 88).

Dziba'an
Tradisi dziba'an adalah tradisi membaca atau melantunkan selawat kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang dilakukan oleh masyarakat Nahdhotul Ulama. Pembacaan ini biasanya dilakukan pada bulan maulud sebagai rangkaian peringatan maulud nabi (hal 96). Tradisi ini muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Setelah beliau wafat, guna untuk mengagungkan beliau tradisi pembacaan dziba' ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat (hal 98). Tradisi dziba'an bukan tradisi bid'ah, khaufarat, bahkan syirik. Tak lain maksud dilaksanakannya tradisi ini karena rasa hormat dan rasa cinta kita terhadap Nabi Agung Muhammad SAW (hal 106).

Grebeg
Dalam tradisi Jawa, bulan Suro dianggap sebagai saat yang tepat untuk mengadakan introspeksi diri dalam setahun perjalanan hidup. Bulan Suro sendiri merupakan hari pertama dalam kalender Jawa atau 1 Muharram dalam kalender Jawa (hal 112). Tradisi Suronan yang ada di Desa Traji merupakan tradisi warisan leluhur untuk memperingati tahu baru Islam yang dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 1 Suro dan sudah menjadi adat istiadat yang tidak dapat ditinggalkan masyarakat (hal 114). Bermula dari kisah gaib seorang dalang yang didatangi seorang bangsawan dan meminta mementaskan wayang kulit. Setelah pementasan selesai, orang berpakaian bangsawan itu memberi 3 kunyit. Ketika hendak pergi, orang tadi menghilang dan tempat tersebut menjadi sebuah sendang. Sementara 3 kunyit tadi berubah menjadi 3 batang emas. Dengan kejadian tersebut, diputuskan setiap malam 1 Suro diadakan pentas wayang kulit yang sekarang dikenal dengan Grebeg 1 Suro (hal 116).

Kenduri
Harustato berpendapat, bahwa kenduri merupakan sebuah tradisi yang dilaksanakan dengan berkumpulnya beberapa orang yang pada umumnya dilakukan oleh pihak laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas apa yang telah dilakukan oleh penyelenggara kenduri. Selain itu sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang telah didapatkannya (hal 126). Tradisi kenduri dilengkapi dengan berbagai simbol-simbol seperti: tumpeng, ingkung ayam, jajanan pasar, jenang  dan kembang abang putih dll. Sementara tradisi kenduri di Desa Bansari, kegiatan yang rutin dilakukan adalah nyadran kali, nyadran kuburan, dan bersih desa (hal 137).

Ziarah Kubur
Ziarah Kubur selama ini banyak yang menganggap bid'ah. Kebanyakan dari mereka belum pernah melakukan tradisi ini. Dasar diperbolehkan ziarah kubur adalah sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian ke kuburan, karena itu akan mengingatkan kalian pada akhirat” (HR.Muslim) (hal 151). Ziarah adalah kunjungan ke tempat yang dianggap keramat (mulia, makam, dll) untuk mengirim doa ( hal 155). Menurut Sugito (juru kunci kuburan Ki Ageng Makukuhan Kedu) menuturkan bahwa kita harus mengetahui terlebih dahulu asal usul kegiatan yang kita lakukan supaya tidak menjadi celah untuk orang-orang yang tidak pro ziarah kubur  dan mengatakan bid'ah (hal 159). Sementara itu, hukum ziarah kubur adalah sunnah muakad, karena di samping mendoakan seseorang yang dikuburnya juga dapat menjadikan sifat zuhud ( meninggalkan kesenangan dunia yang sementara untuk berbakti kepada Allah SWT (hal 161). Meski ritual ini disunnahkan, namun sebagian umat Islam, ziarah kubur menjadi bagian dari ibadah yang dianggap penting dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjadi sarana untuk berdoa (hal 168).

Haul
Haul adalah kata serapan yang berasal dari bahasa arab al-haul yang memiliki makna tahun ( hal 190). Tradisi haul berbeda dengan Ziarah Kubur yang dilakukan dengan mendoakan orang yang sudah meninggal, namun Tradisi Haul berkesan mencoba menghadirkan kembali ulama yang telah wafat dengan cara yang dapat menginspirasi (hal 191). Meskipun banyak pendapat bahwa Tradisi Haul merupakan sesuatu yang haram dilakukan, namun diera modernisasi ini Tradisi Haul seakan-akan menjadi keharusan bagi umat Islam di Indonesia karena menginspirasi kehidupan masyarakat (hal 190). Para ulama menyatakan, peringatan Haul tidak dilarang oleh agama bahkan dianjurkan dengan catatan susunan acaranya tidak menyimpang dari ajaran yang telah dianut (hal 193). Dalam bidang ibadah,  Haul dapat memberikan dampak positif berupa meningkatkan seseorang untuk tidak meninggalkan shalat lima waktu yang telah menjadi kewajiban umat Islam. Sementara dalam bidang akhlak, Tradisi Haul mencangkup hubungan manusia dengan Allah, seperti memanjatkan doa untuk meminta pertolongan dalam keadaan apapun (hal 195). Acara Haul diakhiri dengan selametan yang menggambarkan rasa syukur dan membagikan beberapa sembako untuk orang-orang di sekitar lokasi yang sekiranya membutuhkan (hal 198).

Mitoni
Bapak Sudahri berpendapat bahwa Mitoni adalah tradisi untuk memperingati atau perayaan tujuh bulan usia kehamilan. Dalam bahasa Jawa kata Mitoni artinya pitu atau tujuh. Sementara maksud dilaksanakannya tradisi Mitoni adalah sebagai rasa syukur kepada Sang Kholiq atas kesehatan ibu dan bayi janin yang di kandungan ibu sampai bayi terlahir. Di daerah tertentu budaya ini sering disebut dengan istilah tingkeban. Tradisi ini dilakukan sesuai hari yang telah ditetapkan seperti Selasa atau Sabtu pada tanggal gasal dan tujuh dan lima belas pada kalender Jawa. Pemilihan tanggal gasal itu melambangkan umur kehamilan tujuh bulan yang hitungannya adalah gasal (hal 257). Ada banyak nilai Islam terkandung dalam budaya Mitoni yaitu sebagai tasyakuran atau bersyukur dan mengabarkan berita kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Nilai utamanya adalah doa, memasrahkan semua urusan kepada Allah SWT (hal 259).

Kelebihan
Dalam buku Tradisi- Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan, telah dijelaskan secara rinci dari tradisi satu ke tradisi lainnya. Bahasa yang digunakan juga baik, mudah untuk dipahami pembaca. Seorang pembaca yang bukan asli Jawa pasti juga mengerti karena tulisan-tulisan Jawa dalam buku ini selalu disertai dengan artinya, sehingga orang awan akan paham. Kelebihan lainnya dengan diterjemahkan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, para pembaca menjadi tahu tentang bahasa Jawa walaupun itu hanya tidak seberapa.

Kekurangan
Pada dasarnya buku tersebut sudah menjelaskan secara terperinci dan lengkap. Hanya saja masih ada tulisan-tulisan yang salah dalam pengetikan. Selain itu jika disertai dengan gambar mungkin akan lebih menarik pembaca karena secara tidak langsung bisa ikut membayangkan bagaimana suasana dari setiap tradisi. Yang terakhir yaitu tentang percetakan yang sedikit kurang memuaskan, selain dari kertas yang kurang begitu baik, sampulnya juga kurang karena masih ada tulisan-tulisan dalam sampul yang tidak terlihat jelas.

Biodata Buku
Judul             : Tradisi- Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Penulis          : TIM PAI 1A STAINU Temanggung
Editor            : Hamidulloh Ibda
ISBN            : 978-602-50566-4-2
Penerbit        : Forum Muda Cendekia ( Formaci )
Tahun Terbit: 2019
Cetakan        : Pertama, Januari 2019
Tebal            : 21×14 cm, xiii+260 Halaman
Harga           : Rp 60.000,-

Bagikan :

Tambahkan Komentar